Reaksi Bhadra

1.9K 145 16
                                    

Baru kali ini Lingga masuk ke ruangan direktur di kantornya. Biasanya, dia bertemu dengan Pak Pranadigjaya kalau sedang berkunjung ke Bandung dan para manajer di ruangan rapat atau di luar. Dia duduk di atas sofa berbalut kain jok warna coklat tua yang terletak di tengah.

Ada foto Pak Pranadigjaya yang ukuran piguranya paling besar dibandingkan foto lainnya, yang dipasang di belakang kursi direktur, tempat Bhadra duduk sekarang. Dia meminta Lingga menunggu karena harus menandatangani beberapa dokumen.

Dua buah tanaman hias diletakkan di sebelah kiri dan kanan batas jendela yang tirainya bercelah-celah setengah terbuka. Lingga suka melihat ada bunga berwarna oranye menyembul dari beberapa pucuknya.

AC dipasang dengan suhu ruangan. Tak terlalu dingin. Tak dapat dia usir, Kunti Dewi duduk di sebelah kanannya. Lingga merasa punya pengawal gaib.

"Eh, aku lapar. Bunga itu wanginya menggiurkan," komentar Kunti Dewi tiba-tiba.

"Memangnya makanan kalian itu bunga?"

"Harumnya adalah makanan bangsa kami. Apapun yang ada baunya," jawab Kunti Dewi dengan nada tertarik, menatap tergoda ke arah bunga.

Lingga mengangguk-angguk. Sekilas, dia memikirkan kentut. Dia bergidik geli membayangkan para hantu mengendus-endus pantat manusia.

"Nah, jadi kamu sudah tahu semuanya dari Bu Neli kan?" tanya Bhadra sambil berjalan mendekat dan duduk di depan Lingga.

Lingga menahan napas sejenak. Pikiran tentang kentut, hilang.

"Y-ya, Pak," jawabnya tercekat.

Lingga segera meminum air teh yang tersaji di depannya. Panas. Dia mengernyit menahan rasa panas yang membakar lidahnya. Bhadra menahan senyum.

"Nyaman sekali kamu dengan panggilan, Pak. Kuminta, kamu ubah itu. Oke?" Bhadra mengambil jeda, "ini tugasmu untuk bulan ini. Besok sore, jam tiga, aku harapkan kamu sudah membuat daftar ide untuk desain yang cocok."

Bhadra meletakkan dan mendorong seberkas dokumen ke depan Lingga. Dia duduk dengan kaki terbuka. Maskulin betul, pikir Lingga.

"Lingga, aku baru terpikir, mengapa tidak kamu tanyakan tentang kejadian di rumah Bu Suningsih? Barangkali dia tahu mengapa aku terusir tiba-tiba," kata Kunti Dewi dari sebelah kanannya.

"Apa katamu? Kamu gila!" sergah Lingga dalam hati sambil menunduk membuka berkas.

Bhadra kali ini menyandar dan menyilangkan kakinya. Bersidekap. Menatap ke arah Lingga sambil tersenyum.

"Adakah yang ingin kamu tanyakan?" tanyanya.

"Eh? Mmm..." Lingga kehilangan kata-kata. Dia memegang berkasnya kuat-kuat.

"Sesuatu yang terkait dengan kejadian di Ciwaringin, mungkin?" Bhadra mencondongkan badannya. Tatapannya penuh selidik. Tersenyum kecil.

"Wah! Kok dia bisa tahu?" Kunti Dewi terperanjat. Dia melayang-layang gelisah.

Lingga menyimpan dokumen di pangkuannya, tangannya terasa basah.

"Mmm... Itu Pak... eh, Kang. Memangnya Kang Bhadra bisa menyembuhkan orang kesurupan?"

Lingga terbata. Kedua tangannya mencengkeram ke pinggiran sofa, tepat di samping lututnya yang merapat. Dadanya berdegup kencang. Segera mengalihkan pandangan ke arah meja. Tak kuat menatap Bhadra lama-lama.

"Jadi siapa Pak Tua yang membuat Bu Suningsih kesurupan itu?" Tak disangka, Bhadra bertanya balik.

Betul kan, dia tahu? Duh, bagaimana ini? Lingga panik. Dia meminum air teh lagi.

SelubungmuWhere stories live. Discover now