AKU 18

45.1K 2.8K 28
                                    


"Huh..."

Edward menghela nafasnya entah untuk yang ke berapa kali. Kepalanya menoleh kesamping, melihat ke arah wanita yang sedang duduk bersamanya, Tante Amanda. Dia adalah istri dari pamannya yang bernama Riko. Di pangkuan wanita itu ada sepupu kecilnya yang sedang sakit, Cika.

"Tante, aku pulang, ya?" ujar Edward dengan tatapan memohon, ia hampir mati bosan karena harus menemani tantenya duduk menunggu panggilan dari dokter untuk diperiksa.

"Temenin tante dulu, Cika lagi sakit.

Amanda menatap anak perempuannya yang sedang menggigil di pangkuannya. Gadis kecil itu tampak semakin mengeratkan jaket yang membalut tubuhnya dan mendesakkan tubuhnya ke arah mamanya.

"Aku telpon Om Riko, ya?"

Edward mengajukan solusi lain yang terlintas di kepalanya. Untuk saat ini ia pikir itu adalah solusi paling baik dan tentunya masuk akal. Biasanya tantenya tidak akan menolak jika sudah berhubungan dengan suami tercintanya.

"Emang kamu mau kemana, sih? Mending kamu temenin Tante dari pada keluyuran nggak jelas. Lagi pula Tante nggak ada temen buat ngobrol."

"Tuh, emak-emak banyak."

Edward menunjuk ibu-ibu yang sedang mengantri menunggu giliran sambil menggosip. Beberapa kali sekumpulan wanita-wanita itu melirik ke arahnya kemudian tersenyum dengan cara yang membuat Edward harus menghela napas dan mengurut dadanya untuk mengabarkan diri.

"Males deh ngobrol sama mereka."

Amanda melirik dengan sinis sekumpulan ibu-ibu yang jaraknya tidak begitu jauh dengan tempat mereka duduk.

"Hadeh ... pasti tante habis gelut ya sama mereka."

Mendengar ucapan keponakannya Amanda tampak menggerutu pelan seakan membenarkan ucapan Edward. Edward mendengus kesal melihat respon tantenya itu. Tidak bisa 'kah tantenya itu mengurangi kebar-barannya barang sedikit saja?

"Udah kamu nggak usah protes. Pokoknya kamu harus temenin, nanti tante kasih uang jajan."

Edward diam, walau sejujurnya masih agak kesal karena tujuannya yang tadinya ingin mengetahui apa yang Vidia lakukan, kini berubah. Edward harus rela menemani tantenya yang tak sengaja bertemu dengannya ketika ia hendak mengikuti langkah adik kelasnya itu.

Mungkin ini karma karena Edward terlalu ingin tahu dengan urusan orang lain.

***

Vidia sampai di rumah ketika jarum jam hampir menyentuh angka sepuluh. Kakinya melangkah menuju pintu utama rumah dengan langkah yang lesu. Sesampai di depan pintu, ia hendak menekan bel, karena di jam ini biasanya pintu sudah dikunci, tapi belum sempat gadis itu menekan bel di depannya pintu itu sudah dibuka dari dalam terlebih dahulu.

"Dari mana lo?"

Seketika tubuh Vidia menegang mendengar suara yang baru saja masuk ke gendang telinganya. Itu bukan suara neneknya, melainkan suara—

"Kak Dhirga?"

Vidia memicingkan matanya, siapa tahu saja penglihatannya sedang bermasalah bukan? Lagi pula ini malam hari, lampu teras di rumahnya juga cukup redup.

"Dari mana lo?"

Dhirga mengulang pertanyaan yang diabaikan adiknya tadi, tubuh laki-laki itu bersandar di ambang pintu dan kedua tangannya ia lipat di depan dada. Vidia tidak menjawab, perhatiannya terfokus pada keberadaan hantu laki-laki yang melayang di belakang kakaknya. Hantu itu berpakaian ala orang keraton.

"Dia ngikutin kakak lo pas pulang ke rumah." Seakan menjawab rasa penasaran Vidia, Lola yang baru saja menghampirinya bersuara.

"Lo denger nggak sih gue ngomong?" Suara Dhirga meninggi dan itu sukses membuat Vidia dan Lola menoleh. Kakak laki-lakinya itu terlihat sedang marah.

AKUHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin