32. Festivity

15.1K 1.1K 77
                                    

Vote dulu dong. Komen juga, share juga boleh. Btw aku apresiasi buat kalian yang mau ngingetin di komen kalau typo, makasih luvv.

***

Mereka yang tiba-tiba memilih berhenti, bukan karena kalah dan menyerah begitu saja pada keadaan. Hanya saja mereka sadar dan mengerti, sampai dititik mana ia sanggup menghadapi sendiri.

***

"Woy ini gimana dagingnya gosongg!!!" Teriak Shena menggelegar sembari memegang capitan daging. Tangan kirinya membawa kipas dan berusaha memadamkan api pemanggang yang terlalu besar.

Abi pun berjalan mendekati Shena dan merebut kipas tersebut. "Kalo dikipasin yang ada makin gede apinya pinter," kata Abi kemudian menggeleng jengah.

"Ya kalo gitu kamu aja yang bakar, aku males bakar gituan!" Shena memberikan capitan itu kepada Abi.

Laura dan Nathan pun bergabung turut membantu Abi. Sedangkan anak-anak lain seperti Anggit dan Rangga sedang sibuk menyiapkan proyektor besar yang nantinya akan diputarkan film. Ya mereka berencana menonton dan makan bersama malam ini.

"Gila bisa gosong gini dagingnya," Kata Laura kemudian terkekeh. Dia mengangkat satu persatu daging yang sudah berwarna hitam tersebut.

Shena benar-benar potret koki yang buruk. Chef Juna pasti menangis melihat ini.

"Shena yang masak, kelamaan mikirin gue jadi ga sadar gosong gitu," balas Abi enteng.

"Pede bangsat lo," timpal Nathan.

"Banget woy bukan bangsat," koreksi Laura.

Sedangkan disisi Lain....

"Nggit! Lo masang layar ya?" titah Rangga sembari menyodorkan tali dan sebuah layar pada Anggit.

Anggit hanya mengangguk kemudian menerima peralatan tersebut. Dia menghubungkan layar tersebut pada tali kemudian hendak memasangnya pada pohon.

Anggit tidak menemukan kesulitan ketika harus memanjat dan menalikan layar tersebut. Kemudian dia beralih pada bagian bawa layar yang harusnya dihubungkan pada tanah.

"Ada yang bisa gue bantu?" tawar seorang gadis yang juga ikut berjongkok tepat didepannya. Gadis itu tersenyum kearahnya dengan mata berbinar.

"Ambilin Palu."

"Iyup!"

Tak butuh waktu lama bagi Viona untuk mengambil palu tersebut dan memberikannya pada Anggit.

Viona kembali berjongkok sembari memandangi ciptaan tuhan didepannya. Bibirnya terus tersenyum hanya karna melihat Anggit yang sedang memaku tanah. Rambut Anggit yang berjatuhan kebawah membuatnya terlihat lebih tampan dimata Viona. Rambut berantakan aja ganteng, apalagi kalo rapi coba? Batin Viona.

"Pegang tali-nya," titah Anggit. Namun Viona tak juga bergerak, padahal matanya terlihat fokus kearahnya. "Vi?" tanya Anggit lagi.

Viona langsung tersadar "Eh iya apa?"

"Ngapain ngelihatin gue kaya gitu?"

Viona mengerjapkan matanya "Mm anu, tadi lo minta apa? Pegangin tali kan? Ini gue pegang deh hehe lanjutin aja kerjaan lo."

Anggit menggendikan bahunya acuh. Dia tak ingin ambil pusing dengan sikap aneh Viona kemudian langsung melanjutkan pekerjaannya.

"Udah belom Nggit?" teriak Rangga dari kejauhan.

Anggit mengangguk singkat "Udah."

Kemudian Anggit beranjak dari sana dan hendak menuju sofa, diikuti Viona dibelakangnya. Anggit melihat Laura yang tengah duduk di salah satu sofa tersebut dan kemudian mendudukan diri tepat disamping Laura.

FlycatcherWhere stories live. Discover now