AKU 23

39.4K 2.7K 99
                                    


Setelah semua persiapan sudah lengkap, dengan cepat Vidia mengunci pintu kamarnya. Gadis itu juga mematikan lampu kamarnya dan juga menutup jendela kamarnya. Dalam sekejap kamar Vidia menjadi gelap gulita. Setelah memastikan semuanya sudah siap dengan hati-hati gadis itu berjalan ke arah meja rias miliknya dan duduk di sana. Jauh di dalam dirinya sebenarnya gadis itu sedang gugup luar biasa, tapi tentu ia tidak bisa memikirkan itu saat ini.

Lola sendiri hanya diam mengamati setiap pergerakan Vidia dari ranjang tempatnya duduk. Detak jantung Vidia tiba-tiba berpacu dengan cepat, tapi itu tak mengurungkan niatnya untuk mengambil dua lilin di hadapannya dan menyalakan keduanya. Diletakkannya kedua lilin itu secara vertikal, kemudian ia mulai menutup matanya.

"Malaikat maut datang, lah."

"Malaikat maut datang, lah."

"Malaikat maut datang, lah."

Ucap Vidia tidak lirih dan tidak keras. Gadis dengan setelan hitam itu masih menutup matanya, sedetik setelahnya ia mulai menghitung. Bersamaan dengan itu irama jantungnya mulai berpacu lebih cepat, membuat mau tidak mau adrenalinnya terpacu hingga samar-samar keringat dingin mulai membasahi dahinya.

"Satu."

"Dua."

"Tiga."

"Empat."

Vidia berhenti menghitung kemudian memasang telinganya baik-baik karena siapa tahu akan terjadi sesuatu setelah ini.  Kata Adit, saat hitungan keempat ia harus membuka mata. Namun Vidia terlalu ragu untuk itu, ia tidak siap jika malaikat maut yang dipanggilnya tidak datang.

"Ada apa kamu memanggilku?"

Suara itu terdengar sangat jelas di telinga, membuat Vidia langsung membuka matanya. Dari cermin gadis itu dapat melihat dengan jelas Aro berdiri di belakangnya, wajahnya tampak tidak senang.

"Aku mau minta tolong." Vidia menunduk tidak berani menatap Aro dari pantulan cermin di hadapannya.

"Apa manusia sudah punah sampai kau harus minta tolong pada malaikat maut?" Aro terdengar kesal saat bertanya, mungkin Vidia mengganggu waktu Aro.

"Manusia tidak bisa membantu," lanjut Vidia.

"Memang kau minta tolong apa padaku? Dan imbalan apa yang akan kau berikan?" tanya Aro lagi yang masih berada di belakang Vidia, ia tak berniat menyuruh makhluk mortal di hadapannya untuk berbalik.

"Kakakku, dia kena santet." Vidia langsung to the point.

"Wow, Dhirga si gila kerja itu?" tanya Aro seperti ingin memastikan.

"Biarkan saja, dia 'kan sudah bosan hidup."

Mendengarnya membuat Vidia cemberut. Reflek tubuhnya berbalik dan langsung menghadap malaikat maut yang ada di belakangnya dan menatapnya dengan tatapan memohon. Vidia benar-benar sudah tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk membuat kakaknya kembali ke dalam kondisi sedia kala.

"Kumohon, aku tak ingin kehilangan untuk kesekian kalinya."

Melihat makhluk mortal yang sudah dikenalnya sejak lama memohon padanya, Aro jadi tidak tega. Pada akhirnya ia hanya bisa menghela napas panjang dan memandang manusia di hadapannya dengan pasrah. Batinnya mengatakan tidak ada salahnya jika ia membantu menyelamatkan manusia barang sekali saja, walau sebenarnya hal itu sama sekali bukan hal yang seharusnya Aro lakukan.

"Baiklah, akan aku bantu."

Vidia tersenyum senang mendengar ucapan Aro. Gadis itu bangkit dari duduknya dan menampakkan senyum bahagian yang membuat Aro jadi mengingat senyuman yang sama milik anak laki-laki itu. Ah ... andai saja kekacauan itu tidak pernah terjadi, sudah bisa dipastikan anak lugu itu pasti masih hidup.

AKUWhere stories live. Discover now