vierzig

97 6 2
                                    

HARI pernikahan Ethan, pukul empat sore—tiga jam sebelum pesta pernikahan.

Angela mengorek koper dan mengeluarkan gaun terindahnya yang entah mengapa ia bawa dari Munich.

Gaun panjang berwarna biru tua yang anggun, ditambah gemerlap kelap-kelip manik-manik yang menghiasi gaun. Gaya off shoulder  di gaun itu pun cocok pada tubuh Angela.

Brak!

Carly dan Raisa memasuki kamar tidur itu, menatap Angela prihatin, "Lo jadi mau datang?" tanya Raisa.

Angela tersenyum, "Iya, untuk terakhir kalinya gue berada di Indonesia dan bersama kalian. Setelah ini, gue bisa balik ke Jerman dan tinggal di sana."

Raisa memeluk Angela sedih. Begitu pun Carly.

"Udah, udah," ucap Angela sambil melepas pelukannya, "Ayo kita dandan dulu, nanti gak keburu loh."

* * *

CERMINAN dirinya sendiri membuat Angela menatap percaya-tak percaya ke dalam cermin.

Gue beda banget, batinnya.

Rambutnya yang berwarna hitam kecoklatan dicatok curly dan diberi perhiasan yang benar-benar indah, ditambah make-up wajahnya yang tidak terlalu menor namun sangat feminim.

Gaunnya terlihat seperti diciptakan khusus untuk dirinya sendiri, ia terlihat sempurna di dalam balutan gaun itu.

Mungkin inilah hasil riasan dua jam penuh dari Carly yang kini telah menjadikan make up artist sebagai pekerjaan sampingan.

Ia menatap kagum kedua temannya yang juga sudah berdandan begitu cantik, tak bisa ia sembunyikan senyumannya.

"Iya, tau kok lo cantik. Jangan sampai orang salah kira lo pengantinnya lagi," goda Carly tak berdosa.

Angela tersenyum tipis mendengar ucapan Carly.

"Ayo, berangkat! Nanti kita terlambat loh, ke pernikahannya Angela," goda Carly lagi.

* * *

ETHAN sudah lelah berdiri selama satu jam ini.

Resepsinya telah berjalan dengan lancar, dan sekarang waktunya para tamu untuk makan.

Ia duduk di atas 'singgasana'-nya dengan tegang, matanya mencari-cari sesuatu di antara ballroom mewah itu.

Para sahabatnya tidak datang.

"Aduh, jadi ini putra Aditya Clayton? Ternyata ia sangat tampan," puji salah satu teman pebisnis Reza.

"Tentu saja, itulah salah satu alasanku memilihnya sebagai menantuku. Aku tidak akan salah pilh," balas Reza angkuh.

Pebisnis itu tertawa, kemudian menyalami Ethan dan Ellen dan berjalan turun panggung.

"Kau senang?" tanya Ethan sambil menatap lurus ke arah ballroom.

"Kuharap kau tidak sedang mencari wanita lain bahkan di hari pernikahanmu sendiri," jawab Ellen datar.

"Begitu pun dirimu. Kau tengah mencari kekasihmu, bukan?"

Ellen mengangguk, kemudian tiba-tiba berdiri.

"Angela datang," bisiknya.

Ethan membulatkan matanya, kemudian melirik jam dan ikutan berdiri.

Gadis itu tersenyum tipis, meski Ethan merasakan kepedihan di hatinya. Ia berjalan naik ke atas panggung.

"Selamat Om, Tante," senyum Angela sopan pada Reza dan Reta.

Nach Sieben JahrenKde žijí příběhy. Začni objevovat