35. A Gift

1.4K 249 29
                                    

Ada suara-suara aneh yang Eja dengar malam itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ada suara-suara aneh yang Eja dengar malam itu. Matanya yang semula terpejam rapat pun sontak membeliak lebar. Eja mencari-cari. Dari arah lorong kamar. Ya. Suara itu seperti suara rantai yang diseret-seret. Ada derap langkah kaki juga yang didengarnya. Berasal dari dua orang. Yang satu ketukannya tegas berirama, sementara satu lagi menyusul lambat-lambat seperti dipaksa.

"Kau dengar itu?"

Yas baru berani berbicara ketika suara-suara itu menjauhi kamar mereka. Dia berbisik seperti setan sampai-sampai Eja terlonjak kaget dibuatnya. Refleks ditekannya pemicu pada bolpen yang sejak tadi Eja genggam erat-erat. Wajah Yas yang pucat pun tersorot cahaya biru, seperti terkena siraman air blau. Rupanya Yas tengah berbaring menghadap ke arahnya di ranjang seberang. Yas menutupi sebagian wajahnya dengan tangan. Makin lama sinar biru itu makin menyakitiki matanya.

"Ja, matikan sentermu," ujarnya pelan.

Ini bukan senter, tapi bolpen. Eja ingin sekali menyuarakannya tetapi dia malas berbisik-bisik.

Begitu pemicu dia tekan lagi, kamar mereka pun kembali gelap gulita.

Yas berguling-guling di ranjangnya. Tampaknya dia tidak bisa tidur lagi.

Bermenit-menit setelahnya mereka terdiam. Suasana ini terlalu canggung untuk Yas. Dia tidak suka sepi. Yas bergumam, berusaha memilih topik yang tepat untuk dibicarakan. Game? Masalah kesehatan? Pemasok narkoba? Atau kegiatan sehari-hari? Eja terlalu pendiam, pikirnya. Yas tidak yakin apakah anak itu mau diajak bicara atau tidak.

"Siapa itu Nala?"

"Nala?" Eja terkesiap mendengar pertanyaan Yas. Dia tidak mengerti mengapa tiba-tiba Yas menyebut nama Nala ke dalam topik pembicaraan mereka.

"Kulihat di ujung sentermu, ada tulisan nama itu."

"Oh,"

Hanya jawaban itu yang kemudian terlontar dari mulut Eja. Dia memang tidak suka berbagi masalah privasinya dengan sembarang orang.

Sebenarnya Eja juga tidak tahu. Waktu itu, bangun-bangun, dia sudah mendapati sebuah kotak berisi bolpen tersebut di atas nakas tempat tidurnya. Entah siapa yang menaruhnya, tetapi bolpen itu jelas pemberian Nala. Di dekat pengait tutupnya, tertulis jelas namanya di sana. Diukir dan dicat oleh sesuatu yang berwarna keemasan. Ukuran bolpen tersebut cukup gemuk dengan warna hitam yang lebih mendominasi. Eja tidak yakin, tetapi sepertinya ada banyak muatan yang dimasukkan ke bagian dalamnya—sayang, tidak bisa dibuka. Terdapat sebuah lampu pada bagian ujung kepalanya, yang bisa dihidup-matikan jika picunya ditekan. Ujung matanya runcing. Kelihatan baru, tetapi tidak berfungsi. Saat Eja mencoba menulis di atas kertas, tidak ada tinta yang keluar.

Eja juga menemukan sebuah kertas yang terselip di dalam kotak kemasan bolpen tersebut ketika membongkarnya. Namun, isinya kosong, tidak ada tulisan apapun. Nala memang aneh. Meskipun ragu pada awalnya, kotak beserta bolpen pemberian Nala, akhirnya Eja bawa juga ke pusat rehabilitasi. Untuk jaga-jaga, siapa tahu dia membutuhkannya nanti.

SIGNAL: 86Where stories live. Discover now