Chapter Nine ■ Fight (Bertarung) ■

2.9K 230 8
                                    

Xarbiela dari istirahat pertama sampai kedua tetap di kelas, tak ingin keluar. Ia membuka novel untuk mengalihkan dunianya, tapi tak mempan. Ia hanya membuka buku itu tanpa membaca sama sekali, mencoba menipu sekitar bahwa ia baik-baik saja.

Saat ada Arvale ia tak menunduk atau membuang muka, ia pura-pura tak merasakan kehadirannya dengan terlihat sibuk menatap buku, padahal ia merasa ingin lenyap di bumi ini.

Gadis pendiam tapi garang saat diusik seperti Xarbiela itu terlalu membawa setiap perkataan orang lain terhadapnya ke dalam hati, memikirkan terus padahal tahu itu tak ada gunanya. Ia hanya sering dibilang sebagai kutu buku, singa betina, dan tomboy. Walaupun sebenarnya ia tidak bergaya seperti laki-laki, tetap saja dipanggil begitu.

Tapi baru kali ini dia dipanggil sebagai wanita murahan.

Sakitnya tentu tak mendasar, ia hanya tahu bahwa wanita murahan adalah wanita yang welcome pada semua pria, tapi ia merasa tidak. Mengapa bibir itu tega mengatakannya?

Dia benar-benar tak tahu jika kemarin bajunya robek, tapi ini semua bukan kesalahan utuh dari Xarbiela. Mengapa dilimpahkan padanya?

Xarbiela mengecek isi tasnya, mencari media yang dapat ia gunakan untuk menulis, entah ia ingin menulis sekarang, bukan membaca. Terjumpalah dia pada notebook dengan ukuran satu setengah jengkal yang biasanya ia isi dengan rumus-rumus Matematika.

Tak ambil pusing, Xarbiela membuka halaman paling terakhir lalu mengoreskan pena.

'Hujan itu bersifat labil, kadang dingin dan kadang hangat. Kadang datang dan kadang tidak. Ia terbentuk oleh air laut kemudian mengembun naik menjadi awan, saat kristalnya sudah dijatuhkan, dia akan dibuang kembali lagi ke dasar laut. Sesuatu yang naik tentu akan turun, dan sesuatu yang turun pasti akan naik. Hanya menunggu peran saja saat waktu mulai menjadi pedoman.'

Xarbiela membuat paragraf baru lagi, 'Hidup itu seperti jembatan, sakit bila dilalui dan sepi bila kosong. Tapi menusia tak dapat memilih, karena peristiwa terkadang terjadi secara spontan.'

Gadis itu tak sadar bahwa ia sedang menahan napas, mood-nya turun saat mendapat perkataan yang mampu terngiang-ngiang di dalam pikirannya.

Baru saja ia menghembuskan napas berat, suara pintu terbuka mengisi pendengarannya. Sontak ia pura-pura membaca dan napasnya tertahan lagi saat mengetahui bahwa orang yang masuk itu adalah Arvale bersama dengan Fezla.

Fezla mengunci tatapannya terus pada Xarbiela yang tak bangkit-bangkit dari kursi. Bahkan ia dan Arvale tahu bahwa gadis itu tengah sakit hati. Walaupun Fezla mempunyai dendam tersendiri pada gadis itu, tapi entah ia merasa tak tega melihatnya. Tentu berbeda dengan Arvale, ia sudah sangking seringnya berbicara menusuk hati tak lagi terpikir.

Arvale duduk di tempatnya masih dengan handphone di tangan, tapi headphone ia biarkan menggantung di leher, tak ia pakai seperti biasa.

Fezla yang satu jalur dengan Arvale membuntuti dari belakang dan berhenti tepat di sisi Xarbiela, ia menepuk pelan bahu gadis itu tanpa menoleh. "Bernapas." lalu ia dengan santai menyimpan kedua tangannya di saku sambil menuju posisi duduknya yang berada di samping Brandon walau terpisah oleh jarak.

Xarbiela langsung tersadar dan ia buru-buru bernapas membuat dadanya turun. Fezla rasanya ingin tertawa, tapi ia masih menjaga perasaan wanita satu itu, jadi ia hanya tersenyum mengulum bahakannya.

Ketiga most wanted yang lain muncul dari pintu, terlebih Brandon yang tanpa aba-aba langsung teriak. "What's up, bro? Entah karena memang lo yang enggak suka makan jadinya badan lo itu kurus, atau lo itu sengaja buat kita-kita ini kelaparan?" jelas ia protes, karena sejak kemarin mereka ini tak ada makan di tempat mereka biasa.

MWHSiCG [COMPLETE☑️]Where stories live. Discover now