Bagian 30

5K 314 8
                                    

▷ Ayoo vote dulu sebelum baca ◁

***
"Kamu dari tadi diem mulu. Ada yang ganggu lagi?" Rio memecahkan keheningan pada keduanya.

"Enggak." Jawab Riana seadanya.

"Kamu marah sama aku, karna kejadian tadi?" Tanya Rio lagi.

"Kamu fokus kedepan aja. Aku gak marah." Jawab Riana. Lalu ia merasa tangannya di tarik untuk melingkar di badan Rio.

"Makasih An. Kamu udah buktiin semuanya." Riana tak menjawab ia hanya menghembuskan nafasnya dan mempererat lingkaran tangannya di badan Rio. Ia merasa tak membuktikan apapun pada Rio, ia merasa dirinya begitu pengecut. Selalu menjanjikan dirinya akan terbuka pada umum tapi akhirnya selalu ia tunda-tunda hingga hari inilah puncaknya. Riana tak berhak marah, seharusnya ia malu karna terus memberi Rio harapan palsu.

"Kita mampir makan ya?" Menyadari Rio melontarkan pertanyaan, Riana terkesiap.

"Iya." Jawabnya setelah sadar dari lamunannya.

Riana mencoba melupakan semua bebannya walaupun berat. Ia sudah mulai terbiasa dengan cibiran dan cercaan walau sesekali ia masih suka memasukkannya dalam hati. Tapi tak menyusutkan semangat Riana untuk tetap tegar dan menunjukkan semuanya pada Rio bahwa ia sudah benar-benar mencoba segala hal yang terbaik untuk kelanjutan hubungan mereka.

Rio udah nunjukkin banyak pembuktian ke aku, dan sekarang waktu yang pas buat ngasih pembuktian ke Rio kalau aku juga gak mau kehilangan dia. Ketakutanku ini yang buat sikapku jadi seorang pengecut dan egois.

***

Rio dan Riana berniat untuk latihan hari itu. Membuat Rio harus balik ke rumahnya mengambil gitar sebagai pengiring latihan mereka.

Riana menyiapkan tempat di ruang tamu untuk mereka latihan serta beberapa camilan dan minumnya. Mengingat ini adalah latihan pertama mereka, membuat Riana semakin gugup karna hari H nya berarti semakin dekat.

Terdengar suara motor Rio dari luar rumahnya. Riana segera beranjak dari duduknya dan membukakan pintu untuk Rio.

"Loh hujan?" Tanya Riana melihat Rio setengah basah.

"Hujannya baru kok." Mereka masuk, dan Riana kembali menutup pintu rumahnya. Setelah itu hujan deras turun ditambah suara petir yang bergerumuh menambah suasana hujan semakin jadi.

"Aku ambil handuk dulu." Rio menahan lengan Riana.

"Gak usah. Gak begitu basah kok. Lagian baru kena ujannya di depan gang situ. Gak usah." Sela Rio dan menyuruh Riana duduk di sampingnya.

Rio menyuruh Riana untuk mendengarkan lagu pilihannya, menggunakan earphone milik Rio.

Sembari Riana mulai mempelajari beberapa bagian lagu, Rio mulai sibuk pada gitarnya. Laki- laki itu menyetem senar gitar dengan lihai, yang caranya entah tak dapat di mengerti Riana sama sekali untuk mendapatkan nada yang pas.

Dari samping wajah Rio terlihat serius, seketika senyum muncul dari bibir Riana, jarang sekali ia memperhatikan wajah kekasihnya, yang tak heran dapat membuat gadis-gadis di luar sana, begitu tertarik dengan Rio. Apa dia seberuntung itu?

 Apa dia seberuntung itu?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*abaikan yang belakang*

Berlahan tangannya menyentuh ujung poni Rio yang terlihat mengganggu kenyamanan pria itu. Lalu Rio menoleh, melihat Riana sedang menatap pria itu dalam. Bahkan Rio sempat meleleh di buatnya.

 Bahkan Rio sempat meleleh di buatnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Meletakkan gitarnya di samping. Rio langsung menangkup wajah Riana gemas.

"Aku ganteng ya." Mendengar ucapan Rio. Riana langsung mengubah posisinya duduk menghadap kedepan.

"Orang aku lagi mikir. Ternyata lagu ini yang nyanyi kamu." Mendengar jawaban Riana, Rio langsung mengubah posisi menghadap gadisnya.

"Suka?" Tanya Rio penasaran.

"Suara kamu bagus. Iya, aku suka." Mendengar jawaban Riana, membuat Rio ingin sekali mencium setiap lekuk wajah Riana dengan perasaan berbunganya.

"Rio mukanya merah." Tersadar dengan lamunannya membuat Rio menegapkan badannya dan terkekeh.

"Abisnya aku baper. Hehehe."

***

Dengan perasaan khawatir dan gugup Vanny mengobati luka lebam pada wajah Bagas. Sesekali ia meringis ngeri melihat lebam itu. Tapi itu justru menjadikan hiburan untuk Bagas, melihat wajah Vanny begitu dekat dengan waktu yang cukup lama.

"Bagas jangan liatin aku begitu." Vanny sudah menyadari tatapan Bagas sedari tadi. Tapi lama kelamaan perasaan risih dan gugup membuatnya tak nyaman.

"Terus aku harus liat ke arah mana kalok ada pemandangan yang lebih menarik di depanku." Vanny menekan lebam Bagas sedikit.

"Gak sakit." Vanny menelan salivanya pelan-pelan. Ia memang tak mengerti lagi dengan pria ini.

"Udah selesai." Vanny memasukkan beberapa obat-obaattan yang sempat ia pakai untuk mengobati Bagas ke dalam kotak P3K lagi.

Lalu Vanny beranjak dari duduknya. Mengembalikan kotak obat pada tempatnya. Setelah itu berdiri di hadapan Bagas, seolah menunggu Bagas juga berdiri dari sana.

"Ayo masuk kelas." Ajak Vanny.

"Kamu yakin?" Tanya Bagas lagi. Lalu Vanny mengangguk walaupun ia ragu, memgingat dampaknya setelah kejadian tadi.

Tapi Bagas belum beranjak dari duduknya. Ia hanya mendongak melihat Vanny yang masih menunggunya.

"Ayo Bagas."

"Gak, aku mau disini." Bagas beranjak dari duduknya tapi memilih berbaring di ranjang UKS. Vanny di buat bingung dan mengikuti Bagas dan berdiri di samping ranjang yang Bagas tempati.

"Masih ada jam pelajaran. Tadi bu Rini suruh kita buat—"

Sreeett..

Bagas menarik tirai penutup kubu ranjang daerah laki-laki dan bersamaan dia menarik pinggang Vanny mendekat.

"Bolos sekali gak buat kamu bego." Ujar Bagas dengan jarak yang sangat dekat. Membuat jantung Vanny berpacu cepat karna posisi mereka ini.

Bagas belum melepaskan lingkaran tangannya di pinggang Vanny, dan gadis itu masih belum menunjukkan perlawanan. Dengan hati-hati Bagas semakin mendekatkan jarak wajah di antara keduanya. Rasanya tubuh Vanny kaku dan tak berdaya. Bagas sudah menghipnotisnya dengan tatapan sedekat itu.

Vanny memejamkan matanya saat ia merasa bibirnya sudah menyentuh bibir Bagas. Rasanya tak bisa ia deskripsikan. Hatinya benar-benar hancur menyadari kejadian memalukan dirinya yang hampir rela menyerahkan semuanya pada Rafa saat mereka masih terikat komitmen.

Berlahan Bagas melepaskan ciuman manis mereka dan mendekap tubuh Vanny erat. Seolah tak akan melepaskan ataupun meninggalkan gadis ini lagi.

Terdengar isakkan dari gadis itu. Vanny mempererat pelukannya pada Bagas. Menyembunyikan wajahnya di bahu pria itu seolah ingin melupakan hal rendahan yang pernah ia lakukan.

"Sekarang kamu milikku Van."

***

Oke aku tau ini sedikit banget karna aku lagi gak begitu mood karna leher lagi sakit. Tapi sebisa mungkin aku up buat kalian 😢😢 Buat apresiasinya cukup vote dan komenn 😔😔

[24 Maret 2018]

Silent ✔Where stories live. Discover now