24. To Pieces

1.8K 321 54
                                    

Instrumental Credit:

Wonderland Original Piano Composition by. Jurrivh 🖤🖤🖤

Chapter ini mungkin akan sangat membosankan. Selamat membaca!

Saat Disza Anszani selesai diperiksa, Dimas menyempatkan diri untuk menemuinya sebelum dia kembali dibawa ke ruang interogasi Divisi Pembunuhan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Saat Disza Anszani selesai diperiksa, Dimas menyempatkan diri untuk menemuinya sebelum dia kembali dibawa ke ruang interogasi Divisi Pembunuhan. Suara dehaman dari mulutnya agaknya mengejutkan gadis yang tengah duduk sembari menatap ke luar jendela itu. Tanpa tedeng alih-alih, Dimas langsung memutar kursi roda Disza menghadapnya. Kemudian, menyodorkan sebuah buku usang ke hadapan gadis itu. Disza Anszani serta-merta mendongak. Raut wajahnya masih tampak pucat. Dengan dahi terlipat dan raut tidak suka, dia meraih buku yang diberikan Dimas ke dalam pelukannya.

Dimas kembali berdeham untuk mengatasi rasa gugupnya. "Buku itu ...," katanya ragu-ragu. "... kenapa bisa ada padamu?" sambungnya lagi, tidak ingin berbasa-basi. Dimas sudah cukup lama menahan diri. Jawaban Disza akan sangat menentukan hatinya. Tentang siapa dan apa hubungan yang gadis itu miliki dengan Letnan Samsuri, Dimas rasa dia memang harus mencari tahu.

Sembari mengacungkan buku itu ke arah Dimas, Disza menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa?" Dia kemudian menjeda sebentar. "Apa Bapak kenal polisi ini?"

Dimas memejamkan matanya sejenak. Rasanya sungguh tidak keruan. Dipanggil dengan sebutan semacam itu membuat Dimas merasa seakan tua. Dimas harusnya sadar diri dan tidak banyak menuntut. Sebab pastinya, bagi gadis itu, dia hanyalah orang asing yang numpang lewat.

"Iya," jawab Dimas kemudian. "Apa hubunganmu dengan polisi itu? Kenapa kau menyimpan jurnal penyelidikannya dalam tasmu?"

Sesaat Disza tersentak mendengar pertanyaan Dimas yang seperti menerornya. "Bagaimana Bapak bisa kenal dengan polisi ini?" Namun, yang Dimas dapati dia malah balik bertanya.

Dimas menggeram sebentar. Sepertinya Disza ini tipe orang yang suka membolak-balikkan pertanyaan. Justru Dimas yang merasa sedang dikuliti sekarang. Namun, Dimas tidak membiarkan dirinya mengalah sedikit pun. Dia terus memberondong pertanyaan, sampai Disza mau menjawabnya.

"Apa mungkin ... dia ayahmu?" tanyanya lagi dengan nada ragu, yang langsung ditanggapi gadis itu dengan tawa samar.

Gadis itu lantas menggeleng. "Bukan," Masih dengan sisa tawanya yang lama-kelamaan jadi senyum tipis. "Ayahku adalah seorang dokter forensik. Dia menghilang saat sedang membantu menangani kasus di Batam. Sudah lama sekali. Lalu tanpa sengaja aku menemukan jurnal ini di antara barang-barang milik Ayah."

Kalimat yang dia lontarkan menjawab semua peryataan Dimas. Sembari mengusap rambut, Dimas mendesah cukup panjang. Kalau Disza Anszani bukan putri Letnan itu berarti dia juga tidak tahu bagaimana Letnan Samsuri meninggal.

Sesaat kemudian Dimas justru dibuat tercenung oleh Disza Anszani. Cukup lama, dia mendengarkan cerita hidup gadis itu yang dengan suka rela diceritakannya pada Dimas. Sama sepertinya, Disza pun rupanya sering mencari berita lama dalam koran-koran di Pusat Arsip Nasional. Memeriksa setiap gulungan koran, dari masa orde lama sampai jaman milenial, baik itu milik kantor berita yang sudah gulung tikar dan yang masih berjaya, namun sayang berita tentang ayahnya—yang dia cari-cari selama ini—tidak ada di mana pun.

SIGNAL: 86Where stories live. Discover now