#39 : TIS'ATUN WA TSALAATSUUNA

6.1K 433 10
                                    

#39

Wa nabluukum bisy-syarri wal-khoiri fitnah.

"Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan."

(QS. Al-Anbiya 21: Ayat 35)

TIS'ATUN WA TSALAATSUUNA:

Diam saja tidak akan membuat masalah selesai.

KEKASIH UNTIL JANNAH.

39. Tidak Ada Kabar.

Sampai jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam Rafardhan masih terduduk lemas di sofa ruangan kerja di kantornya. Ingin sekali rasanya pulang, menemui bidadarinya yang dengan itu bisa menghapuskan segala penat dan lelahnya. Tertidur bersama, disampingnya. Biasanya, jika Rafardhan pulang malam istirnya itu akan membuatkan teh hangat untuknya, lalu memijitnya dengan nikmat meski tanpa diminta sambil bertukar cerita. Malam-malam yang indah.

Berbeda dengan malam ini.

Bukan perasaan marah yang menyelimuti jiwanya, melainkan perasaan kecewa, cemburu, dan takut kehilangan membuat otak Rafardhan tidak bisa bekerja dengan baik. Gejolak api di dalam hati membuat Rafardhan tidak ingin mendengarkan penjelasan dari istrinya itu sedikit pun. Seakan laki-laki yang memberitahu bahwa dirinya adalah Daffa kepada Rafardhan sudah cukup jelas untuk menjelaskan kenapa Rafardhan bisa bersikap seperti ini.

Daffa.

Pria yang kehadirannya selalu ditunggu oleh istrinya selama bertahun-tahun.

Sebuah nama yang selalu bertengger manis dihati istrinya sebelum bertemu dengannya itu kini sudah ada, jelas di depan mata. Bagaimana mungkin Shafiyah tidak tahu laki-laki tadi siapa sedangkan dia adalah laki-laki yang Rafardhan temui di kafe waktu itu. Pria yang tadi bertemu dengan istrinya di rumah adalah pria yang mengaku bahwa dirinya adalah Daffa, cinta pertama istrinya. Lalu, bagaimana mungkin Shafiyah tidak mengenalinya? Sudah pasti bohong ketika Shafiyah tidak tahu laki-laki itu siapa.

Rafardhan mengambil ponsel di meja. Terdapat puluhan pesan dan panggilan masuk tidak terjawab olehnya dari sang istri. Notifikasinya tidak terdegar, sengaja Rafardhan silent-kan. Isi pesannya menanyakan tentang dirinya yang masih belum pulang, kentara sekali dia begitu care dan khawatir. Puluhan pesan yang mendarat di ponsel hanya di read saja, tidak ada niatan sama sekali untuk membalas pesan dari istrinya itu. 

Mengacak rambutnya asal, Rafardhan mengambil bantal sofa serta sarung yang selalu ia pakai ketika shalat sebagai selimut, untuk melindungi tubuhnya dari kedinginan. Biasanya, Rafardhan selalu satu selimut berdua dengan Shafiyah, menyembunyikan guling hanya karena dirinya mau dipeluk oleh Shafiyah. Saat tidur, istrinya itu lebih memilih tidak pakai bantal daripada tidak memeluk guling. Setelah Rafardhan tahu kebiasaannya, Rafardhan seringkali jail karena dirinya yang merasa iri terhadap guling. 

Rentetan peristiwa yang begitu manis seketika melebur saat ingatan Rafardhan terhubung pada kejadian siang tadi. Istrinya yang begitu ia jaga, yang ia percaya, kenapa bisa berkhianat dibelakangnya? Kenapa bisa mereka bertemu di rumahnya yang rumah itu merupakan istananya dengan Shafiyah? Kalau tidak ada apa-apa, kenapa Shafiyah tidak meminta izin terlebih dulu dengan cara menghubunginya? Sesibuk apapun Rafardhan, ia akan tetap berusaha mengabari istrinya terlebih dulu. Karena ini bukan masalah sibuk atau tidaknya, melainkan menjadi prioritas atau bukan.

Dua kali Shafiyah tidak menghargai komunikasi. Pertama, saat Shafiyah ke kafe. Tahu-tahu Shafiyah ada di kafe saat Rafardhan menanyakan keberadaan istrinya itu kepada teman Shafiyah yang kebetulan sedang menunggu ojek online. Seandainya tidak ada bunga dan laki-laki bernama Daffa itu mungkin Rafardhan tidak akan marah. Mungkin Rafardhan akan menghampiri mereka, makan bersama, berkenalan dengan teman-teman Shafiyah, habis itu pulang. Mungkin sudah bisa dirasakan bagaimana jika seseorang yang dicintai diberi sebuah bunga oleh orang lain dengan begitu romantisnya. Sakit, serius sakit. 

Kekasih Until JannahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang