31. Tragic

1.7K 258 36
                                    

Tepat pada waktu sepertiga malam, Wahyam terlonjak bangun dari tidurnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tepat pada waktu sepertiga malam, Wahyam terlonjak bangun dari tidurnya.

Dia bermimpi.

Mimpi buruk.

Desahan napasnya tertahan di kerongkongan akibat upanyanya berkali-kali menelan ludah gugup. Meski kedua matanya telah terjaga, suara-sura ganjil yang dia dengar dalam mimpinya tadi seakan masih menghantuinya dan memanggil-manggil namanya. Suara-suara mengerikan itu menuntutnya, menggema hingga ke segala penjuru ruangan.

Apa kau tidak ingin mendapatkan ilmu kebal?

Bagaimana caranya?

Darah 41 gadis perawan yang tumpah di atas tanganmu adalah syarat untuk mendapatkannya ....

Dialog tak masuk akal itu terus berputar-putar dalam kepala Wahyam.

Nyaris gila rasanya.

Sejauh ini baru satu wanita yang berhasil dia tumbalkan. Pekerjaannya rupanya tidaklah mulus lantaran banjir memutus akses jalan menuju desa tempatnya tinggal. Belakangan, wanita-wanita yang kerap datang dari daerah nun jauh di sana pun berkurang jumlahnya, bahkan nyaris tidak ada. Hanya satu atau dua orang, itu pun Wahyam tidak bisa langsung mengambil nyawa mereka begitu saja. Dia mesti bermain cantik. Jika tidak, tukang becak atau ojek yang membawa mereka datang ke kediamannya bisa-bisa curiga terhadap dirinya.

Merasa gelisah tidak keruan, Wahyam pun memutuskan untuk keluar sekadar mencari angin segar, meninggalkan istri dan anaknya yang sedang terlelap di atas kasur, kemudian mengunci pintu kamar rapat-rapat.

Begitu tiba di teras rumah, Wahyam mengedar pandangan ke arah halaman. Sunyi, memang. Namun, dia dapat mendengar suara binatang ternak sesekali meribut dari belakang rumah.

Mendadak Wahyam didera rasa khawatir. Mengingat beberapa jam yang lalu Rudi sempat menggedor pintu kamarnya dan berteriak-teriak kalau dia melihat ada tangan manusia yang menyembul dari dalam tanah di halaman rumah. Wahyam bertanya-tanya, mungkinkah putranya melihat mayat waria yang dikuburnya di sana? Sial! Bagaimana bisa anak itu mengendap keluar dari dalam kamarnya? Padahal, Wahyam sudah memperingatkan untuk tidak mendekati anjing sialan itu.

Dengan bertelanjang kaki, Wahyam pun melangkah dengan penuh waspada. Tindak-tanduknya kini bukan lagi sekadar mencari angin segar. Wahyam rasa dia harus segera memeriksa gundukan tanah, yang dia buat untuk makam waria itu, tidak sampai terbongkar akibat ulah anjing sialan tersebut.

Sejak awal Wahyam sudah menduga, membunuh waria itu hanya akan membawa masalah dalam hidupnya. Seharusnya Wahyam tidak perlu menghabisinya, tetapi dia tidak punya pilihan lain sebab waria itu telah memergokinya sewaktu dia membuang jasad Siti Sundari di padang ilalang. Masalah pun kian menjadi rumit akibat kehadiran seekor anjing yang terus-menerus menggonggong di halaman rumahnya selama beberapa hari ini. Namun, ajaibnya, ketika Wahyam tiba di sana, sosok anjing yang selama ini mendekap makam waria itu tidak lagi dia temukan di mana pun. Kemana perginya? Mungkin anjing itu mati di suatu tempat, pikirnya.

SIGNAL: 86Where stories live. Discover now