6. Lapor

1.9K 359 67
                                    

Dimas mengumpat ketika menyadari ternyata sejak tadi dia salah membawa HT

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dimas mengumpat ketika menyadari ternyata sejak tadi dia salah membawa HT. Benda tua dengan antena yang cukup panjang dalam genggamannya kembali berdengung, kemudian sebuah suara keluar dari dalamnya.

"Lapor ...."

Berulang kali penggalan kata itu mengudara. Dimas seperti merasakan de javu. Kejadian beberapa hari yang lalu pun kembali berputar dalam kepalanya.

Letnan Samsuri melaporkan dari TKP. Minta dukungan personil medis, telah terjadi pembunuhan satu keluarga di daerah ....

"Letnan Samsuri .... melapor masuk," ucap suara di seberang sana—lagi—dengan santainya.

Letnan Samsuri? Dimas tercengang seketika. Benar. Pria inilah yang sudah menipunya tempo hari!

Berani-beraninya ...!

Perasaan seperti sedang dipermainkan pun menumbuk dada Dimas hingga sesak. Dimas mendengus keras. Bersumpah, tidak akan termakan oleh bualan pria itu lagi. Namun, Dimas tidak bisa mencegah rasa penasarannya yang telanjur hinggap. Pria di seberang mengatakan kasus ini merupakan pembunuhan satu keluarga. Padahal kenyatannya, kasus yang sedang Dimas hadapi berupa penemuan tulang-belulang milik seorang anak kecil.

"Kenapa Anda menipu saya? Kasus ini bukan pembunuhan satu keluarga." Dimas menagih penjelasan.

Terdengar helaan napas yang cukup keras dari seberang.

"Saya juga tidak yakin, benarkah ini memang pembunuhan satu keluarga atau ... kasus bunuh diri ...," ucap pria itu kemudian. Nada suaranya terdengar bimbang dan putus asa.

Suara statis HT sesekali menginterupsi pembicaraan.

Dimas mengernyit bingung. Rasa penasaran yang sudah mencapai ubun-ubun membuatnya tidak mengerti dengan semua ini.

"Dari stasiun mana Anda? Jangan main-main!" tekan Dimas jengkel. Teriakannya membelah malam yang gelap dan sunyi. Dimas seketika merinding, menyadari dirinya hanya seorang diri di sana.

"Di mana Anda sekarang?" tantang Dimas kemudian, merasa ingin tahu seperti apa wajah seorang penipu yang telah mempermainkannya selama ini.

"Di TKP."

"Apa?" Dimas sedikit tergelak karenanya. Ternyata mereka sangatlah dekat.

Dimas berlari secepat yang dia bisa menuju halaman depan, tetapi dia tidak melihat ada seorang pun di sana. Dalam sedetik matanya menyambar daun pintu yang sejak tadi diam membisu.

TKP-nya ada di dalam sana.

Pikiran gila yang datang entah dari mana seolah memanggilnya untuk masuk ke dalam rumah itu.

Dimas nekat memutar kenop pintu.

"Inspektur!" Briptu Aryan datang di saat yang tepat. Namun sayang, teriakannya tak mampu menghentikan tindakan Inspekturnya. Bilah pintu telanjur terayun. Suara deritnya menelan malam, menyayat indera pendengaran kedua perwira polisi itu.

SIGNAL: 86Where stories live. Discover now