Prolog

31.5K 1.3K 9
                                    

Demi kelanjuttan cerita ini, di mohon vote sebelum membaca setiap bagiannya. Terimakasih❤

***
Ku genggam erat tangannya seolah tak ingin dia jauh-jauh dariku. Sambil sesekali aku mengusap-usap rambutnya lembut, aku tahu itu salah satu hal favoritnya saat bersamaku.

"Kamu gak bosen aku kasih boneka gratissan begini?" Tanyaku sambil melihat matanya.

Sedangkan matanya tak lepas memandangi boneka yang baru saja aku dapatkan dari mesin boneka yang berada di Time zone, dia tersenyum lalu menatapku sejenak dan menggeleng manis.

"Aku selalu suka. Makasih." Ucapnya lalu kembali mengeratkan genggaman kami.

Aku suka cara dia memandangku, caranya yang selalu bersyukur , menerima apa adanya diriku dan berterimakasih atas apa yang aku berikan padanya, dari hal terkecil sekalipun.

"Hari ini aku gak bisa nemenin kamu ke toko buku. Aku ada kerjaan OSIS, udah janjian sama anak-anak yang lain. Aku langsung anter kamu pulang aja ya?" Ucapku saat kita mulai turun dari lantai 2.

"Aku ke toko buku sendiri gakpapa."

"Besok aku temenin, hari ini gak usah ke toko buku dulu."

Tangannya berlahan menuju pipiku dan mencubitnya gemas. Aku hanya mengkerutkan kening bingung.

"Sebentar lagi tahun ajaran baru. Kerjaan OSIS pasti banyak. Besok pasti kamu masih harus balik ke sekolah. Lusa kita udah masuk sekolah lagi. Kalok kamu anterin aku ntar kamu gak ada waktu istirahat. Udah, aku bisa sendiri kok ke toko buku." Ucapnya yang selalu meyakinkanku bahwa dia bisa sendiri.

"Lagi lagi aku gak anterin kamu pulang-"

"Kamu bukan supir aku, sayang." Jawabnya sambil terkekeh.

"Tapi kan aku-"

"Udah buruan sana berangkat, nanti macet, kamu telat, kamu ngebut, aku gak mau kamu ngebut ya." Omelnya yang selalu membuat senyumku berkembang.

"Iya, iya. Kamu hati-hati pulangnya. Jangan sore-sore." Ucapku ketika sudah sampai pintu keluar.

"Oke. Kamu juga hati-hati jangan ngebut."

"Iya bawel." Ucapan terakhirku, sebelum aku melangkah pergi.

***

Hampir 3 tahun kami menjalin hubungan, hal yang paling istimewa buatku adalah waktu liburan. Dimana aku bisa lebih lama berada di sampingnya, lalu menggenggam tangan mungilnya.

Tak banyak orang yang tau tentang hubungan kami, walaupun kami sudah berpacaran dalam waktu yang terbilang lama. Apalagi saat kami masuk Sekolah Menengah Atas. Sifat Riana yang tidak suka menjadi pusat perhatian, menyuruhku untuk diam dan tidak begitu frontal mendekatinya di sekolah, bahkan dia menyuruhku untuk bungkam dan tidak membeberkan hubungan kami.

Hari pertama kami masuk jenjang SMA Riana menarikku ke parkiran. Aku bahkan tidak bisa menebak apa maksudnya membawaku ke sana.

"Jangan terlalu dekat-dekat kalok lagi di sekolah." Ucapnya sambil menunduk.

"Kenapa?" Jawabku sambil menyentuh bahunya.

"Aku gak suka jadi pusat perhatian. Lebih baik kamu cari teman sebanyak mungkin, jangan terlalu pikirin aku atau nempel aku terus. Aku juga bakal cari temen." Perkataannya yang tak ku mengerti, membuatku tak nyaman mendengarnya.

"Hah? Aku gak setuju."

"Banyak yang mau jadi temenmu. Bahkan mereka berebut buat kenalan sama kamu. Fokus perbanyak teman aja dulu. Aku juga mau cari teman di sekolah baru." Sela Riana, dengan alasan konyol supaya kita memiliki jarak waktu disekolah.

Aku menghela nafas pasrah.

"Yaudah kalok itu mau kamu." Ucapku lalu meraih tangannya dan mengajaknya untuk kembali masuk ke gedung sekolah.

Tapi, dia tidak bergerak sama sekali. Aku menoleh bingung.

"Kalau di tanya sudah punya pacar apa belum, jangan sebut nama aku ya." Aku mengkerutkan keningku yang semakin bingung.

"Kenapa?"

"Menurutku kamu bakal jadi pusat perhatian sekolah. Apalagi semenjak kepala sekolah mengumumkan kalau kamu peraih nem tertinggi yang masuk sekolah ini." Jelasnya dengan tatapan sendu, gelisah dan tidak percaya diri.

"Terus kenapa aku harus ngehindar dari kamu? Bahkan aku gak peduli sama mereka, yang." Ucapku meyakinkan dia.

"Iya Rio, kamu selalu prioritasin aku. Tapi kamu gak bisa terus-terussan nempel aku terus. Kamu tau aku gak suka jadi pusat perhatian?"

Aku terdiam, lalu menariknya dalam dekapanku.

"Maaf kalok aku selalu bikin kamu kurang nyaman-"

Riana menggeleng cepat.

"Bukan gitu maksud aku. Aku mau kita juga bisa perbanyak teman dan gak terlalu banyak bareng-bareng kalok lagi di sekolah."

Aku menghembuskan nafasku berat. Lalu mengangguk.

Kadang aku susah memahami maksudnya. Kadang, aku juga takut salah memahaminya. Aku takut tindakanku menyakitinya. Karna aku benar-benar sudah jatuh cinta padanya.

***
Tbc?
Karya ke-3 setelah I love my step brother. Enjoy:)
[1 Desember 2017]

Silent ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang