Chapter Fifty Two ■ Business (Bisnis) ■

2K 188 22
                                    

"Enggak, Beb! Pokoknya gue baik-baik aja di sini. Enggak usah khawatir!"

"..."

"Ya, maaf. Kan gue dadakan ke L.A. Enggak mungkin kabar-kabar gitu."

"..."

"Rewel banget, sih. Ya, udah gue tutup telponnya ya! Bye, Beb!"

Brandon memberikan khas kecupan dari ponselnya lalu menyimpan di saku jeans. Bran melihat keempat temannya yang lain tengah menatap ia horror. Kali ini termasuk Arvale sekali pun yang sama skeptisnya dengan yang lain.

"Apa liat-liat?" Bran tentu risih diperhatikan begitu. "Biasa aja kali! Gue tahu kalian ini JOMLO ABADI yang iri sama status gue yang udah punya pacar!" ketus Bran sambil meraih permennya dari balik saku jas.

"Idih! Santai, dong! Enggak usah ngegas! Gue juga punya gebetan! Lagian ngepain lo panggil sayang-sayang? Ihhh geli gue dengar kalau lo yang bilang gitu." Fezla mendelikan bahunya tanda jijik.

"Pacar gue ngambek. Bilangnya, kalau pacar itu lagi marah, lo tinggal panggil mereka itu 'sayang' apa lagi kalau cewek, udah lah, luluh itu," Bran berucap sok profesional soal begituan, lagi pula dia pernah punya pacar juga, jadi sedikit berpengalaman, tak seperti Arvale.

Bran bergantian melihat Arvale lekat seolah tak mengubris si Fezla yang baru berdialog entah membalas apa perkatan sok-nya tadi. "Lo, Vale? Gimana?"

Arvale segera tersadar dari tatapan terkejutnya tadi lalu langsung menatap ponselnya sebagai peralihan. "Kepo." singkatnya yang membuat jenuh saja.

Kelima orang itu berada di kamar Edward sekarang, sudah berapa menit yang lalu acara di mulai, tapi tahu sajalah kebiasaan kelima alias satu orang yang memengaruhi semuanya, ngaret.

Brandon memutar kedua bola matanya jengkel dengan cepat lalu melihat ke arah Daniel. "Bibliophile? Lo kok gue liat enggak pernah punya pacar? Jangan-jangan.." Bran menggantung kalimatnya sambil sedikit berjauh dari si Daniel yang melihat saja seperti tak punya ekspresi sama sekali yang menarik.

Arvale kali ini membuka game-nya seraya membuka bibir. "Dulu, si bibliophile punya," ucap Arvale menggantung, sengaja agar ketiga orang itu penasaran.

Daniel berkedip cepat lalu melihat Arvale remeh. "Sok tahu!" jelas mengelak, mereka berdua tak pernah satu sekolah pun selain SMA.

Arvale yang diremehkan pun angkat bicara lagi. "Bibliophile punya mantan satu, hubungannya putus satu setengah tahun. Cirinya sama, suka baca, pakai kacamata, rambutnya sebahu, kemana-mana selalu berdua. Terus karena sibuk di dunia kertas mereka masing-masing, kalian tahu selanjutnya," Arvale berucap dengan sebelah sudut bibirnya terangkat, jelas memberi kesan mematahkan opini Daniel yang menganggapnya sok tahu.

Arvale bangkit dari sofa lalu keluar dari kamar meninggalkan keempat sosok yang masih loading.

"Damn." Daniel mengumpat pelan, ia tak terlalu tercengang dengan pengetahuan Arvale, tapi tak perlu segitunya juga! Sampai rahasia mantannya sekali pun!

Fezla, Bran dan Edward melihat Daniel serentak. "Ulululu... si bibliophile udah besar ternyata." Fezla dan Brandon serentak berucap sambil mengelus-elus dagu Daniel seolah ia adalah anak kecil.

Daniel menepis tangan mereka berdua lalu beranjak juga mengikuti Arvale yang diikuti ketiganya dengan tertawa cekikikan. Terungkap lah satu rahasia dari Daniel.

Kelima orang itu menuju tempat yang sudah banyak jenis orang-orang berkelas dengan jas dan gaun mereka masing-masing.

Edward, Daniel, Fezla dan Brandon sudah disuguhkan pemandangan Arvale yang berada di sisi ayahnya dengan khas dingin miliknya. Terlihat sekali tatapan tak bersahabat.

Mereka berempat menuju ayah masing-masing, berbincang sebentar dengan yang lain lalu membuntuti Arvale yang terlihat sama sekali tak ada membuka bibirnya sejak diperhatikan  tadi.

Banyak dari mereka menanyakan asal dari pemuda jutek satu itu.

Daniel berbisik di telinga Arvale pelan, "Tinggal jawab, Indonesia. Apa susahnya?" protes temannya satu itu, jelas. Entah sudah berapa kali orang menanyakan itu hanya dibalas lirikan saja dari Arvale.

Lagi, salah seorang dari mereka hanya basa-basi bagi Arvale mengajukan pertanyaan yang sama sekali tak penting jika mereka ketahui. "Dari mana asalmu?"

Arvale akhirnya mengambil napas jengah sambil memutar kedua bola matanya cepat sehingga tak terlihat oleh mereka. "Negara yang punya julukan Thousand Island, yang sering disebut juga Negeri Seribu Candi, atau yang sering kalian dengar sebagai Paru-Paru Dunia." final, akhirnya ia berucap melalui perantara tak biasa.

David yang ada di sampingnya pun dibuat terdiam beberapa saat. Seolah dia berkata. Are you kidding me? Do you hate humans?

Orang yang tadi bertanya pun mengangguk. Masing-masing rekan atau pun calon rekan itu berucap bergantian bagaimana bisnis mereka dijalankan dan seberapa kayanya mereka.

Dari penghasilan aset, mempunyai kucing Ras Caracal yang terlangka dari yang terlangka di dunia, dan banyak lagi yang hanya masuk telinga kanan dan telinga kiri oleh Fezla dan Brandon. Mereka tak suka jenis tema seperti ini.

Di pertemuan ini disempatkan untuk beraliansi antar sesama pembisnis, banyak dari negara-negara terpandang terkumpul menjadi satu di sana.

Saat Arvale pergi dari kerumunan itu pun malah David yang menarik Arvale secara tak langsung untuk ikut serta. Tentu pemuda itu hanya menjawab sekedar sampai memojokan jika ia ingin cepat selesai dengan percakapan baku itu.

"Hei, aku lihat anakmu punya peran besar di sini setelah melihat semua pasang mata selalu melihat kemana pun dia pergi. Bagaimana jika kita jodohkan anak kita? Aku yakin semua media akan menyorot hal ini," ucap seorang berjas rapi di sana dengan terkekeh seolah gurauan ditemani seorang gadis berdress hitam, bisa dipastikan dia punya peran di sana, terlihat dari cara dia berbicara juga kharismanya.

Arvale melirik orang yang baru bicara itu sebentar lalu melihat gadis di sampingnya, bisa dipastikan bahwa yang disebut dia lah orangnya. Yup, gadis itu terlihat dewasa juga cantik dengan caranya sendiri, melihat bagaimana senyuman terukir di bibirnya saja bisa membuat memikat.

Arvale menaikkan sebelah sudut bibirnya. "Dia orangnya? Sayangnya aku sudah memiliki seorang gadis di sisiku yang terlihat lebih dari segalanya dari putrimu."

Edward dan Brandon bertatap sebentar. Wait, dia baru merendahkan seorang anak dari salah satu perusahaan aset terbesar di negaranya, alias dari Singapura.

Arvale melirik lagi pada ponselnya. Tak hanya orang yang dituju saja yang terkejut, bahkan yang lain juga ikut.

David yang terdiam pun akhirnya sadar. "Maaf, dia memang sedikit sensitif jika soal pasangannya."

Bual! Keempat temannya yang paham betul Arvale tentu berteriak tak terima dalam hati.

Arvale melirik sekali lagi lalu menyimpan ponselnya.

"Good night, Sir. Kekasihku sedang menunggu di dalam mimpinya sekarang."

MWHSiCG [COMPLETE☑️]Where stories live. Discover now