Cerita Utuh dari Abah Kanta

1.8K 137 10
                                    

Bunyi kokok ayam bersahutan dari arah luar. Semilir angin menelusup dari lubang jendela. Lingga bergelung dalam selimut. Beda dengan hari sebelumnya, badannya terasa sedikit bertenaga. Walau jiwanya, masih saja terasa hampa. 

Dia telah bangun, namun masih enggan beranjak. Ingin menikmati sensasi sehari-hari yang mulai dia rasakan lagi. Bau selimut, bantal, dan angin sejuk yang membelai kepalanya.

Tercium bau kenanga, halus menyelusup ke hidung.

"Bangunlah, Lingga." Sapaan akrab Kunti Dewi terdengar di telinga.

Lingga membuka mata. Dia langsung tersentak dan bangkit dari posisi tidurnya. 

Kunti Dewi tak sendirian. Ada dua hantu lain. Yang satu kecil, mirip anak-anak umur 12 tahun. Yang satu lebih tua dari Kunti Dewi.

"Mereka?" tanya Lingga sambil menatap bergantian, ke arah mereka dan ke arah Kunti Dewi.

"Aku sungguh berterima kasih padamu yang memutuskan mengingat kejadian masa lalu. Juga pada Arka dan Abah Kanta. Aku ternyata punya adik. Namanya Sazala dan ini Ibuku, Ganoma. Mereka sudah hampir menyerah mencariku." Kunti Dewi memperkenalkan. 

Lingga mengulurkan tangan menyalami kedua hantu yang tersenyum padanya.

"Terima kasih banyak, Lingga," kata Ganoma sambil tersedu-sedu. 

Kini Lingga tahu, garis drama itu diturunkan ibunya pada Kunti Dewi. Sementara Sazala hanya mendengus melihat sedu ibunya. Lingga menahan senyum.

Mereka tak banyak bicara. Lingga sendiri memang bingung harus bertanya apa, selain tempat tinggal mereka. T

ernyata Kunti Dewi asli berasal dari pohon beringin tua yang menaungi mata air Cikahuripan. Satu-satunya mata air yang menghidupi kampung ini. 

Karena sama bingung harus bertukar cerita apa lagi, Ganoma dan Sazala berpamitan. Kunti Dewi masih tinggal. Lingga bersyukur, walau sangat menyakitkan, ingatannya berguna untuk Kunti Dewi dan keluarganya.

"Hari ini Arka akan datang, lho. Katanya ada kabar tentang Bhadra." Kunti Dewi tersenyum dan mengerlingkan mata.

"Oh ya?" Alih-alih bernada ringan, suara Lingga terdengar bergetar.

Kunti Dewi mengulum senyum.

"Jadi kamu juga sudah ingat dengan apa yang terjadi?" Lingga baru sadar, dia belum mendengar cerita dari sisi Kunti Dewi.

Kunti Dewi cerita bahwa malam itu dia hanya sedang penasaran melayang-layang. Dia lalu melihat lintasan cahaya biru tosca yang sangat cepat menuju rumah nenek Bhadra. 

Ketika Lingga tengah berjalan, kejahilannya muncul. Dia mendesis-desis berusaha menakuti. Namun, menurut Kunti Dewi, dia kesal karena Lingga bukannya lari, malah berjalan ke arah samping rumah. Tidak takut sama sekali. Dari situ, dia mengikuti dan duduk di pasak bambu.

Namun, ketika Bi Ning menaburkan kemenyan, Kunti Dewi melihat cahaya biru tosca itu, entah dari arah langit yang mana, masuk ke dalam rumah. 

Dia pernah mendengar cerita tentang para siluman Iframardah, siluman satu-satunya yang punya pendar cahaya begitu. Sehingga, karena takut, dia bersembunyi di badan Lingga.

Menurut Kunti Dewi, badan Lingga punya ruang yang nyaman sekali untuk dihuni mahluk halus seperti dirinya. Sehingga ketika dia masuk menyurup, Lingga tidak kesurupan. Bahkan tetap sadar dan Kunti Dewi bersembunyi dengan aman. 

Getaran energi murni di badan Lingga semacam menyatu dengan Kunti Dewi, katanya. Yang membuat mereka bisa tiba-tiba ada di dalam ruangan itu, terbawa rasa penasaran yang sama. Tanpa terlihat oleh manusia lain, bahkan awalnya oleh siluman Iframardah.

SelubungmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang