Pertarungan Bawah Tanah

1.9K 138 8
                                    

Lingga berusaha mengendalikan diri. Tangan dan kakinya sudah gemetaran. Baginya, pertarungan tadi pun sudah sangat melelahkan. 

Dia tak dapat membayangkan apa yang bisa dia lakukan menghadapi puluhan siluman tyrex ganjil ini. Dia melihat ke arah Lola sekilas. Temannya terbaring dengan mata terpejam.

Oh! Apa yang harus kulakukan? Tuhan! Tolong aku! Pejamnya dengan napas yang kembali tersengal. Kerongkongannya terasa begitu kering.

Lengkingan-lengkingan makin memekakkan telinga. Lingga membuka matanya. Dia langsung terbelalak. Cahaya hijau terlihat berpendar dari badannya. Dan dia melihat, para siluman berhenti bergerak. Meskipun itu tak menghentikan lengkingan mereka.

"Tak adakah jalan keluar dari sini untuk lari?" tanyanya dalam hati.

Para siluman berderap pelan. Mata mereka menyorot lebih merah dari sebelumnya. Lingga bingung tak tahu harus bagaimana. T

erdengar suara hatinya, "dorongkan tenagamu ke arah mereka!"

Mendengar itu, Lingga menarik napasnya. Yang terpikir olehnya adalah gerakan avatar Ang seperti yang dia lihat di film. Dia tarik kedua tangannya ke belakang dan dia hempaskan ke depan sekuat tenaga. 

Tak ada yang terjadi. Para siluman melengking. Seolah menertawakannya.

"Brengsek!" teriaknya kencang.

Para siluman berderap mendekat. Melihat itu, yang terpikir olehnya adalah jurus pencak silat yang telah dia kuasai sejak usia kelas 5 SD. Dia lari ke arah para siluman itu dan menendangkan kaki ke arah yang terdekat.

Baru saat itulah, cahaya hijau melesat dari arah badannya. Menumbuk badan salah satu siluman. Dia terjengkang. Melihatnya, Lingga merasa geliat semangatnya mulai bangkit.

"Ya! Masalah datang bisa puluhan. Tapi selesaikan satu-satu!" teriaknya lantang memompa keberaniannya sendiri.

Dia memasang kuda-kuda dengan sikap tangan yang mengikuti gerak kedua kakinya. Siluman-siluman itu melangkah lebih cepat ke arahnya. Lingga menonjokkan pukulan tangan ke siluman yang datang lebih dahulu. Siluman lain terjengkang.

Semakin dia bergerak menerjang dan melawan, semakin banyak siluman memburunya. Mengungkungnya hingga dia terkurung sepenuhnya.

Lingga tak mau berpikir apa pun. Dia hanya bisa terus bergerak. Menendang. Menonjok. Berkelit. Terus melawan membabi buta. Tapi, semakin dia melawan, walau beberapa siluman terjengkang dan melengking, yang baru berdatangan. Semakin banyak.

Keringat deras membanjiri tubuh Lingga. Dia mulai merasa kelelahan. Cahaya hijau yang berpendar di tubuhnya makin memudar. 

Didera oleh rasa lelah, dia tak melihat cabikan cakar dari sebelah atasnya. Cakar itu merenggut tengkuknya. Ujung kukunya menancap ke punggung Lingga. Perih. Panas.

Badannya melayang dibawa terbang. Dengan keji, siluman itu memelantingkan tubuhnya hingga dia mendarat di tangan siluman lainnya. Lingga berusaha melawan, tapi tenaganya sudah hampir habis. Pandangannya mengabur. Badannya dilempar ke sana ke mari. Seperti sebuah mainan.

Lengkingan makin membahana memenuhi ruangan. Seolah mereka tertawa kencang. Tepat saat kesadarannya mulai mengabur, tepat saat rasa perih sudah memenuhi seluruh tubuhnya, Lingga mendengar suara dentuman.

Walau pandangannya kabur, dia melihat pendar cahaya biru tosca memenuhi ruangan. Siapa? Tanyanya lemas.

Lengkingan yang bunyinya tadi terdengar seperti sorakan, berubah seperti jeritan. Menusuk-nusuk telinganya. Lingga merasa tubuhnya melayang dalam lautan cahaya berwarna biru tosca. Cahaya yang menelusup pada koyakan kulit dan mengambil rasa perih yang tadi tak terperi.

SelubungmuWhere stories live. Discover now