fünfund­dreißig

92 6 6
                                    

HARI ini harinya.

Hari pertunangannya dengan Ellen.

Ethan menatap dirinya yang dibaluti jas pertunangannya yang sudah dipilih oleh Reza. Ia merapikan jasnya melalui cermin.

Ia melirik arloji yang melingkar di tangan kirinya. Waktu masih menunjukkan pukul lima subuh, namun ia sudah bersiap sejak tadi.

Menurutnya, semakin pagi ia bersiap, semakin pagi ia bisa meninggalkan apartemen Zevano. Dengan ini, ia bisa menyelinap keluar tanpa diketahui Angela.

Tangannya mengocek kantungnya yang berisikan dua boks cincin yang akan ia pakai untuk melamar Ellen. Ia meletakkan cincin milik Angela, dan memasukkannya ke dalam lemari.

Ethan membuka boks itu dan melihat cincin berlian yang berkilauan—menyilaukan mata. Ia menatap yakin dirinya di depan cermin, kemudian menyemangati dirinya sendiri.

"Zevano," panggil Ethan sambil mengguncang-guncang tubuh sahabatnya, "Bangun sebentar, dong."

Zevano membuka matanya sedikit, dengan kesadarannya yang masih setengah, "Rapih banget lo pagi-pagi, hari ini harinya?" tanyanya beberapa saat kemudian.

"Iya," jawab Ethan lesu, "Gue boleh minta tolong gak sama lo?"

"Minta tolong apaan?"

"Hari ini, tolong ajak Angela ke kantor lo. Suruh kerja apa aja deh, boleh. Yang penting jangan sampe dia curiga ke mana gue sama Felice pergi," pinta Ethan.

"Tolong deh, Than. Dulu lo backstreet sama Angela dan mati-matian nyembunyiin dari Ellen. Sekarang lo backstreet sama Ellen dan nyembunyiin dari Angela. Sadar dong, Than. Lo udah dewasa sekarang, mungkin ini waktunya bagi lo berdua buat saling terbuka satu sama lain," ujar Zevano, "Angela juga bukan anak kecil yang harus gue urus ketika lo gak ada, kan."

"Tapi lagipula, pernikahan gue sama Ellen ini kan bukan atas keinginan gue sendiri," jawab Ethan, "Tolong gue lah bro."

Zevano menghembuskan napas pelan, kemudian menatap tajam kedua mata Ethan, "Kali ini doang," ujarnya, "Lagipula kalo sampe Raisa marah dan ngambek lagi sama gue, dan dia sampe minta putus, cewe lo ganti buat gue ya."

Ethan mengangguk pasrah, "Deal."

* * *

SEBETULNYA Ethan cukup merasa bersyukur kali ini, karena Reza memutuskan untuk mengadakan pesta pertunangannya dengan Ellen di kediaman mewah milik Reza.

Mobil Ethan diparkirkan di garasi rumah Reza, dan Ethan bersama Felicia segera masuk ke dalam rumah mewah itu.

Setelah beberapa menit berputar-putar di rumah besar itu, mereka akhirnya menemukan Reza di ruang tamunya.

"Ah, calon menantuku sudah datang," sambut Reza riang, "Aku tidak percaya akan segera memiliki menantu setampan dirimu. Ayo, pestanya kuselenggarakan di teman."

Ethan mengangguk—kemudian berjalan menuju taman sementara Felicia sudah menuju taman duluan.

Sstt!!

Sebuah bisikan membuat Ethan menoleh, dan sebuah lengan menarik Ethan ke dalam lorong yang gelap nan sunyi.

Ethan menghembuskan napas kaget menyadari betapa gelapnya lorong ini. Terlebih, suasananya cukup suram bak di film-film horror.

"Gue gak percaya lo akan benar-benar menikah sama kakak gue."

"Lo siapa?"

Gadis di hadapan Ethan segera menyalakan lampu portabel dari ponselnya, dan Ethan segera mengenali perempuan di hadapannya.

Nach Sieben JahrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang