22. Chaos

1.7K 313 16
                                    

"Ada banyak sekali barang-barang milik wanita, Inspektur," beritahu Aryan sembari terus mengaduk-aduk dinding dengan tangan kirinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ada banyak sekali barang-barang milik wanita, Inspektur," beritahu Aryan sembari terus mengaduk-aduk dinding dengan tangan kirinya.

Setelah bersusah payah mengerahkan seluruh tenaga mencongkel lemari yang tertanam dalam dinding tersebut, satu per satu benda akhirnya berhasil dikeluarkan dari dalam. Aryan menyusunnya sedemikian rupa di lantai. Kebanyakan adalah benda-benda kecil, seperti dompet, sisir, jam tangan retak, cincin, jepit rambut, kalung, kancing baju, dan lain-lain. Tidak ada pakaian atau sebuah benda yang benar-benar menjurus pada barang-barang penting milik korban, seperti kartu tanda pengenal misalnya. Dugaan Dimas pun mustahil. Baju atau celana milik para korban sudah pasti tidak akan muat sekalipun dijejal paksa masuk ke dalam sana.

Aryan kembali bersuara saat tangannya berhasil mengambil sebuah gulungan kain di sudut terdalam. "Kain kafan hitam!"

Sanking kagetnya, Aryan sampai refleks melempar benda itu ke arah Dimas. Untungnya dengan sigap Dimas menangkap gulungan kain tersebut sebelum mengenainya. Dimas mengangkat tangannya tinggi-tinggi, menyuruh Aryan diam barang semenit.

Tut ... tut ....

Kapten Depari tidak kunjung mengangkat panggilannya. Padahal saat ini Dimas memiliki hal yang sangat mendesak untuk dibicarakan dengan kapten itu. Dimas memutuskan untuk mengontak Joana, rekan Evan, yang saat ini kemungkinan sedang berada di kantor, namun sayang, hanya suara operator berisik di seberang yang menjawabnya, yang langsung menghubungkannya ke kotak suara.

Entah kemana perginya mereka semua. Dimas tidak mungkin menghubungi Evan saat ini, sebab Evan pasti sedang sibuk menunggui Rudi keluar dari tempat persembunyian. Sembari menimbang-nimbang ponsel, Dimas berusaha memutar otaknya. Sepertinya dia memang tidak punya pilihan lain selain menghubungi Agam.

Dimas menunggu cukup lama. Nada sambung masih menjerit-jerit di seberang hingga tak lama berselang suara Agam pun masuk ke telinganya.

"Ya?"

"Gam, apa semua kerangka itu sudah berhasil diidentifikasi?" serobot Dimas cepat begitu panggilan tersambung. Hening diselingi suara menderu-deru sempat merayapi beberapa saat kemudian. Tampaknya Agam masih berusaha mencerna pertanyaan yang Dimas lontarkan barusan.

"Sepertinya sudah. Apa kau belum menerima laporannya?"

"Baru tujuh orang saja yang kuterima berkasnya." Berikutnya Dimas menyebutkan nama-nama korban yang diingatnya sewaktu memeriksa berkas perkara dan laporan dari Dokter Zein .

Agam menggumamkan sesuatu di seberang sana. Suaranya terlalu pelan sampai-sampai Dimas tidak bisa mendengarnya dengan jelas.

"... kami sudah memeriksa banyak berkas orang hilang di pusat. Hasilnya ... em ... aku akan membacakan sisanya. Dengar. Ajeng Rahayu dua puluh tiga tahun, Hastuti Nirwana ..., Diah Ayu ..., terakhir Dewiana ...."

Dimas mendengarkan dengan saksama, sembari mencocokkan nama-nama tersebut dengan deretan nama dalam 'buku tamu' di tangan kirinya. Semua telah dia beri titik, kecuali satu nama.

SIGNAL: 86Where stories live. Discover now