AKU 20

40.3K 2.7K 10
                                    


Vidia sampai di rumah Edward sejak lima belas menit yang lalu. Pada awalnya kakak kelasnya itu membawanya ke dapur dan memberinya minum berupa soda kaleng. Setelahnya karena bosan laki-laki itu membawa Vidia ke ruang tamu sendirian sembari dirinya sendiri pergi ke kamar untuk berganti pakaian. Sepuluh menit berlalu dan Edward juga tidak kembali juga ke ruang tamu entah kenapa membuat Vidia meradang.

Memangnya seberapa lama sih buat seorang laki-laki berganti baju?

Nekat, perempuan itu melangkahkan kakinya ke lantai dua tanpa memedulikan kesopanan bertamu di rumah orang lain. Persetan dengan itu semua karena Vidia sudah keburu muak ditinggal di ruang tamu yang keadaan sama suramnya dengan rumah berhantu. Keberadaan seorang asisten rumah tangga pun sama sekali tidak mengurangi kengerian itu karena wanita tua itu justru asyik belajar memainkan ponsel keluaran terbaru yang dimilikinya. Katanya sih itu dari papa Edward yang sudah menganggap sebagai ibu kedua.

Mungkin kalau saja di ruangan itu ada hantu, Vidia tidak akan terlalu kesepian karena bisa mengajaknya mengobrol. Masalahnya di sana sama sekali tidak hantu dan hanya ada ruangan sepi dan gelap.

"Gue tahu suasana ini canggung banget, tapi gue mau ngomong soal...."

Untuk pertama kalinya setelah lima menit masuk ke kamar, akhirnya laki-laki itu membuka mulutnya. Vidia seketika mencurahkan semua perhatiannya pada Edward sembari memperbaiki posisi duduknya.

"Soal apa?"

"Soal ... ngomong masalah bang Niall ke orang tua gue. Kita ... harus kayak gimana ngomongnya?"

Edward menatap ke arah Vidia yang sedang duduk di kursi di dekat meja belajarnya. Gadis itu terlihat ... bingung dan terlihat sedang memikirkan sesuatu dengan keras.

"Kok wajah lo Mendadak bingung gitu?"

Vidia sedikit tersentak kemudian kembali menatap Edward. "Niall siapa, ya?"

"Abang gue, yang lo panggil Shawn. Lagian kenapa sih lo manggil abang gue Shawn?"

Sebenarnya itu adalah pertanyaan yang ingin Edward tanyakan sejak tahu kalau kakaknya menjadi hantu. Karena secara jelas nama kakaknya adalah Niall, bukan Shawn Mendes yang tampangnya nggak jauh beda sama dia.

"Shawn itu nama pemberian kak Adit."

Edward manggut-manggut mendengarnya. "Tapi ... kenapa harus Shawn Mendes?"

"Mending 'kan kakak lo dinamai Shawn Mendes yang gantengnya nggak bisa ditolong lagi, dari pada dinamai Sule, apalagi Sapri."

Wajah Edward berubah cemberut dan sedih. "Kakak gue jadi hantu, dan gue rasa itu bukan sesuatu yang patut untuk disyukuri."

Melihat wajah Edward yang seperti itu entah kenapa memunculkan rasa bersalah yang instan di dadanya. "Ng ... maaf, gue nggak bermaksud."

"Nggak apa-apa, lagi pula itu hal yang sudah terjadi dan nggak bisa dirubah. Ngomong-ngomong ... soal Adit ... dia juga bisa lihat hantu?" tanya Edward ketika mendadak teringat percakapan antara Vidia dan Adit di rooftop.

Vidia mengangguk merespon pertanyaan Edward. Sudah lupa sama sekali saat tadi Adit memarahinya  karena mengira ia memberitahu Edward kalau Adit seorang indigo.

"Boleh gue tanya lagi?"

"Boleh, tapi ngomong-ngomong kapan orang tua lo pulang? Ini udah sore, nanti gue dicariin. Gue 'kan masih perawan."

Mendadak Edward jadi merasa Vidia memiliki kepribadian ganda dengan melihat sisi dirinya yang barusan. "Emang ngaruh ya kalau lo masih perawan?"

"Ngaruh, dong."

AKUWhere stories live. Discover now