AKU 15

49.7K 3.2K 53
                                    


Vidia sedang duduk di dalam mobil sambil melihat ke arah jendela, dia sedang bingung. Ada banyak hal yang sedang memenuhi pikirannya saat ini. Mulai dari Edward yang ingin membantu Shawn menemukan jalan ke atas,  Leo yang ingin membuktikan Ayahnya tak bersalah, dan Edward yang akan kehilangan nyawanya jika ia membiarkan laki-laki berwajah tampan itu menjadi alat agar Leo bisa memasuki dunia malaikat. Itu adalah hal yang paling membebaninya, karena entah kenapa ada rasa tidak rela yang bercokol di benaknya sejak tahu fakta itu.

"Udah sampai, Non."

Vidia mengerjapkan mata beberapa kali begitu mendengar suara pak Juki. Saat gadis itu melihat ke arah jendela ternyata memang benar ia sudah sampai di depan sekolah. Ia kemudian turun dari mobil setelah berpamitan pada Pak Juki. Setelahnya Vidia mulai melangkahkan kakinya memasuki gerbang sekolah. Sesekali matanya memandang keadaan yang ada di sekitar sekolahnya, tidak ada yang berubah. Hanya sekumpulam murid, guru, dan juga hantu yang kadang menyapanya.

"Vid, lo udah ngebujuk Ara?"

Suara seseorang terdengar dari belakangnya, membuat ia reflek berbalik. Di sana ia langsung menangkap keberadaan Jennie. Gadis itu masih saja terlihat cantik walaupun hari ini matanya terlihat bengkak. Apa gadis itu baru menangis? Entahlah, Vidia sama sekalu ingin menanyakannya karena pikiran yang sudah penuh.

"Iya."

"Terus?"

Vidia menggeleng, seperti mengisyaratkan jika apa yang akan diceritakannya bukanlah sesuatu yang bagus. "Dia tetap ingin dijemput malaikat dengan bahagia dan tenang."

Raut wajah Jennie berubah setelah mendengar ucapan Vidia. Gadis itu tampak sedih dan tak rela.

"Huh ..." Jennie menghembuskan nafasnya panjang.

Memang benar apa pepatah yang sudah ada bahkan sejak zama dulu, penyesalan itu selalu datang di akhir di saat sudah amat mustahil untuk kembali dalam keadaan yang semula. Jennie ingin sekali memperbaiki hubungannya dengan Ara, walau itu sudah sangat tidak mungkin. Gadis itu menyesal karena sering mengejek Ara, tapi bagaimana mau memperbaiki hubungan pertemanan jika Ara saja memilih untuk pergi meninggalkan dunia ini.

"Terus gimana?"

"Kalo lo nanya gitu, gue nanya ke siapa? Malaikat?"

"Siapa tahu aja, lo kan kenal sama malaikatnya."

Vidia diam tidak tahu harus menjawab apa. Memangnya dengan bertanya pada malaikat masalah yang ada akan selesai? Jennie memandang Vidia, dari yang ia lihat teman manusianya itu bingung dengan apa yang terjadi pada Ara.

"Lo kayaknya banyak pikiran. Udah nanti aja dipikirin lagi, nanti lo sakit lagi. Yuk! masuk kelas."

Vidia mengangguk menanggapi ucapan Jennie kemudian berjalan beriringan menuju ke kelas dalam keheningan. Sibuk dengan apa yang ada di otak mereka masing-masing. Hingga akhirnya mereka sampai di dalam kelas dan terduduk di bangku masing-masing. Mereka masih dalam keadaan membisu, Kartini yang menyadari ada yang tidak beres mendekati bangku Vidia dan Jennie lalu melihat secara bergantian pada kedua gadis itu.

"Lagi marahan, ya?"

Vidia melihat ke arah Kartini, kemudian dengan wajah tidak peduli memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Ih.... Vidia, lo kenapa, sih?!" Kartini mulai jengkel dengan sikap Vidia yang tiba-tiba sangat dingin.

"Nggak ada apa-apa, udah sana lo." Vidia berujar lirih karena di dalam kelas ada beberapa anak yang sudah datang.

Kartini cemberut mendengar ucapan Vidia yang berniat mengusirnya, tapi pada akhirnya pergi juga. Hantu itu kembali ke bagian belakang kelas dan bergabung dengan beberapa anak laki-laki yang menatap ke arah layar laptop bersama-sama. Tidak sampai sepuluh detik kemudian Vidia sudah mendengar teriakan heboh Kartini bersamaan dengan beberapa temannya.

AKUWhere stories live. Discover now