AKU 9

56.1K 4K 30
                                    

"Mana tangan lo."  Vidia mengulurkan tangan di hadapan Edward sesampainya mereka di rooftop.

Laki-laki itu langsung mengangguk, lalu sedetik kemudian meraih tangan gadis yang ada di depannya. Napasnya langsung tertahan begitu matanya bisa menangkap keberadaan kakaknya lagi seperti kemarin sore. Masih dalam wujud yang sama ...  melayang layaknya hantu yang biasa dijumpai dalam sejumlah film. Ada perasaan bahagia sekaligus sedih yang menyelimuti hatinya saat ini, membuat Edward menjadi luar biasa ragu untuk tersenyum atau justru menangis.

"Bang Niall," gumam Edward lirih. Laki-laki itu mendongak untuk beberapa saat untuk menahan air matanya yang mendadak ingin keluar kemudian kembali menatap ke depan.

"Jadi .... bener lo adik gue?" tanya Shawn memastikan.

Sejujurnya sulit bagi Shawn sendiri untuk mempercayai jika adiknya adalah ketua OSIS yang selalu dipuja-puja hantu perempuan seluruh sekolah. Dan lagi saat Shawn berusaha memberitahu hantu seluruh sekolah kalau Edward adalah adiknya, mereka semua malah menertawakannya.

Kampret memang

"I ... iya, lo Kakak gue." Suara Edward bergetar menahan air mata.

"Boleh gue tanya sesuatu?"

Edward tersenyum, apapun akan ia lakukan untuk kakaknya. "Boleh."

"Gue meninggal karena apa, ya? Sakitkah gue?"

Ya, untuk saat ini itu adalah pertanyaan yang paling tepat. Shawn tentu tidak bisa ikut merasakan perasaan mengharu biru yang Edward rasakan saat ini karena sungguh, ia bahkan tidak mengingat masa lalunya. Maka dari itu bertanya tentang masa lalu dan menyelidiki kenapa ia masih berada di dunia di saat seharusnya ia pergi ke akhirat adalah sesuatu yang sangat tepat.

Shawn perlu tahu apa masalahnya dengan dunia ini.

Edward menghela nafas panjang, seperti sedang menenangkan dirinya. Topik ini adalah topik yang sangat sensitif baginya dan hampir tidak pernah dibahas oleh keluarga besarnya, tapi berhubung kakaknya yang bertanya ia harus menjawab.

"Lo meninggal lima tahun lalu, waktu berangkat sekolah setelah paginya lo bertengkar hebat sama bokap nyokap." Edward menjelaskan dengan singkat sambil mengingat kejadian yang sudah lama tidak diingatnya, atau lebih tepatnya ingin ia lupakan.

"Emang gue berantem tentang apaan?" Shawn masih tampak tidak puas dengan jawaban Edward. Apa yang dikatakan adiknya justru menimbulkan banyak pertanyaan baru dalam benaknya.

"Masalahnya gue nggak tahu." Jujur Edward, karena pernah sekali ia bertanya tentang pertengkaran itu, orangtuanya menjadi sedih lalu mereka kembali terpuruk karena mengingat kejadian yang berakhir buruk itu. Sejak saat itu Edward memutuskan untuk tidak pernah menanyakan pertengkaran orang tua dan kakaknya.

Shawn memasang wajah kecewa, dari apa yang ia dengar dari Edward kemungkinan masalahnya terletak pada orangtua mereka.

"Lo coba tanya lagi bokap sama nyokap. Siapa tahu gara-gara itu gue jadi hantu," saran Shawn, karena sejujurnya ia sudah bosan menjadi hantu dan ingin pergi ke alam akhirat.

"Oke. Bang gu—" ucapan Edward terpotong.

"Udah selesai nggak? Berasa obat nyamuk nih gue," ujar Vidia tak tahu suasana, ia sedih karena merasa terabaikan dan dibiarkan menjadi penonton drama dari dua laki-laki tampan beda dunia.

"Ganggu aja lo." Mendadak Edward jadi kesal karena pembicaraannya dengan Shawn terganggu. Ia pikir Vidia adalah gadis pengertian yang bisa membaca suasana, ternyata tidak sesuai ekspektasi yang dibayangkannya.

"Yaelah, lo juga bisa ngomong sama dia gara-gara gue. Nggak terimakasih malah masang muka kayak gitu. Nggak tau diuntung!"

"Lo ini bisa nggak sih mengerti suasana saat ini?" Protes Shawn.

AKUWhere stories live. Discover now