AKU 34

36.1K 2.7K 31
                                    


Adney dan Vidia sedang duduk berdampingan di salah satu bangku yang ada di dalam perpustakaan, di hadapan mereka ada sebuah buku yang terbuka yang mereka yakini dapat menjawab pertanyaan Vidia.

"Mending nggak usah dicari deh," ucap Vidia dengan wajah tidak enak.

"Kenapa?"

Vidia menunjuk ke arah burung hantu putih yang bertengger di atas rak yang tidak jauh dari tempat mereka duduk dengan matanya.

"Kayaknya dia nggak suka."

Adney melihat ke arah burung berbulu putih itu dengan hati-hati. Benar saja, burung itu menatapnya dengan tajam seakan dia adalah mangsa yang siap untuk di serang.

"Adney."

Suara seseorang terdengar dari belakang membuat Vidia dan Adney dengan kompak menoleh. Di belakang mereka ada Rosco, Edward, Leo, Jennie, dan seorang pria asing yang Vidia duga kuat adalah Ayah Leo berjalan ke arah mereka.

"Gadis ini harus segera pulang," jelas Rosco dengan mata yang menunjuk ke arah Vidia.

Merasa sudah di tunggu Vidia akhirnya berdiri. Dan seakan mengerti jika Vidia akan pergi, burung hantu yang sejak tadi santai bertengger di atas rak buku kini terbang ke arahnya dan kembali hinggap di bahunya.

"Sebelum kembali. Apa boleh aku ... ngomong berdua sama Kak Edward."

Edward menoleh begitu namanya disebut. Dia memandang dalam gadis yang berdiri tidak jauh darinya, di mata adik kelasnya itu tergambar kesedihan yang begitu jelas. Melihatnya seperti membuat Edward merasakan kesedihannya. Namun, semua peristiwa ini sudah terjadi dan tidak ada jalan untuk mengulang semua yang terjadi dan memperbaikinya.

"Tentu saja," Adney sebagai pihak yang tidak diharapkan untuk menjawab justru menyahut dengan enteng. Malaikat itu seakan tidak merasakan aura kesedihan yang dengan jelas melingkupi sekitarnya. "Waktu dan tempat kami persilahkan,"

Semua mengangguk mempersilahkan Vidia dan Edward yang kemudian bergegas keluar perpustakaan. Vidia menatap punggung Edward yang berjalan di depannya, di dalam hatinya gadis berambut panjang itu berusaha dengan keras untuk meyakinkan sesuatu dalam dirinya.

Gue harus melakukannya. Ya, harus. Walaupun semuanya akan sama saja.

Edward dan Vidia berjalan ke arah ruangan yang Rosco dan Adney sebut sebagai ruang santai. Vidia menghela napas pendek begitu mereka berada di dalam ruangan. Kini mereka berdiri berhadapan dengan mulut yang membisu, menunggu seseorang memecah kesunyian di antara mereka.

"Ada apa?" Edward yang tidak nyaman akan kesunyian yang terjadi di antara mereka berinisiatif memulai lebih dulu.

"Gue ... gue ...." Vidia justru terlihat gugup, matanya melihat ke sembarang arah. Menolak menatap Edward yang jelas ada di hadapannya.

"Gue apa?"

"Gue ... sukasamalo," ujar Vidia secepat kilat kemudian dengan cepat membalikkan tubuhnya membelakangi Edward. Gadis itu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya karena merasa malu dengan apa yang baru saja dia katakan.

Burung hantu di bahu Vidia tampak terganggu dengan gerakan berbalik Vidia yang mendadak karena dia sempat akan terjatuh. Namun, burung berbulu itu dengan cepat menyeimbangkan diri.

Mendengar pernyataan cinta yang tidak dia duga sebelumnya membuat Edward terdiam cukup lama, seakan dia butuh waktu yang cukup untuk mencerna ucapan yang di dengar dalam otaknya. Namun, setelah beberapa saat Edward tersenyum sambil memandangi punggung gadis di hadapannya. Setidaknya ada sesuatu yang membahagiakan sebelum semuanya berakhir, pikir Edward.

AKUWhere stories live. Discover now