Sepotong Cerita dari Bu Neli

2.2K 155 4
                                    

Dengan rasa pegal yang mengganggunya, Lingga benar-benar tak dapat melepaskan diri dari bayangan si perempuan tua mengerikan. Dia berusaha memikirkan desain dari produk lain yang sudah antri menunggu jamahan tangannya. Sulit. Akhirnya dia hanya memandang kosong pada layar komputernya. Hamburan berbagai pertanyaan keluar lagi dari benak.

Ping! Terlihat sapaan dari group chat kerjanya. Yona.

"Bagaimana tadi presentasimu?"

Belum pun dia menjawab, sapaan lain dari daring whats app itu muncul.

"Dia baik tidak?" tanya Gia.

Lingga hendak menuliskan jawaban.

"Apa matanya benar terlihat agak biru?" kali ini Flora yang menulis.

Pertanyaan Flora membuat Lingga teralih dari kegelisahan dan rasa pegal yang mendera.

"Agak biru?" tulisnya.

"Oh tidak ya? Mungkin karena hari ini terlalu terik. Kalau yang kulihat di Majalah Kharisma sih begitu. Kan kata orang-orang, dia itu anak dari istri kedua Pak Pranadigjaya yang orang Italia lho," masih Flora yang menulis.

Lingga mencoba mengingat-ingat mata Bhadra. Dia awalnya yakin mata Bhadra terlihat hitam saja. Tapi setelah dia sadar tadi tak terlalu sering bertatap mata karena tak berani, dia langsung meredam pertanyaan di kepalanya. 

Lingga melihat kembali ke arah layar komputernya. Obrolan sudah mengembang dalam waktu hanya beberapa detik. Yona dan Gia berulang kali mengulang pertanyaan mereka.

"Presentasinya lancar. Pak Bhadra baik," sudah itu saja yang dia tuliskan.

Tentu saja, rentetan emoticon kesal dan kata-kata lainnya bermunculan begitu cepat di layar komputernya. Lingga menutup daring whats app-nya karena merasa malas untuk menulis tentang Bhadra. Bukan Bhadra yang saat ini menguras isi kepalanya.

Siapa perempuan itu? Hantu kah? Ah tidak! Tidak! Jangan pikirkan itu. Jangan pikirkan itu, Lingga. Katanya pada dirinya sendiri.

"Lingga!" tiba-tiba terdengar nada agak keras dari belakang punggungnya. Bu Neli.

"Eh, i-iya Bu," dengan gugup Lingga langsung berdiri.

"Apa sih yang sedang kamu pikirkan? Masuk ke ruanganku," kata Bu Neli agak ketus.

"Ya, Bu," Lingga langsung menurut dan mengikuti gerak langkah Bu Neli yang pendek-pendek namun cepat.

Saat dia melewati beberapa meja, dia dapat melihat tatapan jengkel ketiga teman kerja yang tadi mengajaknya bicara di grup whats app. Lingga bersyukur dia dipanggil oleh atasannya. Jadi dia tak perlu bersusah payah memberi alasan kepada mereka.

Namun, ketika dia sudah tiba di dalam ruangan, Lingga rasanya ingin kembali ke tempat kerjanya dan memilih menjawab pertanyaan-pertanyaan menggelikan tiga kawan kerjanya tadi. Hapal betul dia dengan perubahan ekspresi atasan langsungnya. Walau dia belum mengerti alasannya, paras wajah Bu Neli terlihat keras dan menahan amarah.

Apa lagi salahku? Tanya Lingga dalam hati sambil menarik napas panjang.

"Kamu punya masalah apa sih sebenarnya, Lingga? Bukankah sudah kukatakan berulang kali? Jika kamu menghadap Bos Besar, kendalikan dirimu! Dan sudah berapa banyak sih pelatihan yang sengaja aku berikan padamu agar kamu belajar membenahi caramu berkomunikasi?" dan meluaplah amarah itu dalam kata-kata. 

Bu Neli berdiri mondar mandir sambil berkacak pinggang. Lingga kaget. Dia kebingungan dari mana kemarahan itu berasal.

"Maksudnya... Bu?" Lingga berusaha mengendalikan perasaannya.

SelubungmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang