vier

1.6K 119 7
                                    

"Tut uns Leid, Ethan?" tanya Angela malu-malu.

Ethan menggangukkan kepalanya, tersenyum kecil.

"Lo gak tau, gue sampe diskors tiga hari, terus gue nyariin lo, dengan perasaan bersalah." cerita Ethan.

"Intinya gue minta maaf," ucap Ethan setelah ceritanya habis.

Angela menepuk-nepuk bahu Ethan tersenyum, kemudian ia membayar makanannya ke kasir.

"Yuk, jalan-jalan. Mumpung masih pagi," ajaknya halus.

Ethan tersenyum, menggandeng tangan Angela.

Setelah tujuh tahun.

* * *

Kriiiing!

Pagi itu, dorm universitas Ethan cukup berisik dan sibuk—karena entah kenapa, semua alarm berbunyi di waktu yang sama, dan hari ini banyak kelas pagi yang harus diikuti.

Suara bak-buk-gedebak-duak dari luar kamar juga sampai terdengar di kamar Ethan, membuat tidur nyenyaknya terggantu.

Misal saja, di lorong depan, ada seorang lelaki jurusan ekonomi yang sedang meminjam sweater pada orang di sebelah kamar Ethan. Lelaki itu berlari, menimbulkan bising yang tak terkira.

"Ethan, bangun! Udah jam setengah sembilan ini!" seru Louis sambil merapikan rambutnya.

Ia mengambil bantal di atas kasur, kemudian melemparnya ke wajah Ethan tanpa ampun.

"Woi! Muka ganteng gue ini gimana dong?!" gerutunya kesal.

Ethan kemudian mengganti baju tidurnya dengan kaus biasa, dan membaluti badannya dengan sweater andalannya. Tak lupa mengganti celananya menjadi celana training. Pakaian bermalas-malasannya.

Ia lekas menyisir rambutnya kemudian merapihkan buku-bukunya dan mengedong tasnya di bahu kanan. "Ayo, jalan!" serunya.

Louis menatapnya heran, "Gak mandi?"

Ethan menggeleng, dan menunjuk kalendar. Sekarang sedang musim gugur, di mana cuaca akan terasa dingin di pagi hari. Alasan yang cocok agar Ethan tidak perlu mandi.

"Dasar jorok!" komentar Louis, sambil berjalan berdampingan dengan Ethan menuju kampus.

* * *

Hoaaaaahm!

Ethan merenggangkan pinggangnya, kemudian berbaring di atas mejanya, sambil membuka instagram, mencari tahu apa berita yang sedang hitz di tanah air tercintanya—Indonesia.

Matanya tak sengaja menatap seseorang. Ia adalah seorang gadis berdarah asli Jerman, parasnya sangat lugu dan juga lucu dibaluti oleh baju lengan panjang yang kebesaran. Ditambah kacamata dan kepangan dua rambutnya, persis seperti anak kecil.

"Ethan!" seru Louis membuat Ethan tersentak kaget.

"Gue panggil dikacangin terus," gerutu Louis. "Dosennya gak dateng hari ini,"

Ethan menatap Louis tak percaya. Pagi ini ia benar-benar lelah dan capek, dan dosennya bisa seenak jidat tidak datang.

Fak, pikirnya.

Ia kemudian keluar ruangan dengan Louis—kedua lelaki itu berencana untuk tiduran di bawah pohon di tengah taman kampus.

Hoaaaahm!

Ethan membaringkan dirinya di atas rumput, sementara Louis di sampingnya sibuk dengan tugas di laptopnya.

Mata Ethan tertutup perlahan, selagi angin pagi meniup lembut wajahnya. Matanya semakin berat, kesadarannya semakin hilang...

Nach Sieben JahrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang