42. Jangan menyerah, belum saatnya

16.1K 1.3K 686
                                    

Oiya aku mau tanya nih, kalian domisili (Asal) mana aja?

Vote dan komennya jangan ketinggalan ya...

Seorang cowok terduduk disebuah pembatas rooftop dengan sebuah buku di tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang cowok terduduk disebuah pembatas rooftop dengan sebuah buku di tangannya. Kedua matanya terlihat fokus memahami apapun yang ada di dalam buku tersebut. Kemudian tangannya bergerak memindahkan selang oksigen dari hidungnya.

Anggit menarik napasnya panjang. Dia tau tanpa bantuan oksigen itu sedikit membuatnya sesak. Namun tak dipungkiri, Anggit lebih senang menghirup udara langsung seperti ini.

Anggit memijat kepalanya pelan.

Pusing!

Itu yang dirasakannya. Namun Anggit seolah tak peduli. Toh dia sudah berteman dengan rasa sakit itu lumayan lama. Hingga tanpa sadar sebuah titik darah menetes mengenai bukunya.

Tes

Anggit menghembuskan napas kasar. Meraih sapu tangan yang dia siapkan di saku celananya. Kemudian menyumpal hidungnya dengan benda itu. Membuat banyak noda darah menempel disana.

Sampai kapan ini akan berakhir, batin Anggit.

Dia memilih menjauh dari pembatas rooftop. Bisa bahaya jika dia kehilangan keseimbangannya disini.

Cowok itu lalu menutup bukunya. Beranjak dari rooftop tersebut dan berjalan menuju kamarnya. Salah satu tangannya masih memegang sapu tangan yang setia menempel pada hidungnya. Darah yang keluar dari sana belum juga berhenti. Meskipun tidak sebanyak tadi.

***

"Aku bakal lakuin apa aja buat dia, Mas."

Suara itu sukses membuat langkah Anggit terhenti. Cowok itu menyandarkan tubuhnya pada dinding luar kamarnya. Niatnya untuk segera memasuki kamar dia urungkan.

"Biaya itu terlalu besar Kinanti! Kita nggak bisa ngorbanin semuanya demi anak itu, apalagi Anin dan Abi masih sekolah," balas Irawan.

"Nggak Mas, aku nggak mau tau pokoknya kita harus ambil operasi itu. Kalau perlu aku bakal donorin hati aku buat Anggit, aku bakal lakuin apapun buat dia, Mas."

"SADAR KINANTI!" bentak Irawan mengusap wajahnya frustasi. "Kamu nggak bisa donorin hati gitu aja, itu ilegal. Dan aku nggak akan biarin kamu ngelakuin itu."

Anggit tersenyum kecut. Benar dugaannya, dirinya lah yang menjadi penyebab pertengkaran mereka.

Tubuh Anggit tiba-tiba kehilangan keseimbangan hingga terdorong ke pintu.

Brakk

Pintu kamar tanpa sengaja terbuka. Anggit masih terdiam diambang pintu. Membalas tatapan kedua orang tuanya yang juga terarah padanya.

Suasana menjadi canggung seketika, baik Anggit maupun kedua orang tuanya masih saling berpandangan. Bergelut dengan pikirannya masing-masing.

"Papi mau bicara serius sama kamu," ujar Irawan padanya.

FlycatcherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang