Jam Dinding

2.7K 209 78
                                    

Setahun kemudian...

Tik tak tik tak tik tak.

Jam dinding kantor di ruang kerja terdengar lebih kencang. Lingga menatap ke arah jarum jamnya. Jam 8 malam. Dia mengalihkan pandangan ke arah layar laptopnya.

Tik tak tik tak tik tak.

"Ah! Bunyi jam sialan! Jangan memburu-buruku dong! Aku kehabisan ide nih!" Lingga mengeluarkan kekesalannya.

Dia meremas kepalanya kesal. Ide yang dibutuhkan tak kunjung ke luar. Dia menguap lebar. Dia gerakkan badannya melepaskan otot-otot yang pegal. Dia menatap ke arah laptopnya lagi. Dia pegang mouse-nya kembali. Namun, pikirannya terasa kosong. Melompong.

"Ah sudah! Aku kerjakan di rumah saja." Lingga menyerah.

Dia matikan laptop dan melipat tutupnya. Dengan cepat, dia bereskan kertas-kertas di meja dan memasukkan laptop ke dalam tas.

Tik tak tik tak tik tak.

Lingga berjalan ke luar ruangan. Dia menghela napas melihat lorong yang agak remang. Kesal dengan kealpaannya tidak mengingatkan Pak Bagjo menyalakan lampu. Saat beberapa langkah dia berjalan, terdengar jelas olehnya suara langkah mengendap-endap dari belakang.

Dia berjalan lebih pelan. Langkah mengendap mengikutinya. Dengan gerakan tiba-tiba, Lingga berbalik.

"Apa?!" bentaknya kencang.

"Aduh! Aduh! Gila! Kaget aku!" Hendra menjengkang dua langkah ke belakang. Lingga tertawa.

"Makanya jangan menakut-nakuti lagi. Percuma tahu?" Lingga bersungut-sungut.

"Cie! Yang sudah tidak takut." Hendra merangkulkan tangan ke pundak Lingga dan berjalan mengikuti gerak langkah Lingga.

Saat mereka telah tiba di pintu kantor, dengan cepat Hendra melepaskan rangkulannya. Dia menatap malu sambil garuk-garuk kepala ke arah orang yang berdiri di depannya.

"Begitu ya caramu mengganggu tunangan orang?" Bhadra berdiri bersidekap. Pura-pura galak.

"Ya, Kang. Eh, maksudnya, maaf Kang. Hanya becanda kok." Hendra rikuh sendiri.

"Begini ini, Kang. Rasa patah hati Hendra ditolak Lola, dilemparnya padaku." Lingga mengerlingkan mata ke arah Hendra.

"Ah! Jangan bahas itu! Masih banyak kok perempuan lain di dunia ini." Hendra membusungkan dadanya.

"Ya, tapi kan pertanyaannya, siapa kah di antara mereka yang mau menjadi pacarmu?" Lingga membalikkan kata-kata Hendra dengan ringan.

"Kamu itu ya?!" Hendra ingin sekali menonjok lengan Lingga. Tapi urung, ditatap galak oleh Bhadra.

Melihat itu, Lingga tergelak. Dia segera mengapit tangan Bhadra di sisi kanan dan mengapit tangan Hendra di sisi kiri. Mereka tertawa bersama-sama. Berjalan berlalu menuju lift. 

Pak Bagjo hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum geli. Tapi senyumnya berubah kerut takut, ketika dirasakan olehnya ada angin dingin menghembus meniup tengkuknya.

Dia tidak tahu, sedari tadi, Kunti Dewi tengah menjahilinya.

~ TAMAT ~

SelubungmuWhere stories live. Discover now