40. Someone you loved

15.9K 1.3K 733
                                    

Salah satu bakatku adalah berpura-pura baik-baik saja padahal nyatanya sedang sehancur hancurnya

***

Mata Anggit mengerjap perlahan, tepat ketika Abi menutup pintu kamarnya dengan sempurna. Sebenarnya cowok itu sudah tersadar beberapa jam lalu, bahkan sebelum Abi datang dan menceritakan apa yang ingin cowok itu lakukan malam ini.

Mengingat Laura akan ambil andil dalam tawuran itu tentu membuat Anggit cemas. Haruskah Anggit nekat kesana untuk memastikan keselamatan gadisnya? Tapi sanggup kah? Bahkan untuk berdiri saja Anggit kesulitan.

Cekrek

Pintu kamar tiba-tiba terbuka, menampilkan Alin yang tersenyum sumringah kearahnya. Sembari membawa bungkusan makanan.

"Abanggg!"

Alin memeluk Anggit lumayan erat membuat cowok itu meringis pelan.

"Sa..kit dodol." Anggit meruntuk pelan.

"Maaf, kan gue seneng lo masih hidup. Tadi mami bilang sama gue kalau lo udah sadar makanya ini gue bawain bubur," ujar Alin. Gadis itu langsung melepaskan pelukannya.

"Boong, gue tau lo ngarepnya gue mati kan?" Tanya Anggit dengan raut bercanda, yang sontak membuat Alin memukul bahunya lumayan keras.

"Sakit Lin, demi Allah!" Anggit memekik keras, menatap gadis itu tajam. Adiknya ini gila atau apa? Baru juga dia sadar sudah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan seperti ini.

"Gue bilangin Mami mampus lo," lanjut Anggit.

"Jangan dong bang, lagian mulut lo kotor banget kaya sampah."

Anggit mendelik dengan raut kesal. Kemudian tatapannya tertuju pada kunci mobil yang dipegang adiknya. Mungkin Papi atau Maminya sengaja menitipkan kunci itu pada Alin.

Sepertinya Anggit membutuhkannya sekarang. Dia tidak akan membiarkan rencana penyerangan Abi pada geng Dragons membahayakan Laura. Tidak setelah melihat bungkusan misterius yang dibawa Abi.

Jika Anggit tidak salah menebak bungkusan itu terlihat seperti rokok, atau mungkin narkotika? Anggit tidak terlalu paham, tapi dia yakin Abi memiliki rencana lain.

"Nggak gue bilangin tapi dengan satu syarat," ujar Anggit.

"Apa?"

"Pinjemin kunci mobil. Bantu gue ke parkiran. Jangan bilang apapun ke Mami."

"LO GILA? LO BARU AJA SADAR DUA JAM LALU TOLOL!" bentak Alin ngegas.

"Lagian itu tiga syarat yang lo sebutin, lo kira gue jin djarum?" Lanjutnya.

"Uang jajan gue seminggu, buat lo."

"Tetep enggak!" Alin menggeleng, kukuh dengan pendiriannya.

"Plus rumput laut?" Tawar Anggit lagi.

"Oke setuju," ujar Alin cepat dengan anggukan. Membuat Anggit berdecih pelan. Cewek memang paling gercep kalau masalah uang dan rumput laut.

Sesuai permintaan Anggit, Alin membatunya berjalan menuju parkiran. Cowok itu langsung memasuki mobilnya dan mendudukan tubuhnya disana. Perlahan Anggit melepas infus yang bertengger di tangan kanannya, membuat aliran darah mengalir dari sana. Anggit meringis pelan, meskipun dia sudah biasa melepas infus sendiri namun kali ini terasa menyakitkan. Cowok itu memejamkan matanya sejenak.

"Gue bisa," gumannya pelan sebelum akhirnya mulai menyalakan mobilnya dan mengendarainya keluar dari area rumah sakit.

Butuh waktu sekitar satu jam untuk tiba di markas geng Dragons, sialnya Anggit terjebak kemacetan dijalan.

FlycatcherDonde viven las historias. Descúbrelo ahora