Bagian 7

7K 411 0
                                    

Aku mencintaimu dengan hati,
bukan nafsu.

***

Misscall 25
Message 20
Rio: Aku udah di depan rumah.
Rio: P
Rio: P
Rio: kamu lagi poop ya? Wkwkwk.
Rio: Kok gak ada yang bukain ya?
Rio: Kamu gak ketiduran kan?
Rio: Lampu depan belom di nyalahin.
Rio: Yang.. gelap.
Rio: Rianaaaaa..
Rio: Ada yang merhatiin aku dari jauh.
Rio: bukain pintu cepet.
Rio: An.. dia melotot massa.
Rio: Bukain yangg, dia jalan ke arahku.
Rio: Mampus dia malah lari.
Rio: Makin deket yanggggg.. peyang.
Rio: Yanggg aku di cekek malingggg.
Rio: Aku udah gak k—uaaat.
Rio: Tolong.. telpon—
Rio: Mekdi
Rio: MasyaAllah bener-bener kebo.

Riana segera loncat dari kasurnya melihat jam sudah pukul 19.55 dan spam chat dari Rio.

Riana menyalakan semua lampu di rumahnya. Ia lupa bahwa tadi ibu dan ayahnya izin untuk pergi hingga larut malam, menunggu sore malah membuatnya ketiduran hingga pukul 7 malam.

"Sapu." Ucapnya kebingungan mencari sapu, lalu mengambil kunci rumah di samping kamar orang tuanya.

"Maaf Rio. Semoga dia gak kenapa-napa." Berlahan ia membuka pintu rumah, dari bayangan gerbang rumahnya terlihat motor Rio disana. Buru-buru Riana segera membuka gerbang, tak lupa ia was-was sambil memegang gagang sapu.

"Rio.." panggilnya sambil menengok kanan-kiri.

"Rio kamu dimana?" Riana mencoba untuk jalan lebih keluar dari gerbang rumah.

"Rio jangan main-main. Udah malem. Buruan keluar." Ucapnya masih was-was. Tapi tak ada sosok Rio disana.

Riana menurunkan sapunya. Lalu menoleh kanan kiri.

"Aku masuk lagi ya! Gak aku bukain." Ucap Riana mengancam karna penasaran Rio yang sedang mengerjainya, ia memilih untuk mengunci Rio di luar.

Saat Riana berbalik untuk masuk ke dalam rumah—

BAAAAAAA..

Riana langsung menjerit keras, spontan Rio langsung membawa Riana dalam dekapannya untuk memperkecil teriakan gadis itu.

"Astaghfirullah. Suaramu kenceng juga ya kalok jerit."

"Jantungku, jantungku mau copot." Mata Riana sudah berkaca-kaca karna kaget melihat Rio di belakangnya.

"Kalok copot ya pasang jantung aku." Ucap Rio sambil terkekeh.

"Gak lucu."

"Tapi serius deh, baru kali ini aku denger kamu jerit. Lucu."

"Gak ada yang lucu." Ucapnya setelah itu langsung masuk kembali ke dalam rumah.

***

"Hampir sejam loh aku nunggu. Eh— gak hampir. Emang udah sejam." Ucapnya setelah melihat jam tangan.

"Belom mandi kan pasti?" Lanjut Rio yang melihat Riana masih menyender di bahunya.

"Belom. Semenit lagi. Detak jantungku masih belom stabil." Rio tertawa sambil mengacak-acak rambut Riana.

"Hahaha, abisnya kamu lama banget bukainnya. Kalok aku di cekek maling beneran gimana? Ntar gak ketemu aku, kangen. Rindu itu berat An." Riana menghela nafasnya, sejam Rio menunggu ia sudah yakin dengan kesabaran Rio menghadapi Riana.

"Apaan sih, dasar." Riana terkekeh melihat Rio yang sedang membuatnya untuk tertawa.

"Yaudah sana mandi. Abis itu sholat. Aku tunggu disini."

"Aku lama gakpapa? Kamu udah sholat isya?" Tanya Riana.

"Gakpapa, udalah di masjid pas nunghu kamu kelamaan."

"Hehehe, maaf ya. Kalok mau nyemil sama buat minum langsung ambil aja. Sambil nonton Tv juga boleh. Tapi gak boleh ngegame! Tadi udh ngegame kan?"

"Iya yang."

"Okedeh." Riana segera masuk ke dalam kamarnya dan bergegas mandi.

***
Hampir 20 menit Rio jempalitan sendiri karna Riana yang begitu lama. Sudah bolak balik ia mengambil minum di dapur tapi tak juga mengurangi rasa bosannya.

"Masih lama gak?" Teriak Rio.

Tak jawaban.

Rio memilih untuk naik ke lantai 2 dimana letak kamar Riana ada disana.

"An.." panggilnya sambil mengetuk pintu.

"Masuk aja." Rio membuka pintu kamar Riana dan langsung tiduran di kasur.

"Ayok." Ajaknya.

"Iya. Bentar."

"Udah jangan cantik-cantik."

"Emang aku cantik?" Tanya Riana mendadak.

"Ya, cantiklah." Jawab Rio masih dalam posisi berbaring menghadap Riana yang masih duduk di depan cermin.

"Aku cuma modal lip ice doang loh. Gak dandan. Kamu gak malu apa?"

Rio langsung tertawa keras.

"Kok ketawa." Riana berbalik, duduk mengarah ke Rio.

"Ya, pertanyaan kamu aneh."

"Aku cuma ngeliat kenyataan. Kadang di deketmu aku masih suka minder dan selalu banding-bandingngin diriku sama yang lain. Yang jauh lebih baik dari aku."

Rio mengubah posisinya duduk. Ucapan Riana semakin memelan. Berlahan Rio berlutut di depan Riana.

"Seharusnya malam ini kita seneng-seneng. Kenapa harus ngungkit hal yang gak penting gini?" Ucapnya sambil menggenggam tangan Riana.

"Karna selama ini, hal itu udah jadi beban pikiranku. Aku selalu bebannin kamu. Aku selalu diem dan gak mau ngelejasin seutuhnya ke kamu. Aku bingung ngomongnya, bingung jelasinnya kadang kamu gak dengerin ucapan aku juga."

"Malah justru aku yang mikir, aku jadi beban buat kamu. Bukannya aku gak dengerin kamu An, aku cuma bingung memahami kamu. Aku takut salah pengertian dan malah ngelukain kamu. Disisi lain kita saling ngejaga hati satu sama lain. Tapi cara kita salah. Aku dengerin kata-katamu. Kamu nyuruh aku buat ngejauh di sekolah? Walaupun aku gak ngerti maksud dan tujuan aslimu, tapi aku tetep lakuin apa yang kamu mau kan? Please jangan buat aku jadi salah ngertiin kamu gini. Cukup ngomong apa adanya, aku pasti bakal ngertiin."

"Iya." Jawabnya sambil menunduk.

"Dan satu lagi. Aku milih kamu karna aku bener-bener serius ngejalanin hubungan sama kamu. Kalok kamu tanya aku, Malu apa enggak aku jalan bareng sama kamu dalam posisi kamu gak berdandan, aku bakal jawab 'gak masalah.' Listen An, aku mencintaimu karna hati, bukan nafsu. Jadi aku gak butuh kamu dandan, tapi aku juga gak ngelarang kamu buat dandan, karna itu hakmu."

"Jangan suka banding-bandingin dirimu sama orang yang jauh lebih baik dari kamu. Karna hal itu gak bakal ada habisnya, itu malah buat kamu semakin minder. Jadi, aku mau kamu cukup jadi dirimu sendiri, rubah sikap dan sifatmu kalau kamu merasa itu masih buruk. Mereka yang kamu anggap lebih baik dari kamu, juga bukan manusia yang sempurna. Kamu ngerti'kan sekarang?" Lanjut Rio.

Mendengar penjelasan Rio yang sangat dewasa membuat Riana langsung terisak. Bagaimana bisa Tuhan memberikan sosok Rio yang hampir sempurna untuk dirinya yang masih sering tidak percaya diri.

"Sini peluk." Rio membawa Riana dalam dekapannya.

"Kalok ada masalah, apa beban pikiran cerita aja ke aku. Jangan di pendem sendiri." Ucapnya sambil mengelus punggung Riana yang masih terisak.

"Jangan tinggalin aku." Ucapnya dalam tangis.

"I will stay with you, Riana." Lalu Rio mengecup kening Riana lembut.

***
[21 Desember 2017]

Jangan lupa vote dan commentnya.
Setidaknya tinggalkan jejak ya💜💙

Silent ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang