Twenty

15.8K 2.3K 410
                                    

Kamu tidak membalas pesan Jongdae. Dan ini sudah dua minggu berlalu. Kamu masih takut untuk membalas pesan tersebut.

Jungwoo masih sering bertamu kerumah, atau sekedar mengirim pesan yang tentunya kamu balas. Dan soal lamaran yang Papa tanyakan, kamu sudah memberitahu jawabanmu.

Kamu berhenti. Benar-benar berhenti.

Berhenti untuk bertahan. Berhenti untuk berharap. Dan berhenti untuk menginginkan.

Kamu membiarkan semuanya mengalir seperti yang seharusnya. Oh, satu informasi, sekarang kamu sudah bekerja menjadi editor di salah satu kantor majalah ternama.

Kamu masih melamun hingga suara dering telepon membuyarkan lamunanmu.

"Assalamu'alaikum, Bang?"

"Dek, balik kerja jam berapa?"

"Jam empat. Kenapa?"

"Abang jemput. Papa bilang ada yang mau diomongin, sekeluarga."

Ada apa lagi?

"Yaudah iya."

Setelah panggilan terputus, kamu menatap lama layar ponselmu. Hanya satu pertanyaan dalam otakmu saat ini. Apa yang Papa rencanakan?

🍀

Setelah sampai rumah dan membersihkan diri. Kamu serta Abangmu segera menuju ruang keluarga. Duduk berdampingan di sofa sembari menunggu Papa selesai dengan koran sorenya.

"Kira-kira mau ngomongin apa Bang?" bisikmu.

Bang Eja mengendikkan bahunya, "Abang juga gak tau, harusnya lembur nih sekarang. Tapi disuruh balik cepet sama Papa."

Mama memperhatikan kamu dan Abangmu sembari tersenyum. Entah ada apa dibalik senyumannya.

"Ehm."

Kamu dan Bang Eja otomatis memusatkan perhatian ke Papa. Sebelum bicara, Papa menghela napas dan menatapmu serta Bang Eja bergantian.

"Ada yang tau kenapa Papa kumpulin diruang keluarga?"

"Ada yang buat salah?" tanyamu dan Papa menggeleng.

"Cerdas cermat?"

Kamu menepuk paha Abangmu dengan kuat. Bisa-bisanya dia bercanda?

"Sakit ih! Ya abis jadi saling lempar pertanyaan gini, Eja bingung."

Mama tersenyum dan Papa akhirnya tertawa karena ucapan asal Abangmu. Tak berselang lama, Papa menghentikan tawanya lalu menatapmu lekat dengan senyum teduhnya.

"(Y/n).. Papa mau bicara soal lamaran.."

Kamu membola, "Pa? Kan lamarannya udah aku tolak?"

Papa menggeleng, "bukan anak relasi Papa. Kemarin sore, waktu kamu dan Reza masih dikantor, ada seorang laki-laki yang bawa keluarganya kerumah. Papa kira ada apa, ternyata dia mau ngelamar anak bungsu Papa. Anaknya baik, sopan, Papa suka."

"Papa mau denger keputusan kamu, kalo dari Papa sama Mama, kamu sudah tau pasti jawabannya."

Mama tersenyum lalu ikut menambahkan, "Mama kenal sama kakak laki-lakinya. Waktu itu kantor Mama ngadain seminar di salah satu hotel, terus ketemu langsung sama pemiliknya yang kebetulan lagi disana. Karena Mama yang ngurus, jadi ngobrol deh. Orangnya sopan, dan Mama rasa keluarganya bener-bener ngedidik mereka dengan baik."

Jantungmu berdegup kencang. Siapa lagi kali ini? Apa satu saja tidak cukup?

Kamu mengenggam tangan Abangmu erat. Kamu rasanya ingin menangis.

"Siapa Pa?" tanya Abangmu.

Masih dengan senyum di wajahnya, Papa menatapmu lekat.

"Kim Jongdae."

🍀

Kamu berlari kekamar dan mencari ponselmu. Dengan tangan yang bergetar kamu menekan satu nomor dan menempelkan ponselmu ditelinga.

Nafasmu terengah, kamu siap menangis. Astaga, lelucon apa lagi ini?

Tepat didering kedua, panggilan tersebut diangkat.

"Assalamu'alaikum, Humairah?"

Pecah sudah tangismu. Suara yang selalu kamu rindukan selama beberapa tahun terakhir, kini bisa kamu dengar secara langsung.

Kamu masih terus terisak, mengabaikan panggilan khawatir dari ujung sana.

"Dae.."

"Dijawab dulu salamnya, hayo."

Kamu menghela napas.

"Waalaikum salam.."

"Kamu kenapa nangis, hm?"

"Kenapa kamu pulang cepet? Kenapa kamu baru ngasih kabar? Kenapa kamu tiba-tiba kerumah aku? Kenapa–"

"Hei, satu-satu. Nanti kamu sesek, aku juga bingung jawabnya."

Suaranya benar-benar terdengar lembut ditelingamu. Air mata kembali meluncur deras, hatimu bahagia juga sakit.

"Kenapa kamu balik cepet?"

"Mau nepatin janji. Biar cepet ketemu kamu."

"Kenapa kamu sama sekali gak ada kabar?"

"Sengaja. Supaya kamu kangen."

"Kenapa kerumah? Sama keluarga kamu juga."

"Ngelamar kamu. Diterima gak?"

"Kamu kenapa jawabnya santai banget sih! Aku nanyanya serius, Jongdae!"

"Aku juga serius, Humairah.."

"Astaghfirullah.. Kapan kamu sampe Indonesia?"

"Enam bulan lalu? Hampir tujuh bulan mungkin. Lupa."

"Kenapa baru ngabarinnya sekarang?"

"Kamu terima lamarannya?"

"Jongdae jawab aku dulu."

"Kamu terima atau nggak lamarannya?"

"Ck. Aku belum kasih jawaban apa-apa ke Papa."

"Pantes Papamu belum kasih kabar. Yaudah sekarang istirahat. Baru pulang kerja kan? Aku tutup dulu."

"Dae aku masih mau tany–"

"Assalamu'alaikum.."

Dan panggilan terputus begitu saja. Kamu menghela napas dan menyeka air matamu. Kamu kembali keruang keluarga dan menemukan ketiga anggota keluargamu yang masih menunggu keputusan.

"Pa.."

Mereka semua menoleh bersamaan. Bang Eja menatapmu khawatir, kamu mengulas senyum.

"Aku terima lamarannya."

🍀

Husband Series - April 2018

-muffinpororo

[Husband Series] | Kim Jong DaeWhere stories live. Discover now