AKU 17

40.5K 3.2K 60
                                    


Saat Vidia turun dari mobil, dari kejauhan matanya bisa menangkap keberadaan Jennie yang sedang menunggu di depan gedung rumah sakit. Gadis itu berlari dari tempat parkir ke tempat Jennie berdiri, dan tanpa diketahuinya ada Edward yang melihatnya dari kejauhan.

"Lo udah masuk?" tanya Vidia ketika ia baru saja sampai di depan Jennie.

Jennie menggeleng. "Belum."

"Kalau gitu kita harus cepet masuk. Ayo!"

Dua gadis berbeda jenis itu berjalan beriringan dengan cepat menuju kamar rawat Ara. Betapapun mereka kecewa dengan keputusan Ara untuk meninggalkan dunia ini, tapi mereka berdua tetap tidak bisa bersikap acuh. Bagaimanapun mereka adalah teman yang entah sejak kapan sudah saling peduli satu sama lain.

"Gue pengen nangis," ujar Jennie dengan suara yang bergetar. Mata gadis itu sudah mulai memburam dengan air mata yang mendesak ingin keluar.

Mereka baru saja melintasi koridor yang tadi siang mereka lewati, tapi mendadak Vidia berhenti hingga membuat Jennie menabrak gadis itu. Vidia membelalakkan matanya entah melihat apa kemudian terdiam bagai terkena sebuah mantra.

"Gue nggak nangis, cuma pengen nangis. Nggak usah lebay reaksi lo." Jennie berujar setelah beberapa detik Vidia tak juga melakukan dan mengatakan apapun.

"Gue berhenti bukan karena lo ngomong pengen nangis."

Seandainya saat ini bukan keadaan yang sangat serius, Vidia sudah pasti akan memutar matanya di hadapan gadis werewolf itu. Kadang temannya itu konyolnya minta ampun. Walau begitu Vidia tidak pernah benar-benar mengatakannya karena tentu ia tidak tahu bagaimana kekuatan seorang werewolf ketika sedang marah ataupun tersinggung.

"Kirain. Terus apaan?"

Jennie mengikuti arah pandang Vidia, dan tidak ada apapun di depan mereka. Hanya suster, dokter, dan juga pasien yang berlalu-lalang. Dahinya mengernyit bingung lantas sebuah pemikiran lewat ke otaknya. Mau tidak mau Jennie berpikir jika di hadapan mereka sedang ada hantu kenalan Vidia

"Ini jam berapa, sih?"

Jennie melihat ke arah jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangannya. "Delapan lewat tiga belas."

Jennie menatap Vidia tidak mengerti, baginya Vidia sekarang tampak seperti orang aneh yang sedang bingung. "Ada apa, sih? Kok lo bingung banget?"

"Hai."

Terdengar suara menyapa Vidia. Suara yang cukup familiar untuknya. Vidia menoleh ke titik suara itu, dan dahi gadis itu mengernyit heran. Gadis itu tampak ingin mengatakan sesuatu tapi batal dan justru mengerutkan kembali dahinya.

"Lo lihat siapa lagi!?"

Jennie sudah terlalu kesal dengan sikap ambigu Vidia. Tidak bisa 'kah temannya ini bersikap aneh setelah mereka melihat Ara terlebih dahulu? Demi apapun mereka tidak punya waktu untuk ini. Jennie sudah sangat ingin bertemu dengan Ara, dan Vidia tidak memahami situasi itu.

"Aro?"

"Ya? Kenapa melihatku seperti itu?"

Aro menatap Vidia heran. Malaikat itu bahkan sampai merasa perlu melihat setelan hitamnya, karena mungkin ada yang salah dengan penampilannya hari ini. Tapi ternyata tidak ada yang salah dengan dirinya. Tetap tampan dan keren seperti biasanya.

"Lo manggil siapa, Vid!?"

Teriakan Jennie nyatanya sia-sia karena Vidia sama sekali tidak menghiraukannya. Matanya menatap ke depan dengan kekagetan dan kebingungan yang luar biasa. Kepalanya beberapa kali bergerak ke kanan dan ke kiri seakan sedang memastikan sesuatu.

AKUWhere stories live. Discover now