AKU 27

38.6K 2.6K 48
                                    


Saat ini Aro sedang duduk santai bersama salah satu temannya sesama malaikat maut di tempat dimana makhluk seperti mereka biasa berkumpul. Mereka berdua sedang membicarakan berbagai hal, mulai dari nyawa yang baru mereka jemput tadi, atau sekedar mengomentari cara manusia atau pun makhluk lain hidup.

"Yang lain kemana?" Adney—salah satu malaikat maut juga—masuk ke dalam ruangan dan menghampiri Aro dan Rosco.

"Sedang ada tugas, benar bukan Aro?"

Rosco menoleh ke arah Aro seakan meminta persetujuan dan temannya itu merespon dengan anggukan kepala. Adney duduk di samping Rosco, malaikat itu kemudian memandang kedua temannya yang sibuk bicara entah tentang hal apa.

"Oh iya, bagaimana keadaan makhluk mortal yang mentraktirmu ramen?" Adney menatap Aro dengan serius.

"Kenapa kamu menanyakan keadaannya?" Bukannya menjawab pertanyaan, Aro justru balik bertanya. Merasa sedikit terganggu teman-temannya yang lain menanyakan urusan pribadinya

"Iya, kenapa kamu menanyakannya?" Rosco menanyakan hal yang sama, membuat malaikat maut itu menatap kesal pada dua temannya.

"Aku hanya sedikit penasaran dengan makhluk mortal itu."

"Kenapa kamu penasaran dengan makhluk mortal itu?" tanya Aro lagi.

"Iya, kenapa kau penasaran?"

Lagi, Rosco menanyakan hal yang sama seperti Aro. Adney benar-benar kesal dengan dua teman yang ada di hadapannya ini, bagaimana bisa dia dulu bisa akrab dengan dua malaikat maut ini? Kalau bisa bahkan Aro bisa saja akrab dengan malaikat berkedudukan lebih tinggi darinya, bukannya dengan malaikat yang penuh dengan kegaringan seperti mereka.

"Dia cantik, ditambah lagi dia bisa melihat kita terus. Bukankah biasanya kebanyakan orang indigo hanya bisa melihat kita sekali?" ujar Adney menjelaskan.

"Orang indigo manapun tetap bisa melihat kita, Adney." Rosco berkata dengan tangan yang sibuk membetulkan dasi yang dipakainya.

"Kalau kita sengaja menampakkan diri kita pada mereka." Rosco melanjutkan.

"Aku juga tahu itu, Rosco. Kau pikir aku bodoh?" Adney terlihat kesal.

"Hanya memastikan." Rosco menjawab sekenanya, kemudian terkikik tidak lama kemudian karena wajah kesal temannya.

"Itu karena dia keturunan penyihir. Bukankah aku pernah bercerita kalau dia adalah keturunan dari teman penyihirku?" ujar Aro menatap kedua temannya.

"Anak laki-laki itu?" tanya Adney seperti ingin memastikan.

"Iya, kamu ingat?"

"Aku ingat, bukankah dia sudah lama mati? Sekitar ... seratus lima puluh tahun lalu, kan?"

"Iya, aku—"

ucapan Aro terhenti karena tiba-tiba ada burung gagak masuk melalui jendela besar yang memang ada agar makhluk semacam mereka bisa masuk.

Kwak! Kwak! Kwak!

Suara Burung Gagak terdengar ke dalam gendang telinga mereka. Spontan, ketiganya langsung memandangi burung gagak yang baru saja masuk. Burung itu terus terbang mengelilingi ruangan, beberapa detik kemudian tiba-tiba burung itu mendarat di depan Adney.

"Kenapa dia berhenti padaku?" tanya Adney sambil memandangi dua temannya itu.

"Tentu saja aku tidak tahu. Mungkin karena itu memang sudah bagianmu, Adney." Rosco menatap Adney kasihan. Padahal temannya ini baru saja selesai menjemput nyawa seorang manusia, dan sekarang tugas itu dengan cepat datang lagi.

AKUWhere stories live. Discover now