Jatuh Cinta

1.8K 141 4
                                    

Lingga awalnya merasa rikuh diam di rumah Bhadra. 

Dia menghabiskan waktu sepanjang sore di kamar dan sibuk meredam desiran-desiran yang terasa makin menguat. Dia tak berani menebak apa Bhadra pun suka padanya. Dia takut. Takut jika ternyata semua ini hanya bermuara pada tujuan Bhadra menghalangi niat buruk ayahnya.

Namun, semakin dia berdiam diri di dalam kamar, semakin wajah Bhadra terbayang-bayang di pelupuk mata. Mata, alis, bibir, cambang, rambut, postur tubuh, seperti menguasai ruang pikirannya. Menghempas semua kegelisahan dari kejadian-kejadian yang berkaitan dengan para siluman Iframardah.

Tok. Tok. Tok.

Pintu diketuk. Lingga terperanjat. Dia langsung bangun. Dia betulkan ikatan rambutnya. Hingga, ikatan ekor kudanya mengencang kembali.

"Kamu tidak bosan di kamar terus? Tidak mau jalan-jalan?" 

Bhadra telah berganti pakaian. Dia mengenakan kaos oblong warna hitam dan celana pendek warna hijau lumut selutut. Tercium bau sabun dan aroma kayu yang lembut.

"Ja-jalan-jalan? Mmm... Aku tidak terbiasa jalan-jalan," jawab Lingga malu.

 Bhadra tertawa. Dia mengusap-usapkan tangan ke rambut Lingga. Wajahnya langsung memerah.

"Wah, kamu benar-benar perempuan yang menyedihkan. Memangnya saat kamu pacaran dulu, pacarmu tak pernah mengajakmu jalan-jalan?" tanya Bhadra dengan nada menggoda. 

Lingga menggaruk-garuk kepalanya, sambil tertunduk malu.

"Aku baru pacaran sekali dan hanya berlangsung dua minggu. Katanya, aku kasar." 

Entah kenapa dia terdorong menjawab jujur. Hal itu, tak pernah dia ceritakan pada siapa pun. Ingin sekali Lingga menarik kata-katanya.

"Kasihan sekali... pacarmu," tanggap Bhadra sambil tertawa, lebih keras dari sebelumnya. 

Lingga hanya bisa nyengir dengan muka yang memerah.

"Ayo, kita jalan-jalan." Bhadra menarik tangannya. 

Hati Lingga terkesiap. Tapi, rasa senang mendorongnya untuk mengikuti.

***

Hari telah malam. Bhadra mengajaknya naik mobil menuju TSM. 

Saat tiba di sana, Lingga merasa rikuh berjalan di sebelah Bhadra. Dia merasa, tatapan orang-orang padanya mencemooh. Bhadra yang ganteng bersanding dengan dirinya yang terlihat kumal. 

Namun, ketika perasaan rendah diri itu berkecamuk di pikirannya, lelaki itu malah menarik tangannya dan tak melepaskan sampai mereka tiba di area dalam mall.

Perlahan, Lingga merasa rasa percaya dirinya tumbuh. Bhadra tak berhenti mengajaknya berbicara. Hingga dia lupa dengan pikirannya terhadap persepsi orang-orang asing di sana. Sikap Bhadra yang tampak santai pun, membuat Lingga terbantu.

Bhadra banyak bercerita tentang pengalaman belajar dan kenakalannya di masa remaja. Lingga tak menyangka Bhadra terbuka tentang sisi pribadinya yang tak banyak diketahui orang. Bahkan tak segan, dia membahas tentang pengalamannya sebagai lelaki tega yang senang membuat patah hati para perempuan, saat mereka sudah sangat jatuh cinta padanya. 

Lingga mencatatnya baik-baik. Dia tak mau masuk ke lingkaran itu. Berulang kali dia mengatakan pada dirinya sendiri, dia sudah cukup senang dianggap sebagai teman.

Saat mereka makan, mencoba berbagai mainan kanak-kanak, Bhadra tak berhenti bercanda. Sampai rasanya waktu begitu cepat berlalu dan sebagian toko sudah tutup. 

SelubungmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang