[[ Jalinan ]]

1.3K 196 29
                                    

Hujan turun makin deras di luar saat Kamal berjalan melewati pilar-pilar besar gedung Direktorat Reserse Kriminal

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hujan turun makin deras di luar saat Kamal berjalan melewati pilar-pilar besar gedung Direktorat Reserse Kriminal. Dari kejauhan, dia melihat Dahlan digiring oleh dua orang Bintara menuju sisi kiri gedung--ke sebuah tempat di mana interogasi terhadap orang-orang khusus biasa dilakukan. Tak lama Komisaris datang menyusul dengan langkah terburu-buru. Kamal sempat berhenti di pertengahan jalan lantaran penasaran. Tetapi kemudian dia kembali melanjutkan perjalanan. Sadar dirinya tidak berada pada posisi di mana dia bisa campur tangan dalam proses interogasi yang dilakukan orang-orang Reskrim.

Begitu sampai di ruangan Kadiv Internal, Kamal langsung disambut oleh dering mesin fax di atas meja kerjanya. Setegah berlari, Kamal menghambur masuk dan segera mengangkat gagang telepon. Tombol start pada mesin fax kemudian dia tekan. Satu per satu berkas yang dikirim oleh si pengirim pun perlahan-lahan keluar dari dalamnya.

Duduk menunggu, Kamal menyambinya dengan membereskan fail-fail—yang tergeletak tidak pada tempatnya—ke dalam kotak bantex. Kotak bantex tersebut kemudian dia tata apik di atas kabinet yang terletak di belakang kursinya. Begitu mesin fax berhenti bekerja, berkas-berkas yang dia terima pun langsung diperiksanya. Berkas-berkas tersebut berisi salinan Kartu Keluarga milik orang-orang yang sebelumnya dia curigai sebagai informan Agus Sinar. Dari total empat orang yang berhasil mereka kerucutkan, rupanya Mari mengirimkan delapan buah salinan.

Pertama-tama Kamal memeriksa salinan Kartu Keluarga milik Aryan Halfin. Berbekal sebuah catatan kecil—yang sepertinya ditulis tangan oleh Mari sendiri, diketahui bahwa kedua orang tua Aryan pernah dua kali memperbaharui riwayat Kartu Keluarga mereka. Tetapi hal tersebut dimaksudkan untuk menambah nama anggota kerluarga kandung—adik-adik dari Aryan—tidak lebih.

Kamal memilah-milah salinan berkas lainnya. Dan begitu tangannya sampai pada dua berkas terakhir—menilik serta meneliti detail informasi di dalamnya—kedua mata Kamal seketika dibuat melebar tidak percaya.

Kamal buru-buru menghubungi Mari untuk memastikan. Nada sambung terdengar di line, lalu dia mendapati suara Mari menyambutnya tak lama kemudian.

"Halo?"

"Mari, kamu yakin berkas-berkas ini valid?" serobot Kamal tidak sabaran.

"Ya, tentu, Kapten. Susah sekali mendapatkannya."

"Kerja bagus," puji Kamal spontan. Membayangkan Mari harus bolak-balik mendatangi dan mengontak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil demi mendapatkan salinan berkas kedaluwarsa tersebut, pastilah sangat merepotkan. Kamal sangat menghargai kerja keras Mari.

Kemudian Kamal menanyakan, "Bagaimana kondisi di sana?" yang langsung dijawab Mari dengan gumaman cukup panjang.

"Lampu kamar dihidupkan, tetapi sepertinya Dimas tidak ada di rumah saat ini," ujar Mari dengan tegas, merasa sangat yakin pada tebakannya.

Kamal lantas memberikan perintah pada Mari dan seorang rekan lainnya di sana untuk kembali ke markas. Sambungan telepon lalu diputuskan setelah Mari menjawab "Roger, Kapten" dengan nada riang gembira.

SIGNAL: 86Where stories live. Discover now