Bagian 21

5.7K 253 2
                                    

Hari berjalan terasa begitu cepat. Malam ini Riana hanya menatap langit-langit kamarnya. Moodnya hancur untuk belajar. Sepanjang waktu ia hanya merenungi masalahnya.

Ponselnya ia biarkan mati. Entah mungkin sudah puluhan pesan dan miss call  dari Rio. Tapi otak dan pikirannya ingin tenang tanpa Rio sebentar.

Tangannya menjulur ke atas memperlihatkan kepada matanya akan sosok cincin yang berada di jari manisnya.

"Apa aku bisa bertahan?" Lirihnya.

Riana tersenyum sendu.

"Apa aku seburuk itu ya, apa mereka sebegitu gak sukanya aku punya hubungan dengan Rio?" Lirihnya lagi.

Riana menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Ini yang gampang buat kamu down An. Jangan dengerin apa kata orang. Ini hubunganmu, ini hidupmu, jangan dengerin Ann.. lupain lupainn." Ucapnya menenangkan dirinya sendiri.

"Tapi gak bisa.." lanjutnya gemetar. Ia kembali menangis, hal yang selalu membuatnya down kembali lagi. Ia tak kenal Zoya, ia ingat mobil yang sempat membuatnya basah juga karna gadis itu. Apa segitu bencinya Zoya pada Riana?

***
"Ya!! Aku benci dia! Cantik aja jauh. Mukanya juga pucet. Udah pasti gak ngerti dandan. Bisa-bisanya ngalahin aku yang jauh lebih bagus ini." Gerutu Zoya di depan teman-temannya.

"Dia keliatan takut banget loh tadi Zoy."

"Biarrin, biar kapok sekalian. Sok cantik banget dia dapettin Rio. Sedangkan aku yang ngincer dari kelas 1 aja di cuekkin terus." Kesal Zoya.

"Lagian kenapa harus Rio sih Zoy. Kamu kan banyak yang ditaksir. Masih banyak cowok di sekolah yang ganteng juga. Gak cuma Rio." Sela temannya.

"Semakin dia cuek, semakin dia susah di dapettin. Semakin buat aku semangat buat terus narik Rio biar mendekat. Rio itu cuma lagi nguji aku. Tinggal tunggu tanggal mainnya aja." Jawab Zoya dengan bangganya.

"Satu persatu orang yang dekettin Rio bakal aku singkirin, tanpa sepengetahuan dia pastinya. Apalagi cewek itu. Ngerusak suasana banget!" Ucap Zoya dengan pedas.

***

"Buku udah, pensil udah, bolpen.. nah ini ni. Biasanya suka banyak yang nyolong, bawa satu aja dah. Tipex? Pinjem aja, gampang. Dasi seragam sepatu, bensin motor penuh. Baguss, siap buat sekolah besok. Sekarang waktunya tidur." Ucap Bagas dengan senangnya.

Bagas berjalan menuju kasurnya, namun langkahnya terhenti saat seseorang mengetuk pintu kamarnya.

"Sebentar budhe." Ucap Bagas berjalan menuju pintu. Saat ia buka menampakkan sosok Rio disana.

"Apaan nih?" Ucap Bagas kaget saat Rio main masuk ke kamarnya.

"Woi, udah malem. Pulang sana." Rio sudah berbaring di atas kasur empuk Bagas.

"Heh! Susah nih beresinnya. Minggir-minggir." Usir Bagas sambil menarik Rio untuk kembali berdiri, dan pria itu mengubah posisinya menjadi duduk.

"Ada apa? Ngapain kesini malem-malem?"

Rio adalah tipe orang yang gampang menyalurkan emosinya dengan berbuat yang tidak-tidak. Rio bisa menahan emosi di depan orang lain dengan baik, tapi setelah itu ia bisa melimpahkannya dengan cara yang tidak baik, seperti merokok sampai minum-minum. Tapi itu sangat jarang ia lakukan, ia kadang lebih baik mencari hiburan dengan bermain game. Tapi beberapa waktu lalu Rio pernah kelepasan saat bertengkar dengan Riana, ia minum-minum dan Riana marah besar. Ia tidak mau Riana kembali kecewa karna keteledorannya.

"Jawab kalok di tanya." Ucap Bagas bingung.

"Lagi banyak pikiran. Pengen banget ngerokok."

"Wushh! Aku bilangngin bapakmu nanti." Protes Bagas. Rio tersenyum sendu, Bagas adalah teman yang paling ia butuhkan, Rio sangat beruntung Bagas bisa kembali ke Jogja.

Silent ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang