Bagian 6

7.8K 392 1
                                    

Aku diam, aku acuh, aku tidak peduli, bukan berarti aku tidak merasakan usahamu, aku hanya ingin tau seberapa jauh kau memperjuangkanku.

***
20 Agustus 2015

Riana terisak kencang di pelukan Rio bahwa dirinya baru saja tenggelam. Hampir 30 menit masih dalam posisi yang sama. Rio hanya bisa mengusap punggung Riana sambil terus menenangkan gadis itu.

Riana sempat tidak sadarkan diri karna terlalu banyak meminum air kolam. Setelahnya sadar gadis itu malah menangis tak berhenti.

"Aku udah disini Riana. Sudah ya, kamu udah aman. Gak perlu takut lagi."

Riana masih menggenggam erat ssragam Rio yang juga basah. Tidak mau sedetikpun melepas genggamannya pada laki-laki itu.

"Aku mau pulang." Rengeknya. Rio hanya tersenyum geli, baru kali ini ia melihat Riana yang benar-benar trauma dan langsung bersikap manja padanya.

"Iya aku antar pulang. Aku izin ke guru dulu ya."

Pengambilan nilai renang memang sudah menjadi beban pikiran Riana sejak awal. Riana sama sekali tidak bisa berenang, tapi ia juga tidak mengatakan pada guru Olahraganya bahwa ia tidak bisa berenang. Akhirnya saat pengambilan nilai di lakukan Riana dengan nekat berenang hingga ketengah kolam dengan kedalaman lebih dari 3 meter. Karna panik dan gerakan renang yang sangat fatal membuat dia tenggelam di tengah kolam. Rio baru mengetahuinya saat melihat Riana tidak menyusul teman-temannya.

Bahkan saat guru Olahraganya juga menyadari itu dan hendak menolong Riana, Rio lebih dulu loncat ke dalam kolam dan segera menemukan gadis itu.

"Aku mau muntah, aku minum air kolam terlalu banyak." Ucapnya sambil memukul-mukul dadanya.

Rio terkekeh "Jangan dipukul terus, sakit nanti kamunya." Rio meraih tangan Riana untuk menghentikan gadis itu memukul dada.

"Biarrin, apa urussanmu." Ucap Riana acuh ia menarik tangannya dari genggaman Rio sambil terus mengambil nafas panjang dan membuangnya.

"Sejak saat itu, aku merasa kamu sudah menjadi urusanku." Riana mengkerutkan keningnya bingung, gerakan memukul dadanya juga memelan.

"Aku mau telpon mama aja. Aku bisa pulang sendiri, makasih udah nolong aku." Riana beranjak dari duduknya, lalu jalan sempoyongan menuju ruang ganti.

Meyakinkan Riana dan mengambil hati gadis itu memang benar-benar susah, sedangkan Riana dengan gampangnya membuat jantung Rio berpacu cepat saat berada di samping gadis itu.

Terkadang ia juga mencoba untuk mengkode Riana dengan keras, namun reaksi gadis itu selalu saja menghindari pernyataan cintanya.

Kamu yang memulai pertemuan, tapi kamu juga yang tidak mau tanggung jawab karna sudah memulainya. Mengingat bahwa dulu Riana datang padanya, membuat ia yakin bahwa ia bisa dengan mudah mendapatkan gadis macam Riana. Ternyata salah, Riana hanya menganggapnya tak lebih dari teman dan kenyataannya, meyakinkan Riana untuk menjadikan Rio teman dekatnya memang sangat sulit.

***

"Riana tunggu." Rio masih dalam keadaan rambut basah dengan kaos putih dan celana renangnya.

"Rio! Kamu ngapain? Sana ganti, kamu gak malu di liatin yang lain?"

"A-aku cuma khawatir. Kamu mau ngapain nyebrang? Mau naik bus? Mamamu mana?"

Silent ✔Where stories live. Discover now