Bos Baru dan Kuntilanak

2.7K 187 12
                                    


Hamburan pertanyaannya tak berhenti bahkan saat Lingga sudah duduk di mejanya dan mempersiapkan catatan untuk rapat mingguan rutin. Sapaan Hendra yang terlalu ramah saat mereka bertemu koridor pun tak mampu mengalihkan perhatiannya. 

Namun di sisi lain otaknya tetap sadar dan dapat memproses ucapan permintaan maaf Hendra kemudian. Dia bahkan menyadari berkata santai bahwa Hendra tak usah merasa bersalah, bahwa dia sudah baik-baik saja. Dia pun masih bisa melihat begitu leganya paras Hendra mendengar untaian kata yang terasa begitu ringan mengalir dari mulutnya.

Ya, Lingga sadar Hendra terhitung dekat dengannya. Satu-satunya rekan kerja dari divisi lain di perusahaannya yang bersukarela makan siang setiap hari. Satu-satunya rekan kerja yang tak segan bercanda hal-hal konyol dengannya. Satu-satunya rekan kerja yang berani meledek kejomloan dan tampilan tomboy Lingga, yang dianggap Hendra sebagai penyebab dari statusnya yang menyedihkan. Satu-satunya rekan kerja yang dapat membuat segala kerisauannya hilang seketika. 

Rekan kerja yang jadi teman, hanya karena terbiasa bersama. Tak perlu usaha lebih.

Tapi kali ini, kehadiran Hendra tak berhasil membuat pikirannya teralih dari rasa aneh yang terus menerus menjalari hatinya. Sampai akhirnya atasannya, Bu Neli Sumirna memanggil masuk ke ruangan manajer. Bu Neli ini, kalau berkata-kata, suka menusuk, heboh kalau sudah panik, dan mendadak genit lincah kalau sudah dipuji Bos Besar. Lingga tahu, Bu Neli yang masih belum menikah ini, naksir Pak Pranadigjaya.

"Lingga, siap-siap kamu menjelaskan rencana proyekmu yang meragukan itu pada Bos Besar kita yang baru," katanya dengan nada nyinyir. Jelas, nyinyir itu bukan untuknya.

"Bos baru?" Lingga langsung terperanjat kaget. Hamburan pertanyaan di benaknya terbakar, menjadi asap, dan hilang.

"Ya, bos baru kita. Pak Pranadigjaya mengambil keputusan sangat tiba-tiba tadi malam. Dia mengundurkan diri dan mengumumkan bahwa anaknya yang akan menggantikan posisinya," kata Bu Neli sambil sibuk merapikan berkas yang menumpuk di mejanya.

"Oh, Pak Pranadigjaya punya anak?" Lingga tak mengerti mengapa justru pertanyaan itu yang keluar pertama. Setelah pikirannya tadi kosong sesaat.

Bu Neli tak segera menjawab. Dia menurunkan letak kacamatanya, menatap Lingga dari balik dua keping kaca tebal yang bertengger di atas hidungnya yang mancung, dan geleng-geleng kepala. Menyadari artinya, Lingga hanya bisa nyengir lebar sambil menggaruk-garuk kepalanya.

"Kalau bukan karena otak ajaibmu yang kadang sangat kreatif, sudah kupecat kamu sedari lama," Bu Neli mendengus sambil membuka satu dokumen.

"Anaknya itu baru selesai magang di cabang perusahaan di Bali. Konon katanya dia agak aneh sedikit. Entahlah, kurasa semua keluarga Bos Besar memang aneh." Bu Neli diam sebentar.

"Mungkin salah satu keanehannya adalah tidak ada kerjaan mau menghadiri rapat mingguan di kantor cabang paling kecil senusantara ini. Katanya, dia ingin, pekerja kontrakan yang presentasi. Yah, itu pun bisa dihitung sebagai keanehan berikutnya. Jadi siap-siap saja lah dengan presentasimu." Bu Neli melanjutkan.

Lingga berdiri mematung tak bereaksi.

"Sudah, itu saja. Ayo buru kerjakan. Rapat akan dimulai satu jam lagi," Bu Neli meninggikan suaranya melihat reaksi Lingga.

"Ya, ya, baik Bu," Lingga terperanjat dan segera keluar dari ruangan.

Ada apa dengan keanehan minggu ini? Begitu letupan pertanyaan lain yang muncul di kepala Lingga.

***

Lingga menarik napas panjang sebelum masuk ke ruangan rapat yang pintunya tertutup. Bos, siapa pun itu, baginya adalah figur-figur yang menakutkan. Baginya, kengerian yang disebarkan mereka setara dengan para hantu yang ada dalam bayangannya. 

SelubungmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang