27. If Only I Could

1.7K 275 47
                                    

"Yis, bawalah anjing ini ke mobil!" perintah Letnan Samsuri yang segera diangguki oleh Ayis di sampingnya.

Buru-buru Ayis melepas jaketnya. "Ekh ...," erangnya takut-takut sembari menjulurkan tangan. Dia berusaha meraih posisi lebih dekat dengan Hachiko. Diselimutinya tubuh besar anjing itu yang—mungkin—kedinginan, kemudian diangkatnya dengan susah payah.

Luka di atas kepala Hachiko masih mengucurkan darah, bahkan bercaknya sampai menjiplak pada jaket Ayis yang berwarna cokelat terang. Anjing itu sempat meronta keras, menunjukkan penolakannya ketika mengendus bau pelukan dari seseorang yang tak dikenalnya. Namun, tubuh Hachiko yang dirasanya semakin tak berdaya membuat anjing itu pun akhirnya pasrah, seiring dengan suara napasnya yang makin tidak beraturan.

"Anda mau ke mana, Letnan?" cegah Ayis saat mendapati Letnan Samsuri justru melangkah ke arah sebaliknya. Ayis berpikir untuk menyusulnya. Namun, melihat kondisi anjing dalam dekapannya yang semakin melemah, Ayis lebih memilih menunggu Letnan Samsuri di dalam mobil patroli.

Semakin jauh Letnan Samsuri melangkah menuju rumah papan di ujung sana, semakin waspada pula dirinya terhadap situasi sekitar. Ketika senternya padam di pertengahan jalan, Letnan Samsuri berupaya menggoyangnya beberapa kali, memaju-mundurkan tombol pemicu arus, namun benda berwarna silver yang digenggamnya itu tetap tidak kunjung menyala.

Bersama sisa cahaya rembulan yang mengintip di balik awan hitam, kakinya terus menapaki halaman yang luasnya melebihi ukuran lapangan bola itu. Suara gemerisik dedaunan serta ranting yang saling bergesekan membuat perasaannya makin tidak keruan. Pohon-pohon yang ditanami di sepanjang halaman rumah ini, membentuk siluet mengerikan yang seolah tengah melambai-lambai padanya. Dari posisinya sekarang, Letnan Samsuri dapat mencium bau kandang sapi, juga bau-bau busuk—entah apa—yang makin menguat.

Rumah itu ternyata tidak begitu besar jika dilihat dari dekat. Bentuknya persis seperti rumah-rumah kubus pada umumnya, dengan sebuah teras kecil yang diberi semacam pembatas dari batu bersemen memanjang pada bagian depan juga sisi kanan-kirinya. Nyala lampu pijar pada teras membantu Letnan Samsuri menelisik bagian sisi kiri rumah tersebut. Terdapat sebuah bangunan tambahan yang hanya dipasangi pagar kayu dan ditutupi seng seadanya, yang sepertinya berfungsi sebagai garasi dan tempat penyimpanan barang. Letnan Samsuri buru-buru mengendap-ngendap ke dalam sana. Perasaan takut ketahuan tentu saja menghantuinya. Letnan itu tidak memiliki surat perintah yang membuatnya dapat leluasa menggeledah seisi rumah ini, namun dia merasa perlu memastikan sesuatu untuk membuktikan kecurigaannya; mengapa Hachiko bisa sampai berdarah-darah di halaman rumah ini.

Dalam garasi reyot tersebut tampak sebuah mobil bak terbuka terpakir tepat di tengah-tengah. Tangannya segera meraba-raba pemukaan bemper depan dan lampu sorot mobil. Letnan Samsuri dapat merasakannya pada permukaan kulit. Kaca pada kedua lampu sorot mobil tersebut sama sekali tidak rusak. Bember depannya juga tidak mengalami penyok sama sekali. Itu berarti mobil bak terbuka ini tidak pernah menabrak sesuatu atau—mungkin saja—pemiliknya sudah mengganti dengan spare part baru untuk menghilangkan bukti.

Jika saja Letnan Samsuri bisa membuktikan perkataannya soal asal-usul pecahan kaca yang dia temukan di Kilometer 13 itu, maka kecelakaan yang tanpa sengaja disamarkan oleh guyuran hujan tersebut, juga tanda pengenal milik Hachiko yang Letnan Samsuri pungut di sana, tidak akan jadi sesamar ini. Kapten Darwis juga pasti tidak kan mengatainya berdelusi soal ini. Kedua tangannya seketika mengepal erat. Kecurigaan Letnan Samsuri pun seakan lenyap begitu saja.

_____________

Letnan Samsuri mendapati wajah Ayis sudah berlinang air mata begitu dia membuka pintu mobil patroli.

Berulang kali, dilihatnya perwira yang usianya tujuh tahun lebih muda darinya itu, menyedot ingus dalam-dalam. Tangan besarnya menepuk-nepuk tubuh besar Hachiko yang tergulung oleh jaketnya, sebisa mungkin berusaha menenangkannya, namun anjing itu justru semakin mendengking dalam dekapannya.

SIGNAL: 86Where stories live. Discover now