Telepon dari Lola

1.6K 140 2
                                    

Lingga baru saja mengunci pintu hendak berangkat kerja, ketika Lola berhambur dan memeluknya erat-erat. Lingga hampir saja oleng terjatuh kalau pelukan Lola tak menahannya.

"Ada apa sih, La? Aku bisa terlambat nih." Lingga setengah termegap-megap. Pelukan Lola memang sangat erat menekan dadanya.

"Maaf. Maaf. Tapi aku sedang sangat bahagia." 

Lola melepaskan tangan dan kemudian mengepalkan tangannya sendiri, menahan entah kebahagiaan apa.

"Dan itu adalah?" tanya Lingga sambil melihat ke arah layar telepon genggamnya. 

Dia hanya akan memberikan toleransi lima menit pada Lola. Kalau tidak, dia akan terlambat.

"Siang ini, Kang Bhadra mengajakku makan siang bersama, lho. Tampaknya, dia tertarik padaku." Lola meloncat-loncat kegirangan. 

Lingga terdiam kaku sekitar dua detik. Jelas betul, rasa teriris hebat mendera hatinya.

"Oh ya? Bagus dong?" komentar Lingga dengan nada suara bergetar. Mulutnya mengembang, berusaha tersenyum.

"Iya. Sudah itu saja. Ah, aku senang sekali. Selamat bekerja ya? Kalau kamu bertemu, titip salam dariku ya?" 

Lola tampaknya tak peduli dengan sikap pura-pura Lingga. Dia tak henti melonjak-lonjak kegirangan walau Lingga sudah berlalu menuju tempat parkir.

"Kamu cemburu ya?" Kunti Dewi menggoda sambil melayang di belakangnya.

"Apa sih, Dewi?!"

Tanpa memanaskan motornya, Lingga melaju dengan kecepatan tinggi, menuju kantornya.

***

Setiba di kantor, Lingga melakukan revisi atas arahan Bhadra yang dia terima via email. Sesuai bunyi pesan di teleponnya, Lingga segera menuju ruangan Bhadra, saat jam sudah menunjukkan pukul 11.20. 

Sepanjang jalan, dia berusaha menekan perasaan teririsnya tentang janji makan siang Lola dengan Bhadra. Dia berusaha memperkuat niatnya, menanyakan urusan masa lalu yang disebutkan Pak Pranadigjaya. 

Kunti Dewi mengikuti tanpa banyak bicara. Tak seperti hari sebelumnya, kuntilanak itu tampak tak bisa menahan diri dengan godaan bunga warna oranye yang tengah mekar dan menebar sedikit harum. Dia langsung melayang masuk ke dalam bunga itu.

Seperti biasa, Bhadra masih memeriksa beberapa dokumen dan menyuruh Lingga menunggu. Setelah sekitar 10 menit berlalu, Bhadra menghampiri Lingga duduk di sofa. 

Berbeda dengan pertemuan kemarin, kali ini, Lingga menekan habis perasaannya. Dia berusaha memusatkan perhatian pada tugas-tugas yang telah dia selesaikan dan mendengarkan komentar Bhadra kemudian. 

Dia mencatat hal-hal yang harus dia kerjakan lagi. Tersenyum secukupnya ketika lelaki itu memberikan pujian atas tugas yang telah dikerjakan.

"Kamu kenapa, Ling?" 

Tiba-tiba saja, pertanyaan itu membuat pertahanan diri Lingga yang sedari tadi berusaha dia bangun, retak.

"Eh? Tidak apa-apa, Kang," jawabnya segera, menutupi kegugupannya sendiri.

"Dewi ke mana sih?" Bhadra melihat-lihat ke sekeliling ruangan.

"Dia, sedang makan, mungkin," jawab Lingga sekenanya. 

Kunti Dewi belum keluar dari kuntum bunga itu. Di kepala Lingga, dia membayangkan kuntilanak temannya tengah mengunyah bunga dengan rakus.

"Oh. Oh ya, kamu pulang bersama Pak Pranadigjaya dan Andita kemarin?" Bhadra mencondongkan tubuhnya menatap lekat pada Lingga. 

SelubungmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang