49. Surrender

15.1K 1.6K 1.4K
                                    

I'm running to your side
Flying my white flag, my white flag

My love where are you?
My love where are you?

Whenever you're ready, whenever you're ready

Whenever you're ready, whenever you're ready

Can we, can we surrender?
Can we, can we surrender?

I surrender

-Surrender by Natalie taylor-

Saran aku diputer lagu di mulmed biar makin ngefeel oke?

Aku tantang komen di setiap paragraf. Sekali kali dong.

***

"Ada yang harus Papi omongin sama kalian."

Flaskback on

Kedua tangan Kiananti terasa dingin. Wanita itu terlihat sangat cemas. Terhitung sudah hampir tujuh jam ruangan operasi masih menunjukkan warna merah. Itu artinya kegiatan di dalam nya belum berakhir.

"Kenapa lama sekali," guman Kinanti pelan.

"Semuanya akan baik-baik saja, dia akan selamat," balas Irawan yakin. Kinanti hanya mengangguk membenarkan. Memang seharusnya seperti itu. Dia yakin tidak akan terjadi hal buruk pada putranya.

Ya, awalnya. Hingga saat dimana lampu hijau bercahaya. Dan beberapa pihak medis keluar dari sana dengan raut serius. Mereka sempat bertatapan satu sama lain sebelum salah diantara mereka mengatakan sesuatu.

"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Maaf, dengan berat hati saya sampaikan pasien bernama Anggit Rahesa Yudistira meninggal pada pukul 01.05 waktu Singapura."

Tubuh Kinanti langsung lemas mendengar penuturan Dokter Rian. Jantung nya seolah berhenti berdetak seperkian detik. Wanita itu seolah linglung beberapa saat.

"APA YANG ANDA KATAKAN? SAYA SUDAH MEMBAYAR BIAYA BEGITU BESAR TAPI KALIAN TIDAK BISA MENYELAMATKAN ANAK SAYA?!" bentak Irawan tidak terima. Tentu saja dia tidak percaya hal ini akan terjadi. Kegagalan atau kematian ketika operasi sangat jarang terjadi. Terlebih ketika ditangani oleh dokter profesional. Bagaimana mungkin? Padahal awalnya Irawan yakin semua memang akan baik-baik saja.

"Kami benar-benar minta maaf. Tapi keadaan Anggit semakin memburuk ditengah operasi," ujar Dokter Rian dengan sangat menyesal.

Kinanti menggeleng kencang. "Anda pasti salah, anak saya tidak mungkin meninggal. Anda jangan membohongi saya!" ujar Kinanti dengan amarah.

"I'm so sorry. We tried so hard to save him but God has another plan."

"No!"

Kinanti menerobos memasuki ruangan tanpa ijin siapapun. Toh dia tidak peduli, dia yakin putra nya masih hidup saat ini. Dia tidak akan percaya pada dokter begitu saja. Mereka semua penipu.

"Singkirkan kain sialan itu dari putraku, dia tidak bisa bernafas bodoh!" bentak Kinanti pada salah satu perawat disana. Wanita itu kemudian membuka penutup kain putranya.

Air matanya kembali turun dengan deras. Bahkan Kinanti kesulitan untuk sekedar bernafas. Wanita itu menatap wajah pucat anaknya. Kedua mata Anggit kini tertutup rapat. Tak ada hembusan napas dari dadanya yang naik turun.

FlycatcherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang