drei­und­dreißig

113 9 3
                                    

TANGISAN seorang wanita mengisi kekosongan di ruang kerja calon CEO sebuah perusahaan—Zevano.

Angela duduk di atas sofa Zevano, kemudian menangis sepilu-pilunya. Sebagai teman yang baik, Zevano memeluk Angela—supaya tangis gadis itu lekas berhenti.

"Gue gak ngerti, Zevano," isak Angela di sela-sela tangisnya, "Padahal gue ke sini itu bukan tanpa alasan. Gue tau dia akan segera menikah, dan itu alasan gue ke Indonesia, buat menemani dia.

"Tapi kenapa semuanya jadi berat—dan kenapa gue malah menangisi keputusan gue sendiri?"

Zevano mengelus punggung Angela, "Emang begitu cara kerjanya. Sedewasanya lo, setua umur lo, kalau masalah asrama dan cinta kayak gini, lo pasti gak akan bisa berpikir rasional. Jadi, ini wajar."

Brak!

"Oh, gini ya cewe lokal Munich. Mungkin pergaulan kebarat-baratan lo itu terlalu bebas, jadi balik-balik ke Indonesia, lo langsung cus ngerebut cowo orang, ya?" sindir seseorang dari ambang pintu.

Baik Angela dan Zevano sama-sama menengok ke arah pintu kaget, kemudian melepas pelukannya.

"Setelah tujuh tahun berlalu, lo
berubah ya. Datang-datang, lo langsung ngerebut cowo gue?" sembur Raisa marah, "Oh, gue tau. Hari ini Ethan sama Felicia juga pergi keluar kota kan buat acara keluarga. Jangan kira gue gak tau, kalau lo berdua berduaan doang di apartemen!

"Bisa selingkuh sepuasnya, tuh! Gue susah payah kerja di sini, susah payah nyari data klien yang hilang, sementara bos atau calon CEO ini enak-enak selingkuhan sama cewe lokal Munich?"

Zevano berdiri menatap Raisa, "Kamu salah paham, sayang," ucapnya terbata.

"Salah paham gimana? Jelas-jelas aku lihat kamu asyik pelukan sama Angela, sahabat aku sendiri!" seru Raisa.

"Karena itu, Raisa. Angela sahabat kamu, gak mungkin aku selingkuh sama dia."

"Tapi Angela berubah selama tujuh tahun ini, gue bakal udah gak kenal sifat dia lagi!" balas Raisa gusar, "Saya ijin cuti setengah hari, bos!" marah Raisa sambil berjalan keluar kantor Zevano.

Zevano lekas berlari dan mengejar Raisa. Angela menatap kedua pasangan itu.

Ucapan Zevano benar, sedewasa apa pun dirimu, jika sudah menyangkut hal cinta, pemikiran rasionalmu pun tak akan bekerja.

* * *

ANGELA menarik kopernya sedih, melintasi ruang tamu apartemen Zevano.

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, namun apartemen Zevano masih sepi karena Ethan dan Felicia belum pulang dari luar kota. Sementara, Zevano, ia pergi makan malam dengan Raisa supaya gadis itu memaafkannya.

Ia menghela napas sebentar, kemudian berjalan pelan.

Bam!

"A-Angela! Koper itu, buat apa?" tanya Ethan panik dari ambang pintu. Ia lekas berlari dan langsung memeluk Angela.

Angela tersenyum tipis melihat Ethan, kemudian menggeleng, "Gak buat apa-apa, kok. Tenang aja."

"Zevano udah cerita kok, sama gue. Tenang, gue udah pulang. Lo mau ke mana, ke rumah Carly?" tanya Ethan.

Angela tersenyum kecil, kemudian mengangguk.

"Gak usah," ucap Ethan sambil merangkul Angela dan mengangkat koper gadis itu, "Beresin lagi isi koper lo. Gue udah pulang, jadi lo gak usah ke mana-mana."

Nach Sieben JahrenTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon