[[ Jalinan ]]

1.1K 207 7
                                    

Mobil Samsuri baru saja meninggalkan Warung Pertigaan ketika Agus Sinar menepi di bahu jalan

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Mobil Samsuri baru saja meninggalkan Warung Pertigaan ketika Agus Sinar menepi di bahu jalan. Dia keluar secepatnya dari pintu pengemudi, kemudian berteriak memanggil nama Samsuri sembari melambai-lambaikan kedua tangan. Agus Sinar berharap dengan melakukan itu Samsuri akan melihatnya melalui spion tengah dan lekas berbalik arah. Tetapi usahanya tidak membuahkan hasil sama sekali. Samsuri keburu menjauh, tak lama mobilnya hilang di tikungan.

Agus Sinar menutup pintu. Dimas yang masih berada di dalam menurunkan kaca jendela hingga wajahnya menyembul keluar. "Pa, jangan lama-lama. Dimas ... belum kerjain PR."

Agus Sinar mengangguk sambil tersenyum. Dia menatap arloji di pergelangan tangannya. Sudah jam tujuh, pikirnya.

"Kamu lapar? Mau Papa belikan gorengan?" tawar Agus Sinar yang segera dibalas gelengan kepala oleh Dimas. Dia sedang tidak berselera. Wajahnya merengut entah sebab apa. Berikutnya dia sudah berpaling dari Agus Sinar. Kembali membaca buku di pangkuan dengan posisi kaca jendela tetap dia biarkan terbuka.

Agus Sinar meninggalkan Dimas dan berjalan masuk ke dalam warung. Denting lonceng kecil masih setia menyambut setiap kali pintu dibuka. Agus Sinar ingat, di tempat inilah pertama kali dia bertemu dengan Samsuri. Tampilan dalamnya tidak banyak berubah sesaat diperhatikan. Meja-meja kayu tersusun dengan rapi di beberapa tempat strategis, bersama empat buah kursi plastik yang mengelilinginya. Tidak banyak hiasan yang dipajang. Tetapi Agus Sinar mendapati beberapa bunga palsu digantung untuk mempercantik ruangan. Televisi tabung masih bertengger di atas jalinan terali besi pada dinding papannya. Pada setiap meja diletakkan gelas berserta wadah air di atasnya. Sendok dan garpu telah tersedia dalam mug sehingga penjual hanya perlu menghidangkan pesanan ketika orang-orang datang memesan makanan.

Agus Sinar mengedar pandangan ke penjuru ruangan. Suasana cukup sepi malam itu. Hanya terlihat satu-dua pengunjung yang sedang menyantap makanan dalam diam. Agus Sinar melongokkan kepala dan dia menemukan Ayis tengah duduk di depan meja kasir. Tampak sedang bercakap-cakap dengan Bu Kus, si pemilik Warung Pertigaan ini.

Bu Kus orang yang sangat sederhana dan manis dalam versi orang jawa. Rambutnya yang sehitam malam selalu dikuncir sebagian, sementara sisanya dibiarkan mengikal di tengkuk. Bu Kus adalah wanita yang penyabar dan selalu bertutur kata lembut. Tidak heran Ayis sampai terpikat pada wanita itu.

Empat tahun lamanya dia memendam cinta. Di usianya yang hampir mencapai tiga puluh dua tahun, dia masih betah melajang. Ayis kerap menunjukkan kesungguhannya, tetapi sampai detik ini cintanya tidak kunjung berbalas.

Sejak dikenalkan oleh Samsuri, warung ini selalu jadi tempat tujuan Ayis melepas penat. Wanita itu ... Ayis sangat mengharap dirinya bisa diterima oleh wanita itu, bukan sebagai seseorang yang singgah sebentar di warung makannya, melainkan sebagai seseorang yang menetap selamanya di hatinya.

Perjalanan Ayis demi mendapatkan hati Bu Kus tidaklah mudah. Tidak jarang, dia melancarkan seribu aksi untuk menarik perhatian Bu Kus. Jurus yang selalu menjadi adalan Ayis adalah permainan kata: "Bu Kus sekalian dibungkus ya". Ayis mengatakannya tanpa jeda koma. Pernah sekali, Samsuri memeragakan bagaimana Ayis merayu Bu Kus. Lucu Sekali. Agus Sinar sampai tertawa terpingkal-pingkal dibuatnya.

SIGNAL: 86Donde viven las historias. Descúbrelo ahora