Pelajaran Jatuh di Pematang Sawah

1.8K 150 3
                                    

Lingga berjalan ke arah belakang rumah tanpa banyak bicara. 

Belakang rumah Abah Kanta adalah rumah Bi Masitoh. Di belakang rumah bibinya, ada sepetak kebun yang kemudian tersambung dengan kolam dan pesawahan. 

Lingga berjalan sambil melihat pemandangan sekitar. Dia tertarik melihat tiang keong mas yang dipasang berbeda-beda tinggi di kolam. Warna pink telurnya membuat Lingga tersenyum. 

Dia lihat beberapa burung melayang. Dia dengar bunyi air selokan yang mengalir. Angin segar menyapu wajahnya saat berjalan. Dia menghirup napas panjang. Berulang kali.

Kunti Dewi asalnya berjalan kaki mengikuti Lingga dari belakang. Namun, karena dia tidak tahan dan tak dapat melihat Lingga, dia melayangkan badannya lagi. Berputar di sekeliling Lingga.

"Ling, bicara dong. Kamu diam terus. Aku tidak suka." 

Mulut Kunti Dewi bersungut-sungut. Melayang di depan Lingga dengan tangan bersidekap.

"Bicara apa? Semuanya sudah jelas kan? Kalian ingin aku menyelamatkan Bhadra?" 

Lingga berkata sinis, setengah mendengus. Dia tidak tahu mengapa masih saja ada sisa rasa marah menggumpal di hatinya.

"Ya ampun! Jangan begitu lah, Ling. Benar kah hanya kami? Atau kamu juga ingin menyelamatkannya?" 

Kunti Dewi bersidekap sambil melayang di depan Lingga. Matanya menatap Lingga, sedikit terpicing.

"Ah! Entahlah! Aku tidak tahu!" Lingga berteriak kencang. 

Untung, pesawahan ini jauh dari saung-saung. Kebetulan, tak ada petani lain yang ada di sana. Kunti Dewi terdiam. Sebentar.

"Apa sih yang membuat kamu tertahan?" Kunti Dewi melayang kembali, memutari Lingga.

"Ah, entahlah. Membayangkan Bhadra yang dikuasai siluman, lalu aku berhadapan dengannya saja, sudah membuat mual." Lingga menjawab, masih dengan nada ketus.

"Kenapa mual?"

"Mual saja. Muak juga"

"Muak karena?"

"Mereka menipuku"

"Juga menipuku, Lola, dan para perempuan yang jadi korbannya. Tidak hanya kamu!"

"Ya. Tapi aku beda"

"Beda kenapa?"

"Ya beda saja!"

"Beda apa? Kamu bisa berteman dengan hantu sepertiku? Merasa lebih pintar? Merasa lebih mampu?"

"Bukan!" 

Lingga menjawab setengah membentak. Matanya tak mau melihat ke arah Kunti Dewi. Dia berhenti berjalan. Menatap ke arah kakinya.

"Karena kamu serius mencintainya?" Kunti Dewi bertanya dengan nada pelan.

Kunti Dewi mulanya berpikir Lingga akan memukulnya. Alih-alih memukul, gadis itu langsung duduk dan memegang kepalanya. Menangis lagi. Ternyata, air matanya belumlah habis.

"Hmm... Kurasa, perasaanmu itu tanggung. Tak ada bedanya dengan perasaan Lola." 

Kunti Dewi sambil menahan senyum. Dia melayang mengelilingi Lingga.

"Maksudmu?"Lingga menengadah. Ada bekas air mata di pipinya.

"Kalau kamu serius menyukai, bahkan menyayangi, tak kasihan dengan Bhadra? Aku nyurup ke kamu kurang dari tiga hari saja, badanmu pegal-pegal bukan? Coba bayangkan. Ini 19 tahun! Sem-bi-lan-be-las-ta-hun lho, Lingga." 

SelubungmuWhere stories live. Discover now