AKU 21

40.6K 2.7K 28
                                    


Vidia saat ini sedang menikmati makan malam bersama Edward dan kedua orangtuanya. Di tengah suasana seperti ini sedikit mengingatkan gadis itu pada orangtuanya, ia sedikit rindu. Semoga saja orangtuanya bahagia di sana. Beberapa puluh menit lalu saat Vidia baru muncul di hadapan dua orang paruh baya di depannya. Mereka berdua langsung menganggap Vidia adalah kekasih putranya, namun untunglah Edward bisa menjelaskan jika diantara mereka tidak ada apapun. Ya ...walaupun sebenarnya Vidia bisa melihat ekspresi tidak yakin dari keduanya.

Vidia melihat ke arah Edward yang duduk di sampingnya, belum ada tanda-tanda laki-laki itu akan memulai percakapan dengan kedua orangtunya. Merasa tidak sabar, akhirnya Vidia memberi kode dengan menendang kecil kaki Edward. Untungnya cara itu berhasil, karena setelahnya kakak kelasnya itu menghela nafas sejenak dan menatap ke arah papanya.

"Pa, aku mau ngomong sesuatu." Edward mengawali dengan suara yang bergetar.

"Ngomong apa?"

Sebelum bicara Edward melihat Vidia sekilas. "Soal bang Niall."

Mendengar perkataan putra keduanya Dito-Papa Edward-langsung memberikan perhatian penuh. Rasti-Mama Edward-yang tadi tidak peduli kini juga ikut memperhatikan.

"Bang Niall jadi hantu."

Selesai mengucapkan itu, Edward memejamkan matanya rapat-rapat. Ia tahu kata-katanya tadi sangat tidak pas diucapkan dan terkesan membingungkan, tapi itu juga terjadi karena Edward gugup dan bingung untuk memulai pembicaraan tentang hal seperti ini. Mendengar ucapan putranya, Dito mengangkat alisnya sebelah.

"Maksud kamu?" Rasti bertanya dengan nada bingung, tidak mengerti dengan ucapan putranya.

"Ada urusan di dunia ini yang belum terselesaikan, makanya bang Niall jadi hantu dan nggak bisa pergi ke alam akhirat."

Di dalam hati Edward sedikit merasa lega karena kegugupannya menghilang. Akan tetapi berbeda dengan Vidia yang mulai merasakan hawa di ruangan yang ditempatinya terasa kian memanas.

"Kamu jangan mengada-ngada, hantu itu nggak ada," ucap Dito dengan tegas.

"Vidia ketemu sama bang Niall."

Edward menoleh ke arah Vidia untuk mendapatkan persetujuan gadis itu, sedangkan Rasti dan Dito melihat Vidia dengan tatapan aneh. Di tatap seperti itu benar-benar membuatnya gugup dan bingung harus berekspresi seperti apa.

"I ... iya Om, Tante. Aku ketemu sama Shawn-eh, ma .... maksudnya bang Niall." Entah kenapa Vidia tidak bisa mengendalikan kegugupan.

"Karena itu aku tanya sama Papa, Mama. Sebenarnya urusan apa yang belum selesai yang membuat bang Niall nggak bisa ke alam akhirat, aku tahu kalian nyembunyiin sesuatu."

Dito berdiri, menatap Edward dan Vidia bergantian.

"Ini nggak masuk akal, jadi papa rasa nggak ada yang perlu dibahas lagi."

Dito berlalu dari ruang makan dengan marah yang tertahan. Edward memandang kepergian papanya dengan wajah kecewa namun tidak bisa melakukan apapun kecuali diam di kursinya.

"Mama minta kamu jangan bahas ini lagi, ya? Mama mau lihat papa kamu dulu." Rasti berdiri dan mengikuti langkah kaki suaminya.

Edward menghela napas panjang saat otaknya terus-menerus memikirkan kejadian tadi malam. Dengan kejadian itu ia jadi semakin yakin ada yang disembunyikan orangtuanya darinya. Edward meraih sebuah kertas kosong yang berada di hadapannya kemudian meremasnya untuk menyalurkan kekesalan dan juga kemarahannya pada kertas tak berdosa itu.

"Ketua osis, nggak balik ke kelas? Mau masuk loh." tanya seorang anggota osis yang Edward ketahui bernama Rendi.

"Iya, bentar lagi gue ke kelas. Lo duluan aja."

AKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang