AKU 31

38K 2.7K 5
                                    


Aro sedang duduk di sebuah kursi di tempat di mana para malaikat maut bermarkas. Di sampingnya masih ada burung hantu putih yang menurutnya membuat hari-harinya penuh dengan kesialan. Gara-gara burung hantu itu Aro tidak bisa kemanapun, termasuk menjalankan tugasnya sebagai malaikat maut biasa. Peraturan yang ada membuatnya tidak bisa melakukan apapun ketika ada burung hantu sialan ini. Rasanya Aro sangat ingin mencekik burung hantu putih yang sedang bertengger santai sambil melihat keadaan sekitar. Namun, tentu saja dia tidak bisa melakukannya. Bisa-bisa dia dapat hukuman karena rencana jahatnya.

Pintu ruangan tiba-tiba terbuka, menampilkan Rosco dengan setelan hitamnya. "Sudah mau berangkat?"

"Belum, memang kenapa?"

Rosco menggeleng menjawab pertanyaan kawannya. Dia kemudian berjalan mendekat dan duduk di kursi yang berada di depan Aro. Sesaat malaikat maut melihat ke arah burung hantu lalu kembali menatap Aro.

"Tidak, aku cuma ingin tahu saja setelan ibu perimu. Kira-kira warna apa? Merah muda? Putih? Atau ... kuning?"

Aro memandang Rosco dengan tatapan membunuh. Bisa-bisanya temannya ini meledeknya disaat dia merasa murung begini. Benar-benar teman yang tidak bisa diandalkan.

"Kamu tahu, kamu begitu menyebalkan. Lebih baik kamu pergi kalau hanya ingin meledekku."

Rosco terkekeh mendengar ucapan tajam Aro. "Kamu begitu sensitif belakang ini. Seperti seorang gadis yang kedatangan tamu bulanannya."

Aro mendengus sebal. Dia kemudian berdiri, membuat Rosco menaikkan sebelah alisnya. "Kamu mau kemana?" Rosco mendongak memandang Aro yang berdiri di hadapannya.

"Ganti baju," ujar Aro singkat lalu berlalu pergi meninggalkannya sendiri. Rosco kembali terkekeh begitu Aro mengatakan ganti baju.

****

Vidia, Edward, Leo, dan Jennie berjalan bersama memasuki hutan setelah Leo memarkirkan mobilnya di tempat yang sekiranya tidak bisa dilihat orang yang melintas di jalan raya yang sangat sepi di sekitar hutan. Mereka masuk dengan langkah yang hati-hati, takut jika ada hal di luar kendali yang tidak diinginkan terjadi. Lolongan serigala beberapa kali terdengar, membuat Vidia dan Edward ketakutan. Jennie dan Leo tampak tak gentar sedikitpun dengan suara malam yang terdengar. Mungkin karena mereka terbiasa, pikir Vidia.

Burung hantu yang selalu bertengger di bahu Vidia mulai bertingkah aneh. Di satu waku dia terbang dan bertengger di dahan pohon dan mengeluarkan suara yang membuat keadaan sekitarnya makin mencekam lalu kembali ke bahunya, dan di satu waktu dia bertengger di bahu Vidia dengan tenang sambil matanya menatap ke arah Edward, Jennie, dan juga Leo secara bergantian.

Saat Vidia berjalan ada beberapa hantu yang menyapanya, ada juga yang memandangnya dengan tatapan sinis. Seakan dia merasa terganggu dengan kehadiran mereka berempat. Rasa takut menghampiri Vidia ketika melihat wujud hantu-hantu di hutan ini. Kebanyakan hantu di sini memiliki wujud yang tidak menyenangkan. Beberapa berwujud kuntilanak dengan wajah setengah hancur atau bahkan hancur dengan mata yang menyorotkan kesedihan begitu mendalam, pocong, tuyul, hingga hantu tanpa kepala, dan juga sosok genderuwo.

"Lo tahu tempatnya?" Edward yang berada di belakang Leo mengeluarkan suaranya, membuat suasana yang tadinya mistis karena kesunyian yang mendera berkurang.

"Iya, gue tahu," jawab Leo yang menoleh sekilas ke arah Edward lalu terfokus kembali pada langkah yang akan dia ambil.

Vidia memandang Edward. Laki-laki itu dari tadi terlihat enggan melihatnya. Setiap tatapan mereka bertemu, dengan cepat Edward akan mengalihkan pandangannya. Vidia beralih ke Jennie.

Gadis werewolf  di sampingnya ini menggandeng tangannya dengan erat, sesekali Jennie mengatakan kalau semuanya pasti baik-baik saja. Tentunya Vidia sama sekali tidak percaya dengan yang Jennie katakan. Sejak Vidia memutuskan untuk membantu Leo semuanya menjadi tidak baik-baik saja. Namun, di samping itu semua Vidia berharap akan ada keajaiban yang terjadi, yang membuatnya tidak perlu kehilangan Edward.

AKUDove le storie prendono vita. Scoprilo ora