1. First Meet You (Arjuna)

22.3K 834 17
                                    


Sebelum baca, di usahakan untuk Vote yuk. Dan setelah membaca di usahakan juga buat komen, karena satu Vote serta satu komentar itu sangat berharga buat aku pribadi :)

Happy reading guys ... 💜

• • •

“Sialan!”

“Sialan!”

“Sialan!!!”

Suara deru nafas terdengar seperti memburu mengeram beberapa kali, kedua tangan yang berdecap pinggang menatap tajam kearah salah satu ban mobil mewah bermerek terhenti di sebuah bahu jalan kawasan Jakarta Selatan. Terlihat sosok remaja cewek berseragam Putih Abu-abu khas anak SMA kembali mengumpat, banyak sumpah serapah yang ia lontarkan memaki kendaraan nya kini.

“Lo itu mobil brands terkenal, masa lo mogok sih?”

Sosok gadis berparas cantik dengan wajah blasteran Indonesia-Rusia memiliki tubuh mungil tetapi ideal dan kedua pipi yang tampak sedikit chubby, terlihat imut dan menggemaskan. Memiliki sepasang retina berwarna abu-abu gelap, bibir mungil merah jambu serta kulit putih khas bangsa Eropa menyempurnakan sesosok Anaya Queensha Maheswari.

“Argh ... Bikin emosi aja,” erangnya begitu frustasi beberapa kali, kedua bahunya melemas saat retina abu milik nya melirik pada jam tangan yang melingkar di tangan kirinya tampak sudah menunjukan angka tujuh pagi tepat.

Ini adalah hari pertama ia masuk sekolah di salah satu sekolah kebanggaan dan terfavorite di kawasan Jakarta, Anaya yang mulanya bersemangat pindah sekolah harus kembali merenung, di awal pagi yang cerianya.

“Gimana nih Pak, Aya harus cepet-cepet ke sekolah.”

“Maaf Non, kayanya mobilnya harus ke bengkel,” balas seorang pria parauhbaya berusia sekitar lima puluh tahunan tertunduk dalam pada majikannya yang kini kembali menggeram pasrah.

“KAK GIMANA DONG NIH, AKU HARUS KE SEKOLAH CEPAT-CEPAT!"

Satu teriakan dari dalam mobil oleh seorang gadis cantik, membuat Anaya yang tengah berdecak kembali mengerang sementara pria paruh baya tampak tua itu semakin tertunduk.

"Lo pikir lo doang yang harus cepat-cepat ke sekolah?" tanya Anaya dengan nada menekan.

"GUE JUGA!" lanjutnya dengan sekali membentak membuat sosok gadis yang masih di dalam mobil itu menutup kaca jendela mobil secara gusar.

"Sialan, kenapa sih selalu aja kaya gini? Kenapa coba? Kenapa?" gerutu Anaya beberapa kali.

"Lucu emang pikir lo mogok sekarang?" maki Anaya berbicara dengan mobilnya.

"Luarnya aja kelihatan mewah, dalamnya lo tua!"

BUGH ....

"Argh!!!"

"Astaga, non Aya gak apa-apa?"

"Ada apa sih? Mobil kok sampai goyang?" tanya Alisha-sosok gadis berseragam SMP bergegas keluar dari mobil cepat-cepat ketika merasakan dataran mobilnya bergoyang oleh sesuatu di luar sana.

Anaya mengaduh kesakitan memegangi sebelah kakinya yang baru saja ia gunakan untuk menendang ban mobil belakang yang tentu saja keras, Pak Malih sedikit panik ketika sang majikan mengaduh namun ia pun sempat menahan tawa melihat tingkah konyol majikannya.

Alisha yang awalnya ikut sedikit panik, lalu mengejek diam ketika melihat sang Kakak tengah mengaduh beberapa kali, sekarang ia tahu bahwa tadi adalah kelakuan Kakaknya.

"Apa sih, sok-sok'an banget," cibir Alisha pelan.

Anaya yang mendengar hal itu langsung menoleh tajam. "Berisik lo!" sarkasnya tajam.

Pak Malih yang sudah tak enak hati karena waktu dan cuaca sudah menujukan batasnya, mencoba berpikir cepat riuh jalanan Jakarta pagi hari memang sangat ramai jelas saja ini adalah kota Metropolitan dimana semua orang akan sibuk berbondong-bondong lalu lalang mengerjakan aktivitasnya masing-masing.

"Non, mau saya panggilkan orang rumah saja untuk bawakan mobil kesini?" tanya Pak Malih ragu-ragu.

Gadis bermata abu itu menghela seraya menata rambutnya kembali rapih. "Gak usah pak, Aya sama Lisa naik bus--"

"APAAN? NAIK BUS?" seru Alisha dengan berteriak membuat Anaya menoleh tajam.

"Atau taksi aja." lanjut Anaya, dengan tatapan tajam masih tertuju pada sang Adik yang melotot seolah bertanya kenapa sang Kakak terus menatapnya tajam.

Pak Malih tertawa kecil seraya tertunduk hatinya benar-benar tak enak sekarang.

"Non, gimana non Aya sama non Lisa naik Bus, kalian berdua aja gak pernah naik angkutan umum sebelumnya," ucap Pak Malih, membuat Anaya berpikir dua kali.

"Aya pernah naik bus kok waktu sekolah di New York," balas Anaya.

Alisha mencibir pelan dari samping. "Mana mungkin, lo berangkat sekolah suka di antar jemput kan sama si William William itu?"

Anaya sontak kembali membulat kaget, dengan refleks ia menatap sinis Alisha yang tesenyum devil seolah gadis itu berhasil menjatuhkan kakaknya.

Pak Malih semakin tertawa, setiap kali melihat dua bersaudara ini selalu saja ada cerita dan pertengkaran di antara mereka walaupun hanya pertengkaran kecil maka siapapun yang akan melihatnya merasa nyaman karena Adik Kakak itu tak pernah main tangan saat pertengkaran mereka sendiri.

"Lo belum tau aja, naik bus di Indonesia kaya gimana," ungkap Alisha dengan wajah santai. Sementara Pak Malih mengaguk setuju atas ucapan Alisha tadi membuat Anaya menatap serius sang Adik.

"Emang lo pernah naik bus di Jakarta?" tanya Anaya seraya mencibir membuat Alisha seketika terdiam dan mengatup.

"Y-ya ya, enggak sih," balasnya pelan, Anaya tertawa mencela sementara Pak Malih hanya menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali.

"Makanya jangan sok tahu bisa gak sih, Sha?" tanya Anaya, membuat Alisha mengerucutkan bibirnya.

"Tapi gue pernah liat tuh di Ftv-Ftv kalau naik bus di Indonesia pasti desak-desakan, dan gue juga tau tuh kak teman gue suka cerita gimana rasanya naik bus," jelas Alisha panjang lebar, Anaya yang tak mau mendengarkan lagi hanya mengaguk-ngaguk meng-iyakan padahal ia pun setengah mencibir bermaksud hati hanya untuk menyenangkan sang Adik saja.

"Pak, Pak Malih pulang aja atau ke bengkel buat benarin mobil ini," ucap Anaya tak mau lagi berlama-lama di tempat ini karena cuaca yang kian panas membuat Anaya tak betah lagi.

"Tapi non,"

Anaya bergegas mengambil tas sekolahnya juga Alisha yang berada di dalam mobil, lalu menggendongnya dan siap pergi meninggalkan kedua orang itu.

"Gue mau naik bus aja," putus Anaya.

Alisha yang sudah menggendong tas sekolahnya langsung terkejut mendengar keputusan Kakaknya.

"Ogah ah, gue gak mau naik bus kak,"

Anaya yang terlihat sedang menerawang suasana riuh piuh jalanan kembali menoleh.

"Ya elo naik taksi aja, gue mau naik bus." balas Anaya dengan tekad yang mantap.

"Non Aya jangan naik bus, non naik taksi aja bareng non Lisa," saran Pak Malih kepada Anaya yang siap melangkah.

"Aya pengen coba naik bus," jawab Anaya.

Pak Malih hanya melirih, kali ini ia tak bisa menahan namun jika ia tak menahan maka majikannya itu akan tersesat di kota luas ini, secara Anaya baru saja menginjak Tanah Air sekitar lima hari yang lalu karena lama menetap di New York membuat Pak Malih sedikit takut kalau sang Majikan akan tersesat dan hilang arah menuju tujuannya.

"Kalau gitu Aya berangkat sekarang, udah telat." ucap Anaya terakhir sebelum bergerak pergi.

"Non Aya!"

"Kak Aya!"

Anaya tak mengubris lagi, ia tetap melangkah menyusuri trotoar menuju sebuah halte bus yang terletak sedikit jauh dari tempat mereka berdiri.

"PAK MALIH KE BENGKEL AJA, TERUS PULANG. JANGAN CEMASIN AYA!" teriak Anaya tanpa menoleh ke belakang.

Alisha yang melihat sang Kakak sudah sedikit jauh darinya langsung berpamintan pada Pak Malih supir pribadi mereka, lalu mengejar Anaya.

"Naik taksi aja kak, gue gak mau naik bus," rengek Alisha pada Anaya yang sudah berjalan pelan.

"Lo kalau gak mau ikut gue yaudah sana, berangkat sendiri. Cari taksi." balas Anaya enteng. Alisha yang kini menggandeng lengan Anaya terus merengek seperti bocah kepada ibunya untuk segera menuruti perminta'annya.

"Jangan naik bus, kak," rengek Alisha manja pada Anaya.

"Apa sih Sha, lo katanya gak mau naik bus tapi kenapa ikut gue ke halte sekarang?" sarkas Anaya muak.

Kini keduanya sudah berada di halte yang sedikit sepi hanya terdapat beberapa orang yang sedang menunggu bus datang.

"Gue pengen sama lo kak,"

"Ya gue mau naik bus!" balas Anaya jengah.

"Jangan naik bus, sempit kak desak-desakan juga gue males."

"Ya kalau lo gak mau, yaudah jangan ikut gue lo naik taksi aja, repot banget sih lo!"

"Masalahnya lo gak akan tau--"

Ucapan Alisha terpotong ketika Anaya langsung menatapnya tajam, beberapa orang yang melihat perdebatan mereka hanya diam memperhatikan.

Dengan cepat Anaya menepis tangan Alisha yang masih menggantung di lengan kanannya, ia berjalan kedepan menoleh kanan kiri untuk memberhentikan sesuatu Alisha yang melihat itu hanya diam binggung.

Hingga beberapa menit Anaya berhasil memberhentikan sebuah taksi yang kini sudah terhenti di samping halte, Alisha yang berbinar karena Anaya sudah sadar jika naik taksi lebih baik dari pada bus seketika langsung tersenyum lebar selebar mungkin.

"Lo naik sekarang," titah Anaya. Alisha mengaguk cepat lalu langsung memasuki taksi.

Blam ....

Pintu taksi tertutup hingga Alisha dibuat binggung ketika sang kakak tidak ikut masuk bersamanya.

"Kak?"

"Pak, tolong anterin Adik saya ke SMP Garuda Jakarta 01 di jalan Sudirman ya?" ucap Anaya pada supir taksi, sang supir lantas mengaguk paham.

"Lo gila ya kak?" tanya Alisha tak menyangka.

"Berisik, lo berangkat sekarang." balas Anaya muak.

"Kak, terus lo gimana?"

"Gue tetap naik bus," jawab Anaya santai.

"Batu ya lo kak, lo gak akan tau dimana--"

"Pak jalan sekarang, nanti Adik saya telat." ucap Anaya pada supir taksi, memotong ucapan Alisha yang tengah berbicara membuat Anaya sedikit jengah.

"KAK!" teriak Alisha lagi sebelum benar-benar pergi, Anaya langsung tersenyum kecut lalu melambai pada Alisha yang menggeram di dalam taksi sana.

. . .

Jam sudah menunjukan angka tujuh lewat lima belas menit, berarti bel masuk sekolah sudah berbunyi sekarang namun di sini di halte Anaya semakin mematung termanggu dengan beberapa orang yang sama tengah menunggu kapan bus selanjutnya akan datang.

"Sial!" maki Anaya, kata itulah yang terus keluar dari mulutnya nafasnya perlahan memburu naik turun dengan kesal Anaya melepas headset yang terpasang di kedua telinganya jengah ia rasakan ingin memaki dan mengumpat ribuan kali namun ia berusaha menahan emosinya tak harus keluar sekarang.

"Maaf Buk, kapan ya bus selanjutnya akan datang?" tanya Anaya kepada sosok wanita berpakaian lengkap ala wanita kantor di sampingnya.

"Sekitar lima belas menit lagi kayanya dek," balasnya, membuat Anaya menganga.

"Lima belas menit?" tanyanya tak menyangka.

Anaya mengusap wajahnya kasar gusar, detak jantungnya semakin berdebar kencang saking berdebar berpacu dengan cepat membuat tubuhnya pun ikut berbedar bagaimana tidak ini adalah hari pertama ia masuk sekolah jika tadi ia mendengar Alisha dan Pak Malih yang melarangnya naik bus maka semuanya tak akan kacau balau seperti sekarang.

Memang terdapat ratusan taksi yang melintas namun tak ada satu pun yang kosong, semua penuh dengan penumpang entah kebetulan atau memang nasib sial Anaya semuanya tampak mengecewakan bagi Anaya.

"Gue harus gimana sekarang? Sekolah mungkin udah tutup sekarang, gak mungkin kan gue pulang sekarang?" racau batin Anaya kesal.

"Sialan, sialan, sialan!!!" rutuk Anaya dengan memukuli jidatnya beberapa kali.

Jika memang harus di rutuki puluhan kali, itu akan membuat Anaya semakin gila ia tak bisa berdiam diri sekarang bagaimana pun ia harus tetap pergi ke sekolah karena ini hari pertamanya dengan cara apapun ia harus kesana secepat mungkin.

"Buk, kalau dari sini ke SMA Pancasila kira-kira beberapa kilo meter ya?" tanya Anaya lagi pada wanita yang sama tengah memainkan ponselnya.

"SMA Pancasila ya?" tanya wanita itu, Anaya mengaguk cepat.

"Sekitar lima sampai enam kilo meter lagi kayanya," balasnya tampak ragu-ragu.

"Jauh banget, astaga." ucap Anaya refleks ketika mendengar jawaban wanita itu.

"Huh?" gumam wanita itu.

Anaya sontak langsung tertawa garing. "Gak apa-apa kok, makasih banyak ya Buk."

Wanita itu mengaguk sekali, Anaya kembali menggeram pasrah namun ketika ia akan melangkah suara wanita tersebut kembali terdengar.

"Adik anak baru?"

"Eh," Anaya langsung kembali duduk mendekat.

"Adik anak baru di sekolah SMA Pancasila?" tanyanya lagi, dengan wajah binggung sendiri Anaya langsung mengaguk cepat.

"I-iya buk, saya anak baru SMA Pancasila dan ini hari pertama saya sekolah di Indonesia," balas Anaya sedikit canggung.

"Baru pindah ke Indonesia rupanya?"

Anaya mengaguk seraya tertawa hambar, wanita itu pun ikut tertawa seraya menganguk-angguk.

"Sekitar satu minggu lalu saya berada di Indonesia, dan tepat hari ini hari pertama sekolah saya di SMA Pancasila dan hari pertama juga saya terlambat datang," jelas Anaya sedikit lirih.

"Memang Dek, dari sini letak SMA Pancasila sedikit jauh apalagi daerah sini jarang banget ada taksi atau bus yang kosong semua penuh secara letak daerah ini di tengah perkotaan jadi ya seperti itu," jelas wanita itu sedikit panjang membuat Anaya tersenyum dan mengaguk kecil.

"Tapi kalau adik mau ke sekolah SMA Pancasila dan terlambat karena gak ada kendaraan, adik bisa ke persimpangan gang sana," tunjuk wanita itu pada sebuah persimpangan gang sedikit kecil di ujung jalan belakang gedung tinggi.

"Ke-kenapa sama persimpangan gang di sana, buk?" tanya Anaya ragu-ragu.

"Di sana biasanya, suka ada beberapa murid SMA Pancasila yang berkumpul sebelum pergi ke sekolah, mungkin kamu bisa berangkat bersama mereka,"

Anaya langsung berbinar lega ketika mendengar hal itu, jika memang benar masih terdapat beberapa murid yang berada di sana Anaya akan pergi bersama mereka, secara ia pun belum tahu dimana letak sekolahnya karena mendapat satu kesempatan ini Anaya tak akan pernah mensia-siakannya.

"Iya bukan Buk? Kalau gitu saya pergi kesana untuk berangkat bersama mereka ke sekolah," ucap Anaya antusias dengan semangat nya yang kembali berkobar.

Wanita itu tersenyum ketika Anaya berpamitan dengannya lalu bergegas lari menuju persimpangan gang di ujung jalan itu, hingga beberapa detik otaknya berpikir raut wajahnya berubah menjadi cemas ketika ingin berteriak menghentikan langkah lari Anaya yang sudah sangat jauh nihil suaranya tak akan sampai kepada Anaya yang kini sudah berada di ujung jalan siap masuk ke persimpangan gang yang di maksud.

Wajah merah ceria dan semangat Anaya keluarkan sendari tadi, derap langkah berlarinya kini sudah terhenti di sebuah persimpangan gang nafasnya memburu berusaha menormal. Wajah ceria dan antusias seketika berubah seratus delapan puluh drajat ketika ia baru saja memasuki gang yang dimaksud wanita tadi di halte.

Anaya mematung ketika melihat sekumpulan remaja cowok disebuah warung kecil tengah menatapnya, sama terkejut dengan Anaya yang melihat mereka semua yang terlihat kaget pula secara tak pernah ada seorang cewek pun yang datang ke tempat mereka.

Kepulan asap membuat Anaya semakin mematung, itu asap rokok yang seketika menyesakan dadanya. Ia terjebak, Anaya terjebak gang yang di maksud tempat perkumpulan remaja cowok berseragam sekolah tanpa ada satu pun kumpulan remaja cewek disana. Anaya terjebak sekarang.

Beberapa pasang mata remaja cowok tetap menatap Anaya kaget, ada yang sangat terkejut dan banyak pula yang menatap Anaya dengan tatapan seolah tergoda, paras wajah serta bentuk tubuh yang ideal membuat siapapun akan suka melihat Anaya.

Dengan susah payah Anaya menelan silavanya sendiri ketika satu sosok remaja cowok berpenampilan berantakan dan acak-acakan menghampirinya.

"Ada apa?" tanyanya dengan nafas bau asap rokok membuat Anaya melangkah mundur.

"Ma-maaf, gu-gue salah jalan." balas Anaya gelagapan.

Cowok itu menyergai lalu menatap Badge yang tertempel di seragam Anaya.

"Pancasila juga eh?" tanya remaja itu.

"ANJIR ANAK PANCASILA."

"WAH, MATA-MATA ITU."

"TERSESAT ATAU GIMANA NENG?"

"ANJIR BODY NYA, BIKIN GUE HIIIIH BANGET."

"CANTIK BRO, SIKAT!"

Hahahahaha ....

Gema'an tertawa nyaring bariton khas pria membuat Anaya menutupkan kedua matanya rapat-rapat, lututnya bergetar hebat seketika.

"Lo salah persimpangan gang, sayang." kata remaja itu, dengan hampir membelai sebelah pipi Anaya, cewek itu segera menepis.

Anaya mendongkak ketika ia langsung tertunduk ketika melihat name-tag yang tertera di dada kanan seragam cowok itu.

"Rafael Giano Argatha," ucap cowok itu ketika paham apa yang Anaya lihat.

"Nama lengkap gue." lanjut Rafael nama cowok itu.

Anaya berjalan mundur ketika Rafael mendekat kearahnya.

"Kalau lo cari gang perkumpulan anak Pancasila, bukan di sini tempatnya,"

Anaya benar-benar mengumpat, merutuki kebodohannya ia benar-benar ceroboh pantas saja dari halte sana terlihat dua persimpangan gang kecil ternyata ia salah gang persimpangan mungkin gang persimpangan pancasila berada di sebuah kanan bukan kiri.

"Welcome to Arawana's Squad, nona Anaya Queensha Maheswari." sergai Rafael membuat Anaya ingin menjerit ngeri.

Anaya benar-benar ketakutan sekarang, suara tawaan bak iblis yang menyeramkan membuat Anaya semakin menciut takut ia tak dapat melawan ketika sebelah tangannya disentuh secara intim oleh lawannya ia memberontak namun Rafael sudah mencengkram sebelah tangannya.

"Lepasin!" cicit Anaya berusaha tak takut, namun tubuhnya malah berlaku payah tubuhnya bergetar ketakutan.

"LEPASIN ATAU GUE TERIAK!" bentak Anaya.

"TERIAK AJA TERIAK, GAK AKAN ADA YANG DATANG NYELAMATIN LO DI SINI!" bentak Rafael membalas.

Anaya semakin bergetar ketakutan, ia ditarik paksa oleh Rafael membuat Anaya menjerit histeris.

"LEPASIN GUE!!"

"LO TERIAK SEMAKIN GENCAR GUE BUAT LAKUIN APA YANG GUE SAMA LO!"

Anaya terisak ketika mendengarnya.

"Ini daerah kekuasaan gue, dan gak akan ada satu pun orang yang datang ke sini nyelamatin lo!"

Anaya menangis terisak, ketika pinggangnya sudah ditarik mendekat dengan tubuh kekar Rafael para geng perkumpulan nya malah semakin riuh ketika cowok itu hendak mencium Anaya secara paksa hingga.

BUGH ....

Kerah kemeja milik Rafael tertarik oleh seseorang yang menariknya secara kasar dari belakang, Anaya yang terkejut langsung terdiam ketika tubuh kekar Rafael terlepas darinya dan tersungkur kesana.

Anaya mematung ketika melihat badge yang sama dengannya, sosok cowok bertubuh kekar jangjung dan proporsional bibir mungil merah muda, rahang keras serta kokoh, sepasang alis tebal, retina cokelat pekat ia miliki juga rambut yang tampaknya tertata acak-acakan menambah kesan ketampanan serta kegagahan cowok itu.

'Arjuna Mahardika.' gumam batin Anaya ketika melihat name-tag cowok yang secara tiba-tiba datang menyelamatkannya.

"Lo ngapain?" tanya cowok bernama Arjuna pada Rafael yang mengeram lalu segera bangkit, teman-teman Rafael yang melihat hal itu langsung ikut bangkit kaget.

Anaya tertegun ketika sebelah tangannya ditarik oleh Arjuna untuk mendekat kearahnya, dengan secara sengaja Arjuna mengangkat tangannya dan memeluk pinggang Anaya tanpa persetujuan membuat cewek itu terkejut ia malu dan ingin memukul cowok itu namun ketika ia berusaha menepis sebelah tangan Arjuna yang memegang pinggangnya semakin erat seolah mempertanda agar Anaya tak banyak bertingkah saat ini.

"Lo mau apa tadi sama pacar gue?" tanya Arjuna santai, Anaya yang mendengar hal itu langsung terkejut tubuh Arjuna yang jangkung membuat tinggi Anaya hanya sepadan dada saja.

"Cewek ini?" tanya Rafael menunjuk kepada Anaya.

"Pacar gue, cewek ini pacar gue," ucap Arjuna memperjelas, membuat Rafael tersenyum kecut.

"Sorri, dia salah gang persimpangan, karena ini adalah pertama dia temuin gue di gang persimpangan sana." kata Arjuna lagi, membuat semua orang memaku terkejut.

"Kenapa lo salah gang sayang, gue udah bilang kalau lo udah ada di persimpangan telpon gue, kan gue bisa jemput lo."

Anaya tergagap-gagap sendiri.

"Kalau gitu, gue sama cewek gue pamit sekarang kita udah terlambat ke sekolah," pamit Arjuna.

"Dan gue saranin buat lo semua bro, berangkat sekolah sekarang gerbang sekolah lo bakal tutup dua menit lagi." lanjut Arjuna sebelum pergi membawa Anaya.

Setelah melihat kedua remaja itu pergi meninggalkan gang tempat perkumpulan mereka Rafael mengeram lalu tertawa hambar, ketika sorot matanya menunjukan sebuah rencana untuk musuhnya itu yakni Arjuna.

. . .

"Naik!" titah Arjuna pada Anaya yang masih menatapnya tak menyangka.

"Dasar berandalan, beraninya lo megang pinggang gue di depan banyak orang!" sarkas Anaya marah.

'Cewek stress.' batin Arjuna bergumam.

Arjuna, cowok tampan itu tak mengubris ia sudah berada di atas motor besarnya dan sudah memasang helmnya.

"Lo bacot ya, belom pernah di ajarain terima kasih sama bokap nyokap lo?" tanya Arjuna ketus.

"SEHARUSNYA CARA LO GAK GITU JUGA!" bentak Anaya kasar, Arjuna yang menjadi objek bentakan langsung menatap tajam Anaya.

"Beneran banyak bacot ya lo?"

Anaya mendelik benar-benar tak suka.

"Naik sekarang." titah Arjuna lagi.

Anaya memalingkan wajahnya menatap kearah lain.

"Terserah lo, betina!" balas Arjuna ketus.

Anaya tetap diam dengan wajahnya yang jutek itu terus berpaling, sementara Arjuna siap melajukan motornya.

"Kalo lo mau dikeroyok sama cowok-cowok berengsek itu lagi di sono, terserah silahkan,"

"Gue mau cabut."

Ketika ia siap menstater motornya seketika Anaya langsung naik ke atas motornya.

"Dasar cowok gak peka, harusnya kalo cewek marah itu dibujuk!" sarkas Anaya memaki.

"Lo siapa? Lo bukan cewek gue!"

Skak!

Malunya sampai luar negeri. Anaya mengeram sendiri sementara di depan sana Arjuna malah mendelikkan kedua matanya dengan malas.

"Cowok stress." lirih Anaya judes.

Cowok itu melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata membuat Anaya enggan untuk memegang seragam cowok itu, sedikit takut karena Anaya tidak menggunakan helm ia takut kalau nanti ada Polisi yang akan menghadang mereka dan itu akan menjadi masalah yang amat rumit nantinya.

.
.
.

.
.
.

#Bersambung ...

Hola! Yg kemaren minta Arjuya ada di Wattpad, mana nih orang nya? Hey ... Aku udah penuhin permintaan kalian ya, Arjuya dan Kawan-kawannya ada di sini. Kalau Arjuya udah ada di sini, coba dong vote, comment, like dan jangan lupa follow akun Wattpad aku :)

Aku ada di instagram : @sssin17

Aku ada di Facebook juga : Sintia Dewi

My second Acount Fb : SintiaDewi

Thank you for reading :)

Most Wanted Boy In The School (Arjuna Story)✅END √√√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang