zweiundzwanzig

145 14 7
                                    

UNTUK kedua kalinya dalam hidupnya, Ethan bangun dengan rasa semangat untuk pergi ke kampus.

Pertama kalinya, ketika hari pertama ia datang ke universitas ternama Munich ini. Melihat lingkungan dan fasilitas yang sangat mewah, membuat Ethan yang berusia delapan belas tahun silam sangat bersemangat untuk belajar di universitas ini.

Namun Ethan tidak merasa sebahagia hari pertama ia datang ke sini. Dirinya menyadari bahwa ia akan meninggalkan negeri ini dan kampusnya yang telah menjadi rumah keduanya selama enam tahun lebih.

Ethan memang tidak sebahagia itu.

Hari ini hari terakhir, dan ia tidak bisa rela melepaskan Munich tanpa rindu di hatinya.

Ethan bergegas merapihkan buku kedokterannya, lalu dengan senang hati memasukkannya ke dalam tas. Hari terakhir bersekolah.

"Kebanyakan orang milih buat jalan-jalan di hari terakhirnya, dan lo masih ngotot mau ngampus sementara pesawat lo jam sembilan malam?" tanya Louis membuka pembicaraan.

"Setelah dewasa, gue bisa ke sini lagi buat jalan-jalan. Tapi ngampus di sini, cuma kali ini, Lu."

"Gimana, lo udah kasih tau Angela kalo lo mau balik ke Indonesia?" alih Louis datar.

Ethan serasa tercekat mendengar pertanyaan Louis. Sudah dari malam hari ia memikirkan hal ini, dan hal ini tidak membuat ia sebahagia dulu.

Meski pun ia marah pada Felicia, omongan Felicia tetap terngiang-ngiang di kepalanya.

"Enggak, buat apa? Lagian, dia udah bahagia kali di sini sama Hubert, gue kembali ke Indonesia pun gak ada efeknya buat dia." balas Ethan tersenyum muram.

"Jadi lo beneran gak mau kasih tau dia? Dia pasti bakal nyariin lo, Ethan. Gue berani bertaruh."

"Dia udah bahagia sama Hubert. Dia udah gak peduli lagi sama gue, gue lihat pake mata gue sendiri lewat ponselnya Felicia."

"Tapi lo tau kan, kalo Felicia itu bohong?"

"Felicia gak bohong. Ucapannya emang benar. Gue cuma budak cinta yang dibutakan," ucap Ethan sambil menghela napas.

"Ethan!" panggil Louis kesal sambil menepuk pundak kawannya itu, "Percaya sama gue, lo harus kasih tau Angela. Sebagaimanapula, dia kan juga teman lo," saran Louis.

Ethan menggelengkan kepala mendengar ucapan Louis, namun mulutnya berucap, "Iya, nanti gue kontak dia."

* * *

BLURB!

BLURB!

"Gue gak pernah mengerti kenapa tahun kelima fakultas kedokteran harus ada pelajaran meracik obat bius. Gue kira ini materi para farmasi," keluh Ethan sambil menakar dengan teliti.

"Entahlah," jawab Louis ragu, "Mungkin universitas ini ingin para lulusannya selalu siap siaga saat keadaan tertenu, itulah mengapa gue suka universitas ini."

"Tapi ini kan merepotkan, dan gue benar-benar gak ngerti tentang materi ini," gerutu Ethan kesal.

"Udahlah, Ethan," hibur Louis, "Mungkin lo cuma sedih karena lo akan segera balik ke Indonesia. Nikmati pelajaran terakhir lo di kampus ini, oke?"

Ethan menghela napas sedih, "Oke."

"Omong-omong," bisik Louis, "Felicia ngeliatin lo mulu. Lo berantem, kan, sama dia? Apa gak sebelum lo balik ke Indonesia, lo baikkan dulu sama dia, agar semuanya beres?"

Nach Sieben JahrenWhere stories live. Discover now