Pertarungan dengan Kuntilanak

1.9K 155 19
                                    

Ssssssssshhhh.

Terdengar bunyi mendesis sayup-sayup. Lingga bergerak dalam tidurnya.

Ssssssssshhhh.

Desisan semakin menguat, mendekati telinga. Kesadaran Lingga mulai terusik. Lelap tidurnya terganggu.

Ssssssssshhhh.

Lingga merasa ada yang menggeliat licin, meliuk di atas badannya. Matanya membuka dalam remang. 

Terlihat olehnya mulut mahluk lebar bertaring dan berlendir. Semakin dilihat, semakin besar mulutnya. Napas Lingga tak beraturan lagi. Ada yang terasa menekan tubuhnya hingga dia tak dapat bergerak. 

Dia hanya mampu membelalakkan mata. Tak mampu berteriak sedikit pun. Badannya meronta ketika dirasakan taring itu mendekat ke wajahnya.

"Tidak!" 

Lingga berteriak sekuatnya, memejamkan mata, membangunkan diri sambil mendorongkan tangan sekuat tenaga ke arah depan.

Tak terasa ada apa-apa. 

Segera Lingga membuka mata. Menatap sekeliling. Napasnya masih tak beraturan. Dadanya bergerak naik turun dengan cepat. Di depannya hanya ada keremangan yang lambat laun menerang. Dilihatnya Lola tidur meringkuk di sebelah kanan. 

Sinar bulan menyelusup melalui celah jendela. Tak ada apa-apa di sana. Badannya masih gemetaran. Lingga mengatur napasnya. Gelenyar takut yang tadi kuat, mulai berkurang.

"Oh, syukurlah. Tapi tadi itu apa?" Lingga mengusap-usap dadanya.

Lingga mencoba berbaring kembali. Tapi matanya tak mau menutup. Rasa tegang tak dapat dihilangkan. 

Dia pun bangun dan menekan saklar lampu yang tepat ada di sebelah atas bagian kiri. Tepat terletak sebelah jendela. Rambut panjangnya terlihat kusut dengan titik-titik keringat di dahi. Wajahnya agak pucat. Kaos yang dikenakan, yang berpadu padan dengan celana pendek selutut warna hitam, agak basah.

Mata Lingga yang semu kecoklatan melirik ke arah dinding di depannya. Jam menunjukkan pukul dua malam. Matanya beredar lagi ke sekeliling kamar. 

Lola tampak tak terganggu sama sekali dengan gerakan tubuhnya. Dia masih meringkuk mendengkur halus. Tatapan Lingga tertumbuk pada poci air minum di meja rias. Segera dia melangkah ke sana, menuangkan, dan menegak air. Dua cangkir.

Lingga duduk termangu beberapa saat. Dia berusaha memanggil bayangan taring mengerikan. Apakah itu ular? Tanyanya dalam hati. 

Pikirannya mendadak mengingat kain batik yang diberikan Mbah Wantiah. Bergegas, dia ambil dompet di dalam tas yang ada di ujung dipan. Dia menarik napas lega ketika dilihat kain batik itu masih terselip aman. Dia ambil dan dia masukkan ke dalam saku celana belakangnya.

Krrrttt.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka pelan. Lingga terlonjak kaget. Dia berdiri kaku.

Krrrttt.

Angin menggoyang-goyangkan daun pintu. Terasa olehnya sapuan angin menimpa kaki. Lingga menarik napas panjang. Memangnya Lola lupa mengunci pintu? Tanyanya dalam hati. 

Lingga ingin sekali menutup pintu kamar. Tapi, rasa takut yang sudah biasa dia rasakan seperti menahan kakinya.

"Apa kamu mau terus-terusan jadi pengecut?" 

Begitu saja, suara Mbah Wantiah dan kekehannya menggaung di dalam telinga. Menumbuk dadanya.

Lingga terperanjat. Segera, kakinya melangkah menuju pintu. Ketika dia hendak menutup, terlihat seperti ada orang melintas dengan cepat. 

SelubungmuWhere stories live. Discover now