17. Cinta dan bego beda tipis

18.3K 1.4K 95
                                    

Hi guys, gue update lagi, makasih buat vote dan komennya di part kemarin bikin gue semangat update. Ramaikan part ini guys

You’ll never know how strong you are until being strong is the only choice you have.
______________________________________________

Laura mengusap air matanya kasar kemudian mendudukan tubuhnya tepat di bawah pohon rindang yang berada di belakang SMA Trisakti. Ia merapikan kembali rambutnya dan seragamnya yang terlihat sangat kusut. Sambil sesekali mengumpat pelan.

Setelah dirasa penampilannya sudah lebih baik, Laura lalu menyenderkan punggungnya pada batang pohon. Tanpa sadar air matanya kembali mengalir. Ia meraba pelan dahi nya yang kini tampak sedikit membiru kemudian mengiris.

Laura akui memang sedikit sakit tapi itu bukan apa-apa jika dibandingkan dengan rasa sakit dihatinya saat ini. Sikap Anggit yang kasar merupakan hal baru bagi Laura, terlebih cowok itu baru saja membentaknya dan seolah menyadarkannya, bahwa dia tidak berarti apapun bagi cowok itu.

"Hustt."

Laura menyengit ketika kedua gendang telinganya menangkap sebuah suara atau lebih tepatnya bisikan. Sontak gadis itu menengokkan kepala kekanan dan kekiri dengan tatapan takut.

Jangan-jangan pohon ini berhantu.

"Laura."

Raut ketakutan semakin ketara di wajah Laura, penunggu pohon itu bahkan mengetahui namanya "Saya cuma numpang nyender bentar kok Mbah, jangan marah, jangan ganggu saya."

Tiba-tiba sekelebat bayangan turun dari atas pohon bersamaan dengan teriakan ketakutan Laura.

"Aaaa jangan makan gue mbah, daging gue alot." Teriak Laura dengan kedua tangan menutupi matanya. Tubuhnya bergetar hebat.

"Tolol banget temen gue Ya Allah." Nathan mengusap wajahnya frustrasi kemudian mendudukan dirinya disebelah Laura.

Mendengar suara yang tak asing lagi baginya, Laura pun segera membuka matanya.

"SETAN! Lo bikin gue jantungan tau nggak." Kata Laura menoyor pelan kepala Nathan "Lagian lo ngapain diatas pohon, mau latihan jadi monyet?" Lanjut Laura masih dengan tatapan kesal.

"Gue bolos Ra, lo tau gue benci pelajaran biologi kan?" Kata Nathan jujur "Dan matematika dan fisika dan Bahasa Inggris dan Kimia dan Bahasa jawa dan Bahasa–"

"Alah bilang aja lo benci semuanya," Potong Laura lalu berdecih pelan.

Nathan mengangguk setuju lalu cowok itu sedikit memicingkan matanya. Mengamati penampilan Laura yang terlihat entahlah, mengerikan?

"Jidat lo kenapa Ra?" Tangan Nathan menyingkirkan poni depan Laura dan melihat luka lebam tepat di dahi Laura.

Laura terdiam, bibirnya seolah kelu tak mampu bercerita apapun kepada cowok didepannya.

"Ra, gue tanya jidat lo kenapa?" Ulang Nathan kini dengan raut khawatir.

"Gue nggak papa." Kata Laura lalu mengalihkan pandangannya, bersamaan dengan jatuh air mata yang sedari tadi ia tahan.

"Lo kenapa nangis? Ngomong sama gue siapa yang bikin lo kaya gini," Desak Nathan.

Laura pun menceritakan semuanya kepada Nathan, dan cowok itu mendengarkanya tanpa menyelak sedikitpun cerita Laura. Sudah menjadi hal biasa bagi Laura untuk berbagi sesuatu kepada Nathan, bisa dibilang Nathan lah anak Serpents yang paling dekat dengannya, karena mereka memang satu kelas.

Raut Nathan berubah menjadi keras seolah merasakan apa yang sedang dialami Laura, tentu Nathan tidak terima jika temannya diperlakukan seperti itu. Biar bagaimanapun juga Laura tetaplah perempuan dan apa yang dilakukan Rio memang sudah kelewatan.

FlycatcherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang