Chapter 26 (Special)

362 48 2
                                    

(Tentang Waktu)

Malam itu, Mion berdiri sangat lama di depan pintu ruangan Yoongi. Ragu-ragu untuk masuk, dia berusaha menekankan dirinya sendiri. Tiba-tiba pintu itu terbuka dengan cepat, Mion menjerit kaget.

"Mion," kata Yoongi
"Masuklah."

Ia membuka pintu lebih lebar, perlahan gadis itu masuk ke dalamnya. Ruangan kantor itu tampak jauh lebih berantakan daripada yang dia lihat pagi hari tadi. Beberapa cangkir kosong tergeletak setelah dipakai, sampah kertas berserakan, dan kotak-kotak tisu bergelimpangan dimana-mana.

Mion tau bahwa Yoongi sedang flu, jadi akibatnya adalah tisu yang berserakan.

Yoongi sama tidak baiknya dengan keadaan ruangannya. Sudah beberapa hari ia tidak tidur, minum kopi terlalu banyak, makan sedikit, dan jangan lupa Yoongi yang sibuk dan berpikir terlalu keras. Lelaki itu duduk, mengerjakan seluruh tugasnya begitu cepat.

"Bisa tolong buatkan aku kopi, maaf, terima kasih." Katanya cepat-cepat.

Mion menyalakan mesin pembuat kopi, kemudian gadis itu meraup semua sampah dan membuangnya di kotak sampah serta mengambil seluruh cangkir yang belum dicuci sama sekali.

"Ibuku tidak pernah mengizinkanku tidur terlalu malam untuk mengerjakan tugas, tapi justru menyuruhku untuk bangun pagi untuk mengerjakan tugas," katanya sambil menuangkan kopi ke dalam mug.

Yoongi meminum habis kopinya dan mengusap matanya,
"Kurasa istirahat sebentar tidak akan membuatku mati," katanya setuju.
"Ngomong-ngomong kenapa kemari? Maaf sudah membuatmu harus membereskan tempat ini setiap saat." Tambahnya.

Mion menggeleng,
"Aku hanya sedang banyak waktu luang, sebenarnya aku ingin memintamu untuk mengajariku beberapa mantra sihir. Tapi itu bisa nanti saja."

Yoongi meliriknya sejenak kemudian kembali fokus.

"Itu tidak sulit, kau hanya perlu membaca materi itu sebanyak dua kali kemudian pahami maknanya lalu praktekkan. Jika hasilnya kurang bagus kau bisa mengulanginya lagi. Pasti kau bisa." Ia mengatakan hal itu begitu yakin bahwa Mion dapat menguasai seluruh mantra sihir.

Mereka diam sejenak sementara Mion sibuk dengan pikirannya, memikirkan yang dikatakan Yoongi benar adanya, ia hanya perlu memahami materi agar bisa melakukan mantra sihir yang belum ia bisa.

"Boleh aku jujur padamu?" tukas Yoongi.

Mion mengangkat wajah, melihat mata Yoongi yang tampak gusar, perlahan gadis itu dapat merasakan apa yang sedang dirasakan oleh lelaki itu.

"Kamu takut?" tanyanya.

Yoongi mengangguk,

"Apa karena mereka memintamu untuk ikut tampil di acara musikal kita?"

"Bukan..."

Yoongi tertunduk, ia tidak mau menatap gadis itu setelah melihat tatapan bingung dari gadis tersebut.

"Mungkin aku harus keluar dari Anima sesegera mungkin. Aku hanya ingin memberitaumu tentang itu. Mungkin saja kita tidak akan bertemu lagi. Bisa sampaikan ke teman-temanmu yang lain kalau berita ini bisa membantu mereka."

Sontak Mion terdiam, perlahan ia menjadi salah tingkah dan matanya memerah, ia berdiri dari sofa namun tidak mampu untuk melangkah pergi. Yoongi dapat melihat ia menghapus bulir air matanya.

"Aku tidak punya apa-apa untuk dikatakan. Aku akan pergi." Ujarnya.

Buru-buru Yoongi menghampiri,
"Tunggu, tunggu. Kenapa kau menangis?"

Yoongi menghela napas,
"Dengar ...."

"Aku tidak mau," tiba-tiba gadis itu mulai merengek seperti anak kecil yang akan ditinggalkan orang tuanya.

"Boleh aku menemuimu setelah pelatihan ini?"

Ia mengangkat kepala, menatap wajah serius dari Yoongi, ia berusaha keras untuk berhenti menangis.

"Aku akan menemuimu terus sampai kamu mengerti." Sekarang Mion tampak seperti ingin menangis lagi.

"Aku tidak mengerti mengapa kau begitu cengeng, Demi Tuhan!" Yoongi mulai meninggikan suaranya.

Dia sudah mulai kehilangan kesabaran dan menjadi gusar, namun ia mencoba terlihat tenang dengan kembali menghela napas.

"Maafkan aku. Aku hanya merasa bahwa inilah yang terbaik, tetapi ini bukan berarti kita tidak berteman. Aku hanya tidak ingin membahayakanmu. Ayolah, jangan menangis. Nanti setelah semua masalahku selesai, aku akan-"

"Kapan masalahmu selesai?" Mion memotong,
"Aku tidak pernah berpikir bahwa kita berteman. Aku tidak seperti orang normal lainnya, aku aneh dan tidak menyenangkan. Aku bukan orang yang ingin dijadikan teman oleh siapapun. Lagipula kita baru saja bertemu, dan-"

"Tidak." Lelaki itu memotong dengan cepat.

"Kita sudah bertemu lama. Dua tahun yang lalu, setelah aku lulus dari Anima, aku mencoba transformasiku dan aku tidak sengaja terbang terlalu jauh dan terlalu lama. Tanpa sadar aku melewati sebuah hutan dimana banyak orang sedang berburu. Seseorang hendak menembakku lalu aku terbang semakin jauh hingga aku lupa dimana diriku ...."

"Aku tidak terluka, tapi aku sangat ketakutan. Aku jatuh di bawah pohon, dan aku melihatmu sedang bermain boneka. Sendirian."

Mata Mion kembali berkaca-kaca
"Burung Robin di bawah pohon mangga waktu itu ...."

"Kau menyebut namamu," timpal Yoongi.

Mion tampak berusaha untuk tidak kembali menangis, ia menghapus air matanya dengan lengan seragam miliknya. Yoongi meringis, ia mengambil selembar tisu dan menyerahkannya pada Mion.

"Aku sudah mengatakan padamu. Jangan sekali-kali kau menggunakan bajumu sebagai lap, itu jorok." Katanya.

Gadis itu kembali tertunduk kemudian mengangguk,
"Datanglah setiap hari dan setiap saat. Aku akan menunggumu kapanpun."

Yoongi kembali mendengus kemudian tersenyum, agaknya Mion tidak pernah melihatnya tersenyum begitu lebar.

"Terima kasih." Katanya dengan tulus.

Mion mengangkat kedua alisnya
"Bagian mana kata-kataku yang membuatmu bahagia?"

"Tidak ada." Jawab lelaki itu sembari berjalan kembali menuju meja kerjanya dan mengerjakan seluruh tugasnya.





[To Be Continue]

[Book 1] Anima : Ark of Sinners [Complete]Where stories live. Discover now