neunundwanzig

115 8 2
                                    

PUKUL tujuh pagi, namun Ethan telah meninggalkan apartemen Zevano yang berisik dan sibuk karena mencari dirinya.

Bukan apa-apa, tetapi ibunya-Lalisa dan Reza sudah menyuruhnya untuk datang ke salah satu desainer ternama di kota untuk mencoba jas di hari pernikahannya nanti.

Ethan turun dari mobil sport mewah milik Reza, kemudian mengunci mobil itu dengan sensor otomatis dalam fitur mobil itu.

Dengan langkah cepat, ia memasuki ruko di mana desainer itu menyimpan hasil karyanya, dan segera naik ke lantai dua—di mana mereka akan mencoba baju.

Benar saja. Lalisa, Ferdinand, Reta, Reza, dan tentunya calon pengantinnya sendiri—Ellen telah sampai.

"Hari pertama datang ke sini, sudah mengambil mobilku, ya? Namun tak apa, karena kau adalah calon menantuku. Mobil rongsokan itu kuberikan padamu. Toh, harganya cuma dua milyar," sapa Reza dengan cara yang tak lazim.

Ethan tak lagi memedulikan omongan Reza, ia langsung menatap lurus sang asisten desainer di sampingnya, "Mana, setelannya?"

Dengan gesit, sang asisten segera mengeluarkan lima model setelan berwarna hitam dan menggantungnya di depan Ethan.

"Oh, tidak. Putriku menginginkan setelan calon suaminya berwarna putih. Betul bukan, Ellen?" tanya Reza sambil menoleh ke arah Ellen—yang tentunya sibuk memainkan ponselnya.

"Bagaimana jika Ellen juga ikut mencoba gaun?" potong Reta.

Asisten kedua desainer lalu mengajak Ellen untuk memilih gaun yang gadis itu sukai, sementara asisten pertama mengganti setelan-setelan itu dengan setelan berwarna putih.

Ethan mengambil sebuah jas dan segera mencoba di ruang ganti. Dengan secepat kilat ia keluar dari ruang ganti, dan hasilnya-

"Keren, tampan!" puji Reza kagum, "Tak salah putriku memilih suami setampan ini!"

"Anakku begitu tampan," senyum Lalisa sambil memasangkan Ethan dasi.

Ferdinand mengerucutkan bibirnya—merasa iri kepada kakaknya yang terus-terusan dipuji, "Aku duluan." pamitnya sambil keluar dari ruko itu.

"Reta!" panggil Reza, "Apakah kau setuju dengan jas ini?" tanyanya sambil menunjuk Ethan.

"Bagus," senyum Reta tipis, "Aku akan mengecek putriku." ucapnya sambil berlalu.

Lima menit berlalu, dan Ellen akhirnya datang dengan gaun pernikahan berwarna putih yang cantik, dihiasi dengan manik-manik.

"Cantiknya putriku," senyum Reza, "Cantiknya calon menantuku," timpal Lalisa.

"Bagaimana jika kalian berdiri bersebelahan, dan akan kulihat apakah cocok?" pinta Reza, "Baiklah, kami sewa yang ini," ucapnya pada desainer setelah melihat-lihat sebentar.

Ethan dan Ellen segera mengganti baju mereka, dan duduk bersama keluarga mereka.

"Udah selesai, udah boleh pergi?" tanya Ethan dingin.

Reza menggeleng, "Lihat, sudah pukul dua belas siang. Bagaimana jika kita makan siang bersama?"

"Kalian memaksaku kembali ke sini, dan bahkan kalian tidak memberiku kesempatan untuk menjenguk ayahku?!" sembur Ethan kesal, "Tolonglah!"

"Pada waktunya nanti, kau akan bertemu ayahmu. Sekarang, mari kita makan siang bersama."

* * *

"Ya, orang-orang jahat ini gak membiarkan aku istirahat sehabis jet-lag, bahkan mereka gak kasih aku ketemu sama Papa."

"Sabar, adikku. Inilah tanggung jawab sebagai anak laki-laki pertama dalam keluarga."

Nach Sieben JahrenWhere stories live. Discover now